Kebiasaan Orang RI: Nabrak Kabur, tapi kalau Dirugikan Berhenti

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 01/Feb/2023 08:15 WIB
Ilustrasi (Foto.dok) Ilustrasi (Foto.dok)

Jakarta  (Beritatrans.com) - Akhir-akhir ini ramai kasus tabrak lari. Tabrak lari dinilai sebagai tindak kejahatan. Bahkan, kasus tabrak lari berujung korban tewas.

Dari kacamata keselamatan berkendara, tindakan tabrak lari sangat tidak dibenarkan. Jika terlibat kecelakaan, seharusnya pengendara berhenti dan bertanggung jawab.

Sony Susmana, praktisi keselamatan berkendara dari Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), mengatakan ada kebiasaan pengendara di Indonesia yang asal ngegas kendaraannya. Mereka tidak memikirkan risiko dan dampak dari tindakannya.

"Saya mau bahas faktor 'kebiasaan', pengemudi-pengemudi khususnya di Indonesia. Mengemudi hanya sebatas injak pedal gas karena dikejar waktu tempuh. Sehingga ada risiko-risiko yang merugikan orang lain diabaikan. Tapi, pasti berhenti kalau merugikan dirinya," ujar Sony, Selasa (31/1/2023).

Menurutnya, tanggung jawab jarang dilakukan pengendara ketika terlibat kecelakaan. Bahkan, lebih sering pengendara yang terlibat kecelakaan memilih 'cuci tangan' dan kabur.

"Korbannya selalu dianggap salah. Empati terhadap korban, terlepas salah atau benar, lakukan tanggung jawab dengan melakukan pertolongan atau meminta maaf dahulu," sebut Sony.

Hal ini, lanjutnya, adalah sebuah kebiasaan dan tanggung jawab yang harus dipupuk setiap saat. Sebab, menurutnya, dalam kondisi panik dan kaget, pengendara biasanya melakukan kebiasaan.

Adapun jika terlibat kecelakaan ada tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, berhenti karena itu adalah bentuk pertanggungjawaban. Kedua lihat korban akibat dari kecelakaan, beri dan tawarkan pertolongan sebagai bentuk empati.

"Lapor polisi terdekat, cari saksi dan arsipkan lewat foto," kata Sony.

Baca Juga:
Waspada! Pemerasan Berkedok Tabrak Lari, Ini Pentingnya Dashcam di Mobil

Sanksi Pelaku Tabrak Lari
Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto mengatakan, dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan kecelakaan dengan modus tabrak lari dikelompokkan dalam pasal 316, yakni sebuah kejahatan. Sedangkan ketentuan pidana dalam kecelakaan dengan modus tabrak lari itu dapat dikenakan Pasal 312 Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang LLAJ dengan ancaman penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75.000.000.

Namun, pelaku tabrak lari bisa saja dikenakan sanksi lebih berat. Menurut mantan Kasubdit Gakkum Polda Metro Jaya itu, tabrak lari bisa dikenakan pasal berlapis.

"Pasal 312 dapat dikenakan sebagai sanksi pemberat dapat Yuntokan atau dikenakan pasal berlapis sesuai ketentuan Pidana yang diatur salam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tergantung dari akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut," jelasnya.
(ny/Sumber:detik.com)