Pengamat Penerbangan: Ada Dampak Ekonomi dan Sisi Pertahanan Saat FIR Jakarta Dikendalikan Indonesia

  • Oleh : Naomy

Rabu, 26/Janu/2022 15:43 WIB
Peta FIR Jakarta (ist) Peta FIR Jakarta (ist)

 

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Kesepakatan FIR Indonesia dan Singapura berlangsung sudah. Kini FIR di wilayah Natuna segera dikendalikan Indonesia.

Baca Juga:
Monitoring Arus Balik Lebaran 2024, Dirjen Perhubungan Udara Apresiasi Semangat Karyawan AirNav

Menurut Pengamat Penerbangan Gerry Soedjatman, tidak akan ada perubahan langsung yang memengaruhi pelayanan lalu lintas udara tersebut.

"Kesepakatan ini merupakan langkah awal dari banyak langkah-langkah yang harus dilakukan bersama oleh Indonesia dan Singapura," ujarnya di Jakarta, Rabu (26/1/2022).

Baca Juga:
Periode Mudik Lebaran, Airnav Telah Layani 36.994 Penerbangan

Masing-masing negara dikatakannya, perlu mempersiapkan semuanya dan setelah dua-duanya siap, sepakat, baru kemudian bersama-sama ke ICAO untuk melakukan FIR realignment tersebut.

"Masih ada wilayah yang didelegasikan kendalinya ke Singapura untuk kebutuhan kelancaran pelayanan lalu lintas udara keluar-masuk Singapura," ungkapnya. 

Baca Juga:
Airnav Siap Layani 9.000 Lebih Traffic Penerbangan Periode Angleb 2024

Sektor A dan B (kira-kira Batam dan Bintan) yang sekarang berada dalam FIR Singapura, akan berubah menjadi sektor yang didelegasikan dari Indonesia ke singapura untuk pelayanannya.

Untuk Sektor A dan Sektor B, pengendalian lalu lintas dilakukan oleh Singapura tetapi dengan pengamatan/observasi langsung pihak Indonesia di meja pengendali.

"Nah, biaya navigasi yang tadinya hanya dibebankan di Sektor A, sekarang akan meliput sektor B di mana pendapatannya dipungut oleh Singapura dan 100% diberikan ke Indonesia (sama/mirip dengan sebelumnya kecuali penambahan sektor B dan sektor Natuna)," ulas dia.

Perubahan terbesar adalah pengendalian ruang udara di atas Natuna, yang diserahkan ke Indonesia. 

Sebelumnya wilayah ini dikendalikan Singapura dan sebagian di delegasikan oleh Singapura ke Malaysia. 

"Sektor ini nantinya sepakat akan dikendalikan Indonesia," imbuh Gerry.

FIR Realignment ini juga bersamaan dengan Defence Cooperation Agreement baru antara Indonesia dan Singapura.

Hal ini penting karena kekhawatiran yang timbul oleh beberapa negara jika sektor ruang udara Natuna dikendalikan oleh Indonesia dengan DCA yang sudah expired, akan menghasilkan penurunan kemampuan dan koordinasi pertahanan regional terhadap "ancaman bersama". 

"DCA yang baru, menjamin kerja sama pertahanan regional antara Indonesia dan Singapura pasca diopernya pengendalian ruang udara sektor Natuna," kata dia.
Dampak bagi maskapai menurut Gerry juga tidak ada. Hanya ada perbedaan pengendalian di sektor Natuna, serta akan dimulainya pungutan biaya navigasi/pelayanan lalu lintas udara di sektor tersebut.

"Sedangkan dampak bagi ekonomi Indonesia, Ada penambahan penghasilan dari pungutan biaya pelayanan navigasi/lalu-lintas udara," tuturnya.

Dampak bagi maskapai asing pun tidak ada. Hanya ada perbedaan pengendalian di sektor Natuna.

Sedangkan dari sisi pertahanan Indonesia, setelah realignment disetujui ICAO, bisa mengendalikan langsung ruang udara di atas Natuna, sehingga mempermudah pelaksanaan penyergapan penerbangan yang melintas wilayah tersebut tanpa izin yang cukup.

Untuknya, AirNav Indonesia sebagai penyedia layanan navigasi udara, juga sudah menyiapkan fasilitas dan pelatihan untuk siap melakukan pengendalian ruang udara di sektor yang akan dioper ke Indonesia.

"Jadi tinggal menunggu pengajuan FIR realignment ke ICAO oleh Indonesia dan Singapura, dan persetujuan ICAO," pungkasnya. (omy)