Mungkinkah Kelak Singapura Menjadi Asean ATS Single Provider?

  • Oleh : Redaksi

Senin, 07/Feb/2022 09:18 WIB


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Saat ini sedang heboh tentang pendelegasian sebagian Jakarta Flight Information Region (FIR) ke Singapore FIR.

Pro-kontra atas kesepakatan Indonesia dan Singapura itu yang pada hakekatnya melakukan re-alignment, atas perjanjian batasan Jakarta FIR dan Singapore FIR di atas Kepulauan Riau dan Natuna yang disepakati pada Tahun 1995. 

Hampir semua diskursus publik terkait dengan masalah: sovereignty, kemampuan Air Traffic Service (ATS) Indonesia serta berhasil atau tidakkah sebenarnya diplomasi Indonesia dalam perundingan re-alignment tersebut. 

Pada dasarnya yang sepakat dengan perjanjian tersebut jika dimatematikakan merasa kalau dulu kita dapat dua sekarang dapat enam, karena antara Iain, wilayah yang dikendalikan Jakarta FIR lebih Iuas dari perjanjian sebelumnya, sedang yang tidak sepakat berpendapat kita seharusnya dapat sepuluh karena masih ada sebagian wilayah Indonesia yang dilayani oleh Singapore FIR. 

Tulisan ini tidak bermaksud membahas tentang kesepakatan tersebut karena sudah terlalu banyak yang membahas dan toh kesepakatan sudah ditandatangani.

Pendapat penulis netral saja, yakni: ada hasil positif kesepakatan yakni adanya pengakuan sovereignty bahwa itu wilayah Republik Indonesia (yang kemudian didelegasikan), dan wilayah Jakarta FIR sekarang kan lebih Iuas dibanding sebelumnya. 

Walau masih belum optimum sebab masih ada wilayah udara Indonesia yang didelegasikan ke Singapore FIR. 

Pernyataan bahwa wilayah udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna kembali ke Indonesia agak berlebihan karena sejatinya kan didelegasikan (kembali) ke Singapura. De jure kembali, de facto sebagian masih dikendalikan Singapore.

Asean Single Aviation Market (ASAM)

Aviasi merupakan satu dari 12 prioritas dalam ASEAN Economic Community (AEC) untuk integrasi ekonomi ASEAN dan mengarahkan integrasi dan liberalisasi penerbangandalam 1 5 tahun (dari Tahun 2004). 

Kenaikan trafik udara sejak 2004 tersebut sampai sebelum pandemi Covid-1 9 meningkat dengan pesat dan Indonesia mengalami kenaikan yang tertinggi di ASEAN, namun karena penurunan signifikan akibat pandemi mengurangi intensitas pembahasan tentang hal tersebut. 

Telah pula disusun Road Map Asean untuk itu (2005-201 5). Dalam AEC Blue Print 2025 pada salah satu ketetapannya dinyatakan "Enhance air traffic management efficiency and capacity through a seamless ASEAN sky". 

Dengan demikian jelaslah bahwa untuk mewujudkan Pasar Tunggal Aviasi di ASEAN salah satu elemen pentingnya adalah meningkatkan efisiensi dan kapasitas manajemen trafik udara tanpa batas di wilayah udara ASEAN. 

Di samping elemen Iainnya, yakni: peningkatan safety dan security

ASEAN Single ATS Provider

Basis untuk pembentukan ASEAN Single ATS Provider telah ada sebagaimana disebutkan dalam AEC Blue Print sebagaimana tersebut di atas (a seamless ASEAN sky). 

Memang untuk ASAM sendiri sepertinya kesepakatan-kesepakatan di negara ASEAN lambat, dan hal tersebut tentu karena di satu pihak ada negara yang menginginkan cepat terbentuk sehingga menjadi seperti EU Single Aviation Market pihak yang Iain tidak terlalu yakin dengan integrasi dan liberalisasi pasar angkutan udara ASEAN tersebut sehingga berhati-hati dalam menyepakati berbagai usulan, dan menyebut ini bukan EU tapi ASEAN way.

Dengan demikian detil dari AEC Blue Print 2025 tersebut belum lengkap disepakati.
Single European Sky (SES) mengintegrasikan ruang udara di Eropa dengan tujuan utama peningkatan: efisiensi, kapasitas, dan keselamatan penerbangan. 

Dibentuk The European Organization for the Safety of Air Navigation (Eurocontrol)
Eurocontrol mulai operasi pada Tahun 1962 dengan kesepakatan empat negara (Belanda, Jerman, Belgia dan Luxemburg) membentuk Air Traffic Control (ATC tunggal untuk mengelola ruang udara atas negara-negara tersebut. 

Eurocontrol juga sebagai regulator dan standardisasi aspek teknis ATC
Peningkatan manajemen trafik udara di ASEAN memerlukan peningkatan efisiensi dan kapasitas untuk ruang udara ASEAN sehingga dengan alasan ini akan mengarah pada kemungkinan Penyelenggara Tunggal Layanan Lalu Lintas Udara-LLU, (ATS Single
Provider). 

Hal seperti ini adalah sebagaimana di sebut di atas sebagai European way yang membentuk EU Control di Masstricht Belanda.

Apakah pendelegasian sebagian ruang udara Indonesia ke SIN - FIR bisa menjadi modal Singapura menjadi ASEAN Single ATS Provider?

Annex 1 1 ICAO, menyatakan bahwa: "2.1 .1 Contracting States shall determine, in accordance with the provisions of this Annex and for the territories over which they have jurisdiction, those portions of the airspace and those aerodromes where air traffic services will be provided. They shall thereafter arrange for such services to be established and provided in accordance with the provisions of this Annex, except that, by mutual agreement, a State *may delegate to another State* the responsibility for establishing and providing air traffic services
in flight information regions, control areas or control zones extending over the territories of the former". "Note. 

