Tarif KRL buat "yang Berdasi" Bakal Lebih Mahal, YLKI: Kebijakan Aneh

  • Oleh : Fahmi

Rabu, 28/Des/2022 15:29 WIB
Foto:Istimewa Foto:Istimewa

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pemerintah akan melakukan penyesuaian terkait tarif KRL atau kereta commuter untuk kelompok kaya. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan penyesuaian ini untuk subsidi yang tepat sasaran.

Budi menjelaskan skema subsidi tepat guna ini akan membuat tarif atau tiket KRL untuk masyarakat yang tergolong mampu menjadi lebih mahal, karena tanpa subsidi.

Baca Juga:
Libur Lebaran Usai, KAI Commuter Layani Lebih 954 Ribu Penumpang KRL Tiap Harinya

Nantinya, menurut Budi akan ada kartu baru yang diterbitkan untuk membedakan profil para penumpang KRL.

Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan jika rencana kebijakan pemerintah tidak adil dari sisi kebijakan publik.

Baca Juga:
KAI Commuter Prediksi 900 Ribu Lebih Penumpang KRL Jabodetabek di Hari Pertama Kerja Usai Libur Lebaran

Dia menyebut seharusnya ada dua opsi untuk transportasi publik ini. "Opsinya adalah naik tarif atau tambah dana PSO)," kata dia dalam keterangannya, Rabu (28/12/2022).

Tulus mengatakan hal tersebut bisa dipilih salah satu dan tak bisa keduanya dilakukan. "Wacana Menhub yang akan memberlakukan sistem tarif berbeda untuk penumpang berdasi, sulit diimplementasikan dan tidak lazim," ujarnya.

Baca Juga:
Stasiun Integrasi KRL dengan KA Lokal, KAJJ, LRT hingga KA Bandara Terjadi Peningkatan Penumpang, KAI Commuter: Memudahkan Perjalanan Mudik Masyarakat

Menurut Tulus sebaiknya orang-orang berdasi yang menggunakan KRL bisa diberikan insentif salah satunya adalah dengan tarif KRL yang murah. Hal ini karena orang tersebut sudah mau meninggalkan kendaraan pribadi mereka dan mau menggunakan angkutan umum.

"Coba kalau mereka menggunakan kendaraan pribadi akan menambah kemacetan dan polusi. Aneh kalau mereka justru akan dikenakan disinsentif dengan tarif mahal saat naik KRL," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan agar subsidi tepat sasaran, maka diperlukan skema yang tepat. Salah satu caranya, akan ada kartu baru yang diterbitkan untuk membedakan profil penumpang KRL. Seharusnya, penumpang mampu tak ikut menikmati subsidi karena tarif asli KRL saat ini di atas Rp 10.000.

"Kalau semua subsidi akhirnya didapat kepada masyarakat yang membutuhkan, contoh di Jakarta kita gunakan KRL hanya (sekitar) Rp 4.000, itu cost-nya mungkin Rp 10-15 ribu yang sebenarnya," kata Budi Karya dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (27/12) kemarin.(fhm/sumber:detik)