Mengenal `Kerajaan Abisal` Kawasan Laut Paling Jarang Dieksplorasi yang Mulai Diungkap Para Ilmuwan

  • Oleh : Fahmi

Minggu, 20/Feb/2022 17:39 WIB
Studi terbaru tentang zona abisal berjalan berkat 15 ekspedisi internasional yang mengumpulkan sampel dari zona bawah laut di sejumlah perairan. Studi terbaru tentang zona abisal berjalan berkat 15 ekspedisi internasional yang mengumpulkan sampel dari zona bawah laut di sejumlah perairan.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Zona abisal adalah wilayah yang paling jarang dieksplorasi di planet ini, meskipun kawasan ini mengandung 60% kerak bumi. 

Zona yang juga sering disebut dengan istilah 'kerajaan abisal' ini merupakan lapisan laut dalam. Sebagian besar dasar laut ditemukan pada zona ini. 

Baca Juga:
Indonesia - Timor Leste Kerja Sama Bikin Komitmen Jaga Keberlanjutan Ekosistem Laut

Zona abisal adalah sebuah dunia dengan kondisi ekstrem yang menyimpan banyak kekayaan kehidupan. 

Penelitian terbesar yang pernah dilakukan di zona ini dilakukan periset dari delapan negara. Mereka menguji air dan sedimen di laut dalam. 

Baca Juga:
Pengelolaan Logistik Sampah untuk Pemberdayaan Masyarakat

Kajian tersebut baru saja diterbitkan dalam jurnal Science Advances. Para peneliti itu mengungkap bahwa banyak spesies yang hidup di zona abisal sama sekali baru bagi sains. 

Tiga peneliti dari Spanyol yang terlibat dalam studi itu menjelaskan temuan utama mereka kepada wartawan, sekaligus menuturkan alasan penting untuk melindungi dunia yang hampir tidak dikenal ini. 

Baca Juga:
Warisi Sanitasi yang Layak Bagi Masyarakat, FIFGROUP Resmikan Kampung Sehat STBM di Lebak Bulus, Jakarta

Organisme di zona abisal harus menahan tekanan 500 hingga 600 kali lebih tinggi dari tekanan atmosfer di permukaan air. 

Apa dan bagaimana kerajaan abisal terbentuk? 

"Ini adalah zona lautan yang dimulai pada kedalaman 4.000 meter," kata Covadonga Orejas Saco del Valle, peneliti di Pusat Oseanografi Gijon, bagian dari Institut Oseanografi Spanyol (CSIC). 

Covadonga berkata, sangat sedikit data yang telah diketahui tentang zona ini. 

Sebagai perbandingan, permukaan Bulan dan Mars sudah sepenuhnya dipetakan, tapi baru 20% dasar laut yang telah eksplorasi. 

Zona abisal mencapai hingga kedalaman 6.000 meter. Lapisan berikutnya disebut zona hadal. 

Sebagian besar dasar laut berada pada kedalaman sekitar 4.000 hingga 5.500 meter. 

"Ada bagian lain dalam sebuah palung di mana Anda dapat mencapai kedalaman 10.000 sampai 15.000 meter, tapi itu hanya 5 atau 6% dari planet ini," kata Pedro Martínez Arbizu, ahli biologi kelautan dan peneliti di Senckenberg Natural History Museum, Jerman. 

Di zona abisal, organisme memakan apapun yang jatuh dari permukaan laut. 

Lantas seperti kondisi dunia ekstrem itu dan siapa yang tinggal di sana? 

Tekanan air di zona abisal sangat besar. 

"Tekanannya mencapai 500 sampai 600 atmosfer. Itu setara 500 hingga 600 kali lebih besar dari tekanan atmosfer di permukaan Bumi," kata Martínez. 

Di sisi lain, kata Covadonga, suhu di zona abisal sangat rendah, antara 2 dan 3 derajat celsius. Di lapisan laut ini juga sama sekali tidak terdapat cahaya. 

"Fauna yang hidup di zona ini bervariasi dan tergolong dalam berbagai kelompok taksonomi, dari organisme kecil hingga spesies ikan yang berbeda," ujar Cavadonga. 

"Penelitian ini menunjukkan bahwa binatang yang hidup di sana lebih beragam dari yang pernah diperkirakan sebelumnya," kata dia. 

Karena tidak ada cahaya yang mencapai kedalaman ini, fotosintesis tidak mungkin terjadi di zona abisal. 

