Ditjen Hubla Gelar Sosialisasi Penerapan Unclos 1982

  • Oleh : Naomy

Senin, 14/Okt/2024 16:02 WIB
Dirjen Hubla Dirjen Hubla

JAKARTA (BeritaTrans.com) – Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga keberlanjutan dan keamanan wilayah lautnya. Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyoroti implementasi United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos) 1982 di Indonesia.

Hal itu di mana tidak hanya memiliki peran penting untuk memastikan keselamatan keamanan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim, tetapi juga untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia. 

Baca Juga:
Dorong Investasi di Sektor Maritim, Kemenhub, Pelindo, INSA, dan Instansi Terkait Bersinergi

“Melalui Unclos, Indonesia dapat memperkuat kontrol terhadap wilayah perairannya, mengelola sumber daya alamnya dengan lebih efektif dan berkelanjutan, serta melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia,” jelas Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi saat membuka kegiatan Sosialisasi Penerapan United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos) 1982 di Perairan Indonesia yang digelar di Jakarta, Senin (14/10/2024). 

Indonesia, menurutnya, telah meratifikasi konvensi ini melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1985. 

Baca Juga:
Yes, Indonesia Masuk Kategori White List dalam Tokyo MoU 5 Tahun Berturut-turut

Penerapan Unclos memungkinkan Indonesia untuk mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) hingga 200 mil laut dari garis dasar, yang memberikan hak eksklusif untuk eksplorasi sumber daya alam di wilayah tersebut. 

Namun, pihaknya menjelaskan, terdapat beberapa tantangan besar dalam implementasi konvensi tersebut. 

Baca Juga:
Melalui Kampanye Kespel, Wujudkan Transportasi Laut Aman dan Berkelanjutan di Ternate

“Evolusi kejahatan transnasional seperti penangkapan ikan ilegal, eksploitasi sumber daya laut yang tidak berkelanjutan, serta klaim tumpang tindih dengan negara tetangga menjadi isu yang membutuhkan penyelesaian lebih lanjut,” tambahnya. 

Dia menekankan, perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut yang berdampak terhadap garis dasar maritim memerlukan adaptasi kebijakan dan strategi baru. 

“Kerangka hukum di bawah Unclos harus terus dikembangkan agar tetap relevan sebagai pedoman dalam mengatasi tantangan saat ini,” ucap Capt. Antoni.

Sistem Pelaporan Kapal di Perairan Indonesia

Di samping itu, sebagai bagian dari upaya meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan Laut telah menetapkan Keputusan Nomor KP-DJPL 455 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Pelaporan Kapal (Ship Reporting System). 

Keputusan ini merekomendasikan kapal-kapal yang masuk dan keluar perairan Indonesia untuk melakukan pelaporan kepada sarana telekomunikasi pelayaran. 

“Selain itu, kami telah menyiapkan pengawasan selama 24 jam yang dilakukan melalui Maritime Coordination Center (MCC), yang bertanggung jawab atas penyiaran informasi keselamatan pelayaran di seluruh wilayah Indonesia,” imbuhnya. 

Dengan sistem ini, diharapkan keselamatan dan keamanan pelayaran di perairan Indonesia dapat terjaga, sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 4 Tahun 2023.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kenavigasian Capt. Budi Mantoro, mengatakan, melalui edukasi dan sosialisasi ini diharapkan semua lapisan masyarakat, mulai dari regulator, operator pelayaran, hingga akademisi, memahami pentingnya Unclos 1982 dan urgensi dari kedaulatan perairan Indonesia sebagai tugas dan tanggung jawab bersama.

"Kami berharap sosialisasi ini dapat memaksimalkan manfaat dari penerapan Unclos 1982, sekaligus memastikan pengelolaan perairan yang berkelanjutan dan aman di masa depan. Dengan pengetahuan yang tepat, masyarakat juga diharapkan dapat berkontribusi dalam menjaga keselamatan pelayaran dan melestarikan lingkungan laut, serta mendukung kebijakan pemerintah berbasis pada Unclos," ungkap Capt. Budi.

Turut menjadi narasumber dalam sosialisasi ini di antaranya Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Republik Federal Jerman, Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kementerian Luar Negeri, serta Akademisi Universitas Gadjah Mada dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan mulai dari Kementerian/Lembaga hingga asosiasi, baik secara daring maupun luring. (omy)