Oleh : Naomy
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai keputusan pemberlakuan diskon 50% dari Kementerian Perhubungan terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) salah satunya pajak bandara atau pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U), kurang tepat.
Keputusan ini tertuang dalam dokumen Nota Dinas Nomor 1262/KUM/ND/2024 yang diteken 22 November 2024. Lewat Nota Dinas yang diterbitkan itu, diputuskan pengenaan tarif penerimaan negara bukan pajak hanya sebesar 50% terhadap pelayanan kebandarudaraan pada unit penyelenggara Bandara di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara selama masa hari raya Natal 2024 dan tahun baru 2025.
Baca Juga:
Menteri Erick Thohir Pastikan Harga Tiket Pesawat Turun saat Nataru: Semua harus Terencana
Pada putusan kedua Nota Dinas itu disebutkan jenis pelayanan jasa kebandarudaraan yang mendapat potongan tarif PNBP 50% terdiri dari pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U), pelayanan jasa pendaratan pesawat udara, pelayanan jasa penempatan pesawat udara, dan pelayanan jasa penyimpanan pesawat udara. Diskon PNBP jasa kebandarudaraan.
Keputusan itu berlaku untuk pelaksanaan penerbangan 19 Desember 2024 sampai 3 Januari 2025, dan periode pemesanan tiket penerbangan mulai 25 November 2024.
Baca Juga:
Menteri BUMN Erick Thohir Cek Harga Tiket Pesawat Nataru: Sudah Turun 10 Persen
"Keselamatan penerbangan itu paling penting dan utama, untuk masalah harga tiket sebetulnya ada unsur yang memang menjadi PR pemerintah untuk menstabilkan lagi, yakni nilai tukar dolar terhadap rupiah," tegas Agus menjawab BeritaTrans.com, Senin (25/11/2024).
Mengapa demikian? Hal itu kata dia sebab, pada saat penerapan ketentuan Tarif Batas Bawah (TBB) dan Tarif Batas Atas (TBA) bola tukar rupiah terhadap dolar masih di angka Rp14.000an.
Baca Juga:
Terkait Harga Tiket Pesawat, Menhub Ingatkan Operator Agar Tak Lewati Batas Atas
Sementara saat ini menembus angka Rp15.800an bahkan sempat menembus Rp16.000. Jadi ini adalah tugas pemerintah agar nilai tukar rupiah terus menguat.
"Karena komponen penerbangan banyak yang menyesuakan nilai tukar dolar, seperti harga avtur, harga sewa pesawat, hingga sparepart," ungkap Agus.
Dia menambahkan, bila penurunan biaya berdampak pada keselamatan, ini justru akan membahayakan industri aviasi Tanah Air.
Apalagi biasanya pada peak season itulah para operator penerbangan baik maskapainya maupun pengelola bandara, memperoleh masukan yang lebih karena meningkatnya jumlah penumpang.
"Diskon ini juga saya rasa tidak banyak berpengaruh pada pengguna jasa, toh selama ini juga jumlah penumpang banyak terus, saya hampir seminggu sejak terbang, bandara ramai dan penumpang pesawat penuh, hanya segelintir saja yang merasa harga tiket pesawat mahal," imbuh dia.
Dengan menguatnya nilai tukar rupiah, Agus memprediksi itulah unsur terpenting pada beban penerbangan dan harga tiket pesawat tentu saja akan ada penyesuaian. (omy)