Martínez Arbizu berkata, organisme di zona abisal hanya memakan yang jatuh dari permukaan laut atau yang biasa disebut dengan terminologi salju laut. 

"Yang tersedia untuk dikonsumsi adalah sisa-sisa ganggang dan bangkai penghuni kecil zooplankton yang jatuh sedikit demi sedikit dan mencapai kedalaman itu," ucapnya. 

Walau begitu, Martinez menyebut hanya 5% dari sumber makanan itu yang dapat mencapai zona ini. Sisanya dikonsumsi penghuni laut lainnya saat masih di permukaan atau dalam perjalanan melalui kolom air. 

Spesies di zona abisal sepenuhnya beradaptasi dengan kondisi ekstrem di ekosistem ini. 

Ramon Massana, peneliti di Institut de Ciencies del Mar (CSIC) di Barcelona, menjelaskan bahwa organisme yang hidup di zona abisal adalah berbagai macam binatang seperti nematoda, krustasea, dan annelida. 

Ada juga eukariota mikroba dan prokariota. "Mereka adalah spesies yang sudah sepenuhnya beradaptasi dengan kondisi ekstrem ini," kata Ramon. 

Eukariota adalah organisme, yang sama seperti tumbuhan, hewan, dan manusia, terdiri dari sel-sel eukariotik dengan nukleus yang dilindungi membran. 

Adapun prokariota merupakan mikroorganisme seperti bakteri, yang selnya (prokariota) tidak memiliki nukleus yang pasti. 

Sekitar dua pertiga dari satwa yang ditemukan di zona abyssal tidak dapat dimasukkan dalam kelompok fauna yang sudah lebih dulu dikenal. 

Mengapa begitu sedikit yang diketahui tentang zona bawah laut ini? 

Studi terbesar tentang zona abisal ini merupakan hasil dari kolaborasi internasional. Sampel yang dikaji para peneliti berasal dari 15 ekspedisi berbeda. 

"Ini adalah ekosistem yang sulit diakses, itu sebabnya hanya sedikit yang telah kita ketahui," kata Cavadonga. 

"Dan anggaran penelitian ini sangat besar. Oleh karena itulah penyatuan riset dan sumber daya serta membangun kolaborasi internasional seperti ini sangat penting," tuturnya. 

Martínez Arbizu mencontohkan, untuk mengambil sampel dengan kapal keruk di kedalaman 5.000 meter, dibutuhkan kabel sepanjang lebih dari 10 kilometer. Dia berkata, hanya sedikit kapal yang memiliki kapasitas seperti itu. 

Semua proses kehidupan fauna yang hidup di alam abisal berlangsung sangat lambat. Jika ekosistem ini rusak, butuh waktu ratusan tahun untuk pulih. 

Apa yang terungkap dalam riset itu? 

Para ilmuwan menganalisis 1.700 sampel air dan sedimen dari zona abisal. Mereka juga meneliti dua miliar sekuens DNA. 

Hasil pengurutan besar-besaran ini kemudian dibandingkan dengan sampel dari berbagai tingkat kolom air di semua lautan dunia. 

"Temuan utama riset ini bertujuan menemukan ciri keragaman besar yang mendiami zona abisal dan hadal, sekaligus memprediksi seberapa banyak yang masih harus ditemukan di sana," kata Cavadonga. 

"Studi ini menunjukkan bahwa keanekaragaman di dasar laut ternyata sangat tinggi, bahkan hingga tiga kali lebih besar. 

"Semua ini menunjukkan kepada kita gambaran baru kehidupan di sedimen bawah laut," ujarnya. 

"Temuan ini mengejutkan," kata Martínez Arbizu, "karena pada kenyataannya hampir semua kelompok hewan memiliki keluarga di zona abyssal." 

"Mereka bisa berupa bintang laut, krustasea seperti udang kecil, karang, bunga karang, walau bentuknya berbeda dari apa yang kita ketahui di permukaan," ujar Martinez. 

Sekitar dua pertiga dari satwa di zona ini tidak dapat dimasukkan ke kelompok yang selama ini sudah dikenal. 

"Spesies ini baru, belum ada yang menyelidikinya, tidak ada referensi di pusat data internasional. Sering kali kita tidak tahu mereka berasal dari kelompok hewan yang mana," ucap Martínez. 

Cavadonga berkata, DNA purba yang tersimpan di zona ini akan berkontribusi untuk merekonstruksi karakteristik samudera pada masa lalu. 

Covadonga Orejas Saco del Valle adalah peneliti di Pusat Oseanografi Gijon, milik Institut Oseanografi Spanyol (CSIC). 