If one State delegates to another State the responsibility for the provision of air traffic services over its territory, *it does so without derogation of its national sovereignty*. Similarly, the providing State's responsibility is limited to technical and operational considerations and does not extend beyond those pertaining to the safety and expedition of aircraft using the concerned airspace. Furthermore, the providing State in providing air traffic services within the territory of the delegating State will do so in accordance with the requirements of the latter which is expected to establish such facilities and services for the use of the providing State as are jointly agreed to be necessary.

It is further expected that the delegating State would not withdraw or modify such facilities and services without prior consultation with the providing State.
Both the delegating and providing States *may terminate the agreement between them at any time'* 

Benar bahwa perjanjian terakhir ini Tahun 2022 pendelegasian tidak mengurangi sedikitpun kedaulatan Indonesia atas wilayah udaranya, namun jelas bahwa pendelegasian ini merupakan modal kuat bagi Singapura jika Negara-negara ASEAN menghendaki adanya  ASEAN Single ATS Provider untuk mendukung ASEAN Single Aviation Market Apalagi jika menurut Annex 1 1 ICAO tersebut di atas, perjanjian pendelegasian bisa diakhiri kapan saja, pada kenyataannya perjanjian Indonesia-Singapura menyatakan pendelegasian untuk jangka waktu 25 tahun. 

Tentang kesesuaiannya dengan perintah pada UU Penerbangan No 1 Tahun 2019 akan dibahas pada Iain kesempatan

Apakah Singapura ATS dengan Indonesia seperti David melawan Goliath dalam
pembentukan ASEAN Single ATS Provider?

Bahwa Singapura ingin menjadi ASEAN Single ATS Provider itu mudah ditebak. Indonesia tentunya berkeberatan dengan hal tersebut karena wilayah udaranya yang berlipat lebih luas dibanding wilayah udara Singapura. 

Pembahasan hal ini tentu akan ramai di dalam AEC juga dalam pertemuan Tingkat Menteri ASEAN
Berbeda dengan pandangan umum selama ini bahwa Goliath adalah raksasa sehingga sebelumnya diperkirakan pasti menang melawan David yang kecil. 

Malcolm Gladwell berbeda pendapat, dari awal sudah pasti David akan menang. David adalah sniper, pasukan elit pada waktu itu. Tembakan ketepel dengan batu runcing adalah senjata utama pasukan khusus ini yang dapat dengan mudah mengenai sasarannya dan membunuh musuh. 

David jelas menghindari pertempuran jarak dekat dengan Goliath. Dari jarak jauh Goliath tak dapat menjangkau David, sementara David dengan leluasa melontarkan batu runcing menggunakan ketepel pada sasaran dengan sosok raksasa yang demikian besar. David pasti menang!

Jika diibaratkan Singapura yang kecil itu David, dan Indonesia yang besar ini Goliath, saya khawatir David akan menang dalam diplomasi tentang pembentukan (jika terjadi)
ASEAN Single ATS Provider. 

Singapura barangkali sudah menyiapkan pemberian pendelegasian sebagian ruang udara Indonesia di atas Kepulauan Riau sebagai ketepel dan batu runcingnya.

Apa yang sebaiknya dilakukan?

Perjanjian pendelegasian sudah ditandatangani, satu paket dengan perjanjian Iainnya, sehingga jelas merupakan suatu paket negosiasi dan diplomasi yang tentu ada yang win dan ada yang lose pada bagian-bagiannya dan itu hasil dari suatu perundingan yang alot. Hasil yang dicapai tentu hasil maksimal dari perjuangan yang panjang dan layak diapresiasi. 

Kesepakatan dua negara yang harus kita hormati bersama. Namun demikian selayaknya pula pada waktu-waktu berikutnya mewaspadai potensi kerugian Indonesia yang mungkin terjadi dengan ASEAN Single Aviation Market dan khususnya ASEAN Single ATS Provider yang besar kemungkinan diinginkan oleh Singapura. 

Jangan sampai pendelegasian pelayanan Ialu lintas udara ke Singapura pada sektor yang bersangkutan, Indonesia tergiur dengan bahwa seluruh pendapatan Air Navigation Charges (ANC) disetorkan ke Indonesia, padahal ATS Singapura tentu mengeluarkan investasi besar dan biaya besar untuk menyelenggarakan pelayanan Lalu Lintas Udara di SiN-FIR tersebut. Sehingga perlu ditetapkan "underlying" transaksi penerimaan pendapatan dari Singapura atas ANC tersebut agar secara akuntansi-finansial jelas, karena Indonesia tidak mengeluarkan cost untuk mendapatkannya, sehingga pendapatan tersebut berbunyi seperti sebagai
"penyewaan ruang udara". 

Berikutnya dalam pertemuan-pertemuan berikutnya diusahakan menegosiasikan kembali pendelegasian selama 25 tahun itu, alih-alih dapat diperpanjang sebaiknya diusahakan diubah menjadi dapat dihentikan sewaktu-waktu berdasar kesepakatan kedua negara sesuai Annex 1 1 ICAO.

Pilihan Iain barangkali membentuk joint traffic management operation antarnegara Asean sehingga ATS Providernya dimiliki beberapa negara demikian pula ATC nya terdiri dari personil beberapa negara. 

Tak kalah penting kapabiltas ATS kita harus ditingkatkan, karena kata beberapa pilot memang ATS Singapura melayaninya Oke punya. 

Penulis: Edie Haryoto (Pengamat Transportasi, mantan Direktur Utama PT Angkasa Pura II)