Djoko Setijowarno: Pengemudi Ojek Daring tidak hanya dari Pengangguran, Ini Hasil Survei Baketrans

  • Oleh : Naomy

Senin, 10/Okt/2022 08:44 WIB
Ojek online/daring (dok) Ojek online/daring (dok)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Djoko Setijowarno,  Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat menyampaikan bahwa mereka yang memilih menjadi pengemudi ojek dalam jaringan (daring) tidak seluruhnya berasal dari penggangguran alias job less.

"Ada anggapan pemerintah yang keliru selama ini, bahwa bisnis transportasi daring telah membuka lapangan pekerjaan baru. Nyatanya, hasil survey Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan tahun 2019, menyebutkan pekerjaan sebelum menjadi pengemudi ojek daring tanpa pekerjaan (pengangguran) 18 persen," katanya, Senin (10/10/2022). 

Baca Juga:
Beberkan Hasil Survei Balitbanghub Jelang Lebaran, Djoko Setijowarno Ingatkan Perlunya Antisipasi Dini Arus Mudik

Tahun 2022, Kembali dilakukan survey Badan Kebijakan Transportasi (Baketran Kementerian  Perhubungan, hasilnya tanpa pekerjaan (pengangguran) 16,09 persen saja.

Menindaklanjuti Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, Baketrans Kemenhub melakukan survei untuk mengetahui persepsi masyarakat pengguna dan pengemudi ojek online terhadap penyesuaian biaya jasa (tarif) ojek online, yang diberlakukan mulai Ahad (11 September 2022).

Survey dilakukan rentang waktu 13 – 20 September 2022 dengan media survei online. Sampling adalah penduduk Jabodetabek pengguna ojek online dengan metode sampling kurang lima persen. 

Wilayah survei Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, sebanyak 2.655 responden masyarakat pengguna ojek online dan 2.016 responden mitra ojek online.

Pengguna jasa masyarakat pengguna jasa ojek online didominasi oleh pria (53 persen), pekerjaan sebagai karyawan swasta (35,40 persen) dan pendapatan per bulan terbanyak di bawah Rp3 juta. 

Dari segi pengeluaran, kebanyakan menghabiskan kisaran Rp10 ribu – Rp25 ribu (51,41 persen) untuk pemesanan ojek online dan kurang dari Rp25 ribu (41,47 persen) untuk transportasi lainnya. 

"Kebanyakan masyarakat mengaku alasan menggunakan ojek online karena lebih praktis (37,29 persen) dan lebih cepat (32,28 persen)," kata dia mengulas hasil survei Baketrans.

Aplikasi yang paling sering digunakan adalah Gojek (59,13 persen), diikuti Grab (32,24 persen), Maxim (6,93 persen), InDriver (1,47 persen) dan lainnya (0,23 persen). 

Sistem pembayaran yang disukai cash dan uang elektronik (41,69 persen), uang elektronik (32,532 persen) dan cash (25,69 persen). 

Frekuensi menggunakan ojek online per minggu tervanyak 1 – 3 hari per minggu (50,24 persen).

Kebanyakan masyarakat menggunakan ojek online dari rumah (70,62 persen) ke tempat kerja (29,57 persen). Jarak tempuh terjauh 4 – 8 km (41,24 persen) dengan maksud menggunakannya untuk bekerja/bisnis (57,74 persen).

Masyarakat menyatakan tairf yang berlaku wajar (52,32 persen). Reaksi terhadap biaya jasa (tarif) terbaru memilih tetap menggunakan sebanyak 49,76 persen dan beraliha atau mengurangi frekuensi penggunaan 50,24 persen.

Sementara pengemudi ojek daring, dari hasil survei, didominasi pria (81 persen) dengan usia terbanyak 20 – 30 tahun (40,63 persen) serta lama bergabung menjadi pengemudi ojek online terbanyak kurang dari satu tahun (39,38 persen).

Status sebagai pekerjaan utama 54 persen dan sebagai pekerjaan sampingan 46 persen. 

"Pendapatan per hari pengemudi hampir sama dengan biaya operasionalnya. Terbanyak rata-rata pendapatan per hari Rp 50 ribu – Rp 100 ribu (50,10 persen) dan biaya operasional per hari terbanyak kisaran Rp 50 ribu – Rp 100 ribu (44,10 persen)," ungkapnya.

Banyaknya pesanan sebelum pemberlakuan tarif baru 5 – 10 kali (46,88 persen) dan sesudah pemberlakuan tarif kurang dari lima kali (55,65 persen).

Pengemudi mengaku jarang mendapatkan bonus (52,08 persen) dari aplikator dan sebagian besar menyatakan tidak pernah (37,40 persen) mendapatkan bonus dari aplikator. 

"Sementara untuk mendapatkan tip dari penumpang juga jarang (75,79 persen)," kata Djoko.

Dengan adanya pemberlakuan tarif baru, ditambahkannya, sebagian pengguna jasa ojek online
mengurangi penggunaan dan tak sedikit yang berpindah ke angkutan lain. 

Secara umum, terlihat masyarakat belum memahami rincian biaya jasa (tarif) ojek online yang dikenakan. Penyesuaian (kenaikan) tarif ojek online, yang hampir bersamaan dengan kenaikan harga BBM cukup dirasakan oleh masyarakat. 

Namun sebagian masyarakat memahami bahwa kenaikan tarif bertujuan untuk kesejahteraan pengemudi. 

Beberapa masukan dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemudi ojek online di antaranya mengenai penyesuaian tarif, pengadaan bonus/reward, peningkatan pelayanan, penurunan potongan aplikator, dan penurunan harga BBM. 

Pengeluaran pengemudi lebih besar daripada penghasilannya.

Hal ini merupakan salah satu dampak dari penyesuaian (kenaikan) tarif yang jumlah pesanan (order) cenderung menurun, sehingga berdampak pada penghasilan pengemudi. 

Aspek keselamatan belum menjadi perhatian utama dari pengemudi ojek online. 

"Hal ini terlihat dari waktu operasi pengemudi yang belum memerhatikan aspek kelelahan yang akan berpengaruh terhadap keselamatan terlihat dari jam kerja yang didominasi 6-12 jam/hari (42,85 persen)," bebernya. (omy)