Mengapa penelitian ini dikatakan menyajikan pandangan terpadu tentang DNA di laut? 

Penelitian ini menyajikan pandangan terpadu pertama tentang keanekaragaman hayati eukariotik lautan dalam skala global, yang didasarkan pada analisis DNA dari permukaan laut hingga sedimen laut dalam. 

Oleh karena itu, hasil riset ini diyakini bisa menjadi basis mengatasi masalah ekologi laut dalam skala global untuk pertama kalinya. 

"Sebelum penelitian ini, hasil riset di sejumlah lokasi zona bawah laut telah dipublikasikan, seperti ekspedisi Malaspina dan TaraOceans," kata Ramon Massana. 

Ramon berujar, penelitian itu telah mengkarakterisasi keragaman plankton eukariotik mikroba di permukaan laut secara global. 

"Namun ada pengetahuan yang sangat parsial dan terfragmentasi tentang keragaman kehidupan di laut dalam", tuturnya. 

"Dalam studi ini, data yang dikumpulkan dalam 15 ekspedisi internasional disatukan. Ini memungkinkan kami memberikan pandangan umum tentang keanekaragaman di zona bentik." 

(Bentos, yang dalam bahasa Yunani bermakna dasar laut, adalah istilah untuk organisme yang hidup di dasar laut. Ini berbeda dengan organisme yang hidup di kolom air seperti plankton) 

Ramon berkata, berkat penelitian baru, untuk pertama kalinya kedua komponen ini, plankton dan bentos, dapat dibandingkan dalam skala global. 

Keragaman spesies di zona abisal tiga kali lebih tinggi daripada di zona laut lainnya. 

Apa peran kerajaan abisal dalam "bom biologis"? 

Aspek kunci dari penelitian ini adalah bahwa para ilmuwan berhasil membedakan DNA organisme planktonik yang bangkainya jatuh ke dasar laut, dari DNA organisme asli yang hidup di zona abisal. 

Perbedaan ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang dikenal sebagai "pompa biologis" alias proses mengalirkan karbon dioksida atmosfer ke laut dalam, yang kemudian mengatur iklim globaldan mengurangi dampak perubahan iklim. 

"Ekosistem bentos dasar laut adalah dasar dari dua jasa ekosistem penting yang penting secara global," kata Ramon. 

Di sisi lain, Ramon menyebut bentos juga berpartisipasi dalam daur ulang nutrisi anorganik. 

"Bahan organik yang mencapai daerah ini diremineralisasi. Dalam jangka panjang, nutrisi anorganik akan kembali ke lapisan permukaan untuk memungkinkan fotosintesis." 

"Di sisi lain, sebagian karbon yang mengendap tersimpan dalam sedimen dalam skala waktu geologis," kata Ramon. 

"Ini merupakan pompa karbon biologis: fotosintesis menangkap CO2 di atmosfer, sebagian kecil mengendap dan tetap diasingkan di sedimen yang dalam. 

"Proses ini berkontribusi mengurangi sebagian dampak kontribusi CO2 ke atmosfer akibat penggunaan bahan bakar fosil," ujarnya. 

Apakah ekosistem di zona bentik terancam? 

Cavadonga menekankan relevansi penelitian ini untuk merancang strategi pengelolaan dan perlindungan yang memadai untuk ekosistem laut dalam, "yang unik dan secara fungsional sangat penting." 

Kerajaan abisal, menurut Martínez Arbizu, seperti harta karun. 

Dia berkata, enzim atau produk potensial lainnya yang diperlukan dapat ditemukan di dalam tubuh organisme ini. 

"Hal yang sama terjadi dengan hutan di Amazon, jika kita menghancurkan semua keanekaragaman itu, kemampuan menemukan solusi untuk masalah masa depan juga akan hilang," kata dia. 

Saat ini sejumlah kalangan tertarik untuk mengekstraksi mineral dari dasar laut. 

"Sejauh yang kami tahu, efeknya akan cukup negatif," kata Martínez. 

"Area yang bisa terkena dampak penambangan, misalnya dari nodul mangan, cukup besar. 

"Karena suhu rendah, semua proses vital fauna yang hidup di sana sangat lambat. 

"Jika Anda merusak ekosistem di perairan dalam untuk memulihkannya, itu akan memakan waktu bertahun-tahun, kami berpikir mungkin 50, 100, 200 tahun atau bahkan lebih," ujar Martinez.(fhm/sumber:BBC)