Oleh : Redaksi
LONDON (BeritaTrans.com) - Seorang pensiunan terpaksa naik bus sepanjang hari karena tak mampu membayar listrik untuk menghangatkan rumahnya, saat udara dingin masih terasa di Inggris sementara harga energi terus melonjak akibat perang Rusia Ukraina.
Good Morning Britain adalah yang pertama mengungkap kisah seorang pensiunan bernama Elsie, yang biaya energi di kondominiumnya telah meningkat dari 17 poundsterling (Rp 306.651) menjadi 85 poundsterling (Rp 1,5 juta) per bulan.
Baca Juga:
BPTJ: Generasi Muda, Ayo Naik Transportasi Umum
Untuk dapat menggunakan tiket akses bebas bus (kartu kebebasan) fasilitas dari pemerintah, Elsie terpaksa meninggalkan rumah lebih awal.
Dengan begitu, dia bisa tetap berada di bus sepanjang hari dan menghindari penggunaan energi di rumah.
Baca Juga:
DAMRI Punya Rute Baru, Sawangan - Bandara Soekarno-Hatta
Simbol krisis biaya hidup
Tak hanya harus mengurangi beban penggunaan energi, Elsie kehilangan berat badan, setelah mengurangi ongkos makan dengan hanya makan satu kali sehari.
Baca Juga:
DAMRI Sukses Dukung Turnamen Voli Kapolri Cup Tahun 2024 di Pontianak
Untuk lebih berhemat, nenek itu hanya berbelanja di sore hari ketika barang-barang “stiker kuning” yang lebih murah mulai dijual.
Bagi para tunawisma muda di ibu kota Inggris menaiki bus malam dengan rute yang panjang tapi murah, telah lama menjadi cara informal untuk memastikan mereka memiliki tempat untuk tidur, setidaknya selama beberapa jam setiap hari.
Tetapi sistem transportasi umum Inggris tidak terlalu populer sebagai sarana yang menawarkan “layanan ruang tamu bergerak” untuk pensiunan.
Kisah Elsie yang diulas Guardian, hingga Daily Mail, kini menjadi simbol kuat krisis biaya hidup di Inggris.
Wanita berusia 77 tahun itu terpaksa mencari cara termurah untuk tetap hangat, yakni dengan mematikan pemanas, meninggalkan rumah dan naik bus sepanjang hari menggunakan kartu bebas pensiunannya.
Dia hanyalah salah satu dari banyak "pilihan" yang coba dilakukan warga Inggris menurut laporan program media Inggris.
Warga Inggris saat ini terpaksa berjuang dengan pendapatan statis sementara biaya hidup meningkat tajam, dan tidak banyak lagi yang harus dihemat dan dihemat.
Kondisi terus memburuk
Dilansir dari Guardian pada Selasa (3/5/2022), Organisasi Age UK mengaku tidak mengetahui ada orang lain yang menggunakan “kartu kebebasan” bus mereka seperti Elsie.
Tetapi mereka mengatakan telah menerima "banyak" laporan pensiunan, yang secara drastis mengurangi: penggunaan pemanas, melewatkan makan atau membatalkan kegiatan sosial, atau bahkan mengasuh cucu.
Haydn Watkins (85 tahun), dari Vernham Dean di Hampshire, mengatakan dia belum putus asa.
“Apakah saya mengelola (pengeluaran)? Saya mungkin setengah jalan di sepanjang spektrum penghematan," katanya.
Watkins memiliki pensiun negara bagian dan pensiun mengajar kecil. Pendapatan itu masih harus dipotong tagihan pajak tahunan hampir 2.000 poundsterling (Rp 36 juta).
Sementara itu, tagihan listrik mengambil lebih dari 10 persen dari pendapatannya.
Watkins mengaku umumnya makan dua kali sehari dengan sederhana. Tetapi dengan kenaikan pensiun di bawah inflasi tahun ini, dan tagihan yang meningkat sebentar lagi, sulit untuk melihat segalanya menjadi lebih mudah segera.
“Saya di atas garis kemiskinan. Tapi ada perasaan bahwa keadaan akan menjadi lebih buruk,” ujar pria 85 tahun itu.
Bagi yang lain, ada sedikit ruang untuk berhemat dan menabung.
Rachel merawat suaminya, yang terbaring di tempat tidur dan menderita Alzheimer. Dia harus mencuci dan menggantinya tiga kali sehari, dengan mesin cuci dan pengering yang terus digunakan.
Tagihan bahan bakarnya saat ini 270 poundsterling (Rp 4,8 juta) sebulan, dan karena kesehatan suaminya, tagihan itu tidak dapat dipotong.
Kepala Kebijakan Age UK Christopher Brooks mengatakan kemiskinan pensiunan Inggris telah menurun sejak awal 2000-an, tetapi trennya mulai kembali meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Badan amal itu memperkirakan satu dari enam pensiunan berada dalam kemiskinan (setara dengan sekitar 2 juta orang) dan daya beli mereka menurun.
Tak punya pilihan
Kisah Elsie membuat Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang baru-baru ini menekankan dukungannya untuk Ukraina dengan mengunjungi Kyiv, dihadapkan langsung dengan realita sulit warganya sendiri di dalam negeri.
“Apa lagi yang harus dikurangi Elsie?” tanya Susanna Reid, presenter Good Morning Britain ketika mengonfrontasi Perdana Menteri Inggris dengan kisah Elsie.
"Saya tidak ingin Elsie mengurangi apa pun," jawab Johnson.
Perdana Menteri Inggris itu justru membanggakan program “kartu kebebasan” yang diperkenalkan pada masa pemerintahannya.
Johnson mengaku tidak punya banyak hal lain untuk ditawarkan kepada Elsie, yang telah menerima diskon rumah yang hangat dan tidak memenuhi syarat untuk potongan pajak.
“Jadi, Elsie harus berterima kasih padamu untuk tiket busnya?” tanya Reid dengan dingin.
Tanggapan Johnson mendapat sorotan keras dari politisi hingga warga Inggris.
Direktur amal Age UK, Caroline Abrahams menilai komentarnya atas kisah Elsie menunjukkan bahwa pemerintah "tidak memiliki jawaban yang jelas", untuk jutaan pensiunan yang berjuang ketika kenaikan harga yang besar menekan pendapatan tetap mereka.
"Tidak cukup baik (tanggapan pemerintah)," kicaunya.
Sementara itu, kebijakan Partai Buruh Inggris justru memberikan “rejeki nomplok” pada perusahaan energi yang pajaknya dipotong, dengan harapan memangkas tagihan bahan bakar di konsumen.
Wartawan keuangan konsumen Martin Lewis menyoroti bagaimana Perdana Menteri (PM) Inggris, sebagai perencana penghematan biaya yang cerdik untuk konsumen, telah kehabisan pilihan. Untuk itu, intervensi politik sekarang diperlukan.
"Saya berdoa PM kembali ke No.10 (kantor pemerintah Inggris) dan merenungkan penderitaan Elsie," kicau Lewis.(fh/sumber:kompas)