Oleh : Naomy
FILIPINA (BeritaTrans.com) - Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan menghadiri 59th Conference of Directors General of Civil Aviation, Asia and Pacific Region, 2024 yang dilaksanakan di Cebu Mactan, Filipina pada 14 – 18 Oktober 2024.
Konferensi dengan tema “Shaping the Future of Aviation: Sustainable, Resilient, and Inclusive Aviation”, adalah bentuk partisipasi aktif Indonesia dalam mewujudkan sektor penerbangan yang berkelanjutan, tangguh, dan inklusif khususnya di wilayah Asia dan Pasifik.
Baca Juga:
Kemenhub Perkuat Sistem Manajemen Informasi Penerbangan
Konferensi ini merupakan pertemuan rutin tahunan para Direktur Jenderal Perhubungan Udara di kawasan Asia Pasifik dan menjadi salah satu agenda penting yang digelar oleh International Civill Aviation Organization (ICAO).
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Navigasi Penerbangan Syamsu Rizal, dalam kesempatan tersebut memaparkan discussion paper berjudul ”Enhancing Collaboration On The Development of CORSIA- Eligible Fuels and Emissions Units in the Asia Pacific Region”.
Baca Juga:
Indonesia Dukung Program ICAO Turunkan Emisi CO2 Sektor Penerbangan
Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation
(CORSIA) berfungsi sebagai langkah untuk mencapai Pertumbuhan Netral Karbon yang dimulai sejak tahun 2020.
CORSIA merupakan langkah untuk mengimbangi emisi CO2 melalui kemajuan teknologi, peningkatan operasional, dan penggunaan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel (SAF)).
Baca Juga:
Indonesia Terus Kembangkan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan
"Meskipun Faktor Pertumbuhan Sektor CORSIA (CORSIA Sector Growth Factor) adalah nol pada tahun 2021 dan 2022 karena Covid-19, dan mungkin juga pada tahun 2023, tapi ada potensi akan meningkat di tahun-tahun berikutnya," ujar Syamsu.
Hal ini berarti operator wajib memberikan kompensasi berdasarkan syarat CORSIA Eligible Emissions Unit (CEU) serta Bahan Bakar yang Memenuhi Syarat CORSIA Eligible Fuels (CEF) mulai tahun 2027 setelah tahap pertama (2024-2026).
Isu lainnya terkait dengan aviation environment adalah mengenai SAF yang merupakan kunci untuk mencapai emisi nol CO2 pada tahun 2050.
Namun, tingkat produksi SAF saat ini masih terlalu rendah untuk mencapai tujuan tersebut.
Untuk memastikan ketersediaan CEF dan CEU serta memenuhi target iklim jangka panjang, negara-negara Asia-Pasifik (APAC) harus bekerjasama guna mempercepat pengembangan dan ketersediaan CEF dan CEU.
Syamsu menuturkan, Singapore, Bangladesh, Malaysia, Australia dan Thailand mendukung dan bekerja sama dalam hal produksi SAF dan menyampaikan apresiasi kepada Indonesia yang telah mengedepankan CORSIA.
Selain itu IATA juga mendukung Indonesia dalam hal implementasi CORSIA dan bekerja sama dalam penyediaan CEF dan CEU.
Konferensi selama lima hari ini dihadiri 37 negara dan 10 organisasi internasional dengan jumlah total delegasi sebanyak 307 orang.
Dalam acara ini hadir pula 19 Direktur Jenderal Perhubungan Udara di kawasan Asia Pasifik dan 47 Head of Delegation.
Di sela-sela konferensi, Syamsu bersama delegasi Indonesia melakukan pertemuan bilateral serta menandatangani Memorandum of Understanding (MoU).
"Pada kesempatan ini kami juga melaksanakan MoU dengan Malaysia, Singapura dan Thailand, dan Filipina terkait Data and Information Sharing. Beberapa negara lain yaitu Vietnam, USA, Solomon Island dan organisasi Internasional yaitu ICAO dan IFALPA juga melakukan bilateral meeting dengan DGCA Indonesia," tutupnya. (omy)