Oleh : Naomy
BATAM (BeritaTrans.com) – Menjadi salah satu negara yang lalu lintas lautnya padat, kasus kecelakaan atau insiden kapal di Indonesia masih acapkali terjadi.
Kecelakaan tersebut menimbulkan risiko, salah satunya adalah keberadaan kerangka kapal dan muatannya.
Baca Juga:
Rakernis KPLP Bahas Isu Kecelakaan Kapal dan Kerangka Kapal
Akibatnya, kelancaran aktivitas pelayaran terhambat serta membahayakan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran.
Direktur Kesatuan Penjagaan Laut Dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Jon Kenedi menyampaikan, upaya penanganan kerangka kapal yang mengalami musibah di laut harus segera dilakukan karena dapat menimbulkan persoalan lanjutan, yang berisiko bagi keselamatan dan keamanan pelayaran.
Baca Juga:
Direktur KPLP Tinjau Kesiapan Armada di Pangkalan PLP Tanjung Uban Jelang Libur Nataru
Untuk itu, pemberlakuan asuransi penyingkiran kerangka kapal (wreck removal) wajib diberlakukan.
“Perlu adanya jaminan asuransi atau kerja sama dengan perusahaan asuransi yang memiliki dasar hukum yang sah sebagaimana diatur dalam Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kapal, 2007, yang mengatur kewajiban asuransi penyingkiran kerangka kapal (wreck removal),” urai Jon Kenedi di Batam, Rabu (15/11/2023).
Baca Juga:
Jelang Nataru, Kemenhub Perkuat Peningkatan dan Pengawasan Kespel di Pelabuhan Sanur
Urgensi tersebut yang mendasari digelarnya Workshop Ship Insurance Liability Based International Provisions bagi seluruh Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan.
Pihaknya mengatakan, pembekalan ini diperlukan untuk mempersiapkan langkah percepatan penanganan kerangka kapal di wilayah kerja masing-masing.
“Terutama dari sisi pembiayaan oleh pihak asuransi kapal (wreck removal insurance) dengan waktu yang terukur yaitu paling lama 180 hari kalender sejak kapal mengalami kecelakaan,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Wreck Removal Insurance merupakan asuransi yang memberikan perlindungan dari risiko kewajiban biaya atas penyingkiran kerangka kapal (wreck removal) oleh otoritas pelabuhan yang dapat diperluas dengan risiko tanggung jawab pencemaran polusi.
Wreck removal yang dimaksud, termasuk kewajiban atas biaya-biaya dan pengeluaran-pengeluaran untuk pengangkatan, pemindahan, penghancuran, pengapungan atau penandaan bangkai kapal atau kargo milik tertanggung, peralatan atau harta benda yang berada atau dibawa di atas kapal tersebut.
Namun dengan ketentuan, tertanggung diwajibkan secara hukum untuk melakukan operasi atau menanggung biaya-biaya tersebut.
Jon menegaskan, percepatan penyelesaian penanganan kerangka kapal ini dapat berimplikasi dengan kepentingan-kepentingan lainnya.
“Prinsipnya, kita harus tetap mengedepankan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran, perlindungan lingkungan maritim serta kelancaran aktivitas pelayaran sebagai pendukung moda transportasi laut untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat,” tutupnya. (omy)