Tolak ERP, Pengemudi Ojol: Pikirkan Nasib Driver yang Dapat Pesanan di Jalan Berbayar

  • Oleh : Redaksi

Sabtu, 21/Janu/2023 16:53 WIB
Ilustrasi ERP atau jalan berbayar(Shutterstock) ((Shutterstock)) Ilustrasi ERP atau jalan berbayar(Shutterstock) ((Shutterstock))

JAKARTA (Beritatrans com) - Sejumlah pengemudi ojek daring menolak jika pengendara sepeda motor bakal dikenai tarif layanan sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP).

Sebab, kebijakan ini dirasa dapat merugikan mereka lantaran memengaruhi pendapatan sehari-hari.

Coba dipikirkan lagi gimana nanti nasib driver yang harus lewat jalan yang ada sistem ERP-nya," ucap Uus (28), salah satu pengemudi ojek daring saat ditemui di Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (18/1/2023).

Baca Juga:
Longsor di Jalan Tol Bocimi GT Parungkuda, Mobil Terperosok

Uus, sudah bekerja sebagai pengemudi ojek daring sejak 2021, mengungkapkan bahwa rata-rata pendapatan hariannya adalah Rp 120.000.

 "Hitunglah minimal Rp 5.000 per masuk jalan berbayar. Kalau harus lewat sebanyak 10 kali sehari, berarti saya habis Rp 50.000 cuma buat bayar ERP aja," terang dia.

Baca Juga:
Melihat Jalan Tol Terpanjang se-Indonesia Dibangun di Atas Laut dan Hubungkan 3 Pulau Sekaligus

Pengemudi ojek daring lainnya, Ari (24) juga turut mengkritisi rencana penerapan ERP. Ia menilai kebijakan ERP belum cocok diterapkan di Jakarta.

"Apalagi dengan tarif sebesar Rp 5.000-Rp 19.000 untuk sekali jalan, untuk motor, ini sangat lah berat, terutama untuk para ojol (ojek online)," ujarnya ditemui di Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo.

Baca Juga:
Besaran Tarif Tol Serpong-Cinere Terbaru Setelah Harga Naik

Ari menambahkan, sepengetahuannya, setiap kendaraan harus memiliki On Board Unit (OBU) untuk melintasi jalur dengan ERP. Ia pun mempertanyakan sistem pembelian dan pemasangan OBU.

"Apakah pengendara harus beli sendiri? Atau disubsidi? Atau gratis? Gimana pemasangan dan dimensi barangnya?" tutur Ari.

"Kecuali pemerintah punya mekanisme alat yang lain, yang pasti tidak akan memakan biaya yang sedikit," sambung dia.

Harusnya, terang Ari, pemerintah memperkuat transportasi publik terlebih dulu yang sudah dipastikan bisa efektif mengatasi macet.

Ia menilai sistem ERP masih belum terbukti efisiensinya, dan dirasa hanya akan menambah masalah dan kerumitan baru.

Ari merasa sistem ERP ini hanya akan memindahkan kemacetan dari satu titik ke titik lainnya.

"Bayangin gimana penumpukan kendaraan di ruas jalan lain untuk menghindari jalur ERP. Kebijakan ini akan membuat ekonomi lesu karena membengkaknya pengeluaran," jelas Ari.

"Kemudian tidak efisiennya waktu. Pasti akan lebih macet atau jauh, serta tidak efisiennya penggunaan kendaraan roda dua untuk sektor tertentu kayak ojol," sambung dia.

Heri (40), pengemudi ojek daring lainnya, mengatakan hal yang serupa. Menurut dia, seharusnya masyarakat tidak dibebani saat hendak melintasi jalur tertentu

. "Kalau tujuannya buat kurangin pemotor atau pemobil, biar semua pada naik kendaraan umum gitu. Kenapa enggak diperbaiki dulu (kendaraan umum)?," tutur Heri.

Ia pun menyarankan agar pemerintah sebaiknya memperbanyak rute dan armada TransJakarta. Ini dapat membantu masyarakat untuk bisa bepergian kapan saja dan ke mana saja.

"Perbanyak rute dan armada Transjakarta gitu, biar orang yang harus jalan jam segini, enggak harus nunggu jadwal jam segitu. Ini kan buang-buang waktu," kata Heri.

"Belum lagi suka pada desak-desakkan di dalem, sepenglihatan saya sih mungkin ini karena busnya dikit tapi rute banyak ya. Menurut saya mending dipikirkan ulang biar kebijakan juga nguntungin warga kecil kayak kita, bukannya bikin semakin melarat," sambung dia.

Pengendara sepeda motor juga kena tarif ERP

Pengendara motor dipastikan bakal dikenai tarif layanan sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP).

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo berujar, kepastian soal pengemudi motor dikenai tarif telah dicantumkan dalam Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik (PL2SE).

"Dalam usul kami, di dalam usulannya (Raperda PL2SE), roda dua (termasuk pengendara yang dikenai tarif layanan ERP)," ujar Syafrin di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/1/2023).

Namun, belum diketahui tarif yang diterapkan untuk pengendara sepeda motor.

Usulan Dishub DKI, pengendara kendaraan bermotor/berbasis listrik yang melewati jalan berbayar akan dikenai tarif antara Rp 5.000-Rp 19.000.

ERP nantinya akan berlaku setiap hari mulai pukul 05.00 WIB sampai 22.00 WIB di 25 jalan di Ibu Kota.
(ny/Sumber:Kompas.com)