Oleh : Naomy
JAKARTA (BeritaTrans.com) – Sejumlah kondisi pendangkalan alur pelayaran yang terjadi di berbagai pelabuhan di Indonesia.
Salah satunya di Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu, yang kini memicu tuntutan agar pengelolaan pelabuhan diserahkan dari PT Pelindo kepada pemerintah provinsi.
Baca Juga:
Kolaborasi Pemangku Kepentingan Pelabuhan, Kunci Kondusifitas Pelabuhan Tanjung Priok
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyoroti hal tersebut.
Dia juga menyoroti pendangkalan yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Api-api (Banyuasin, Palembang), Pelabuhan Luwuk Banggai (Sulawesi Tengah), Pelabuhan Mako (Timika), serta sejumlah alur pelayaran di Pontianak, Kumai, Sampit, Banjarmasin, dan Samarinda.
Baca Juga:
INSA Buka Suara Soal Kemacetan di Priok: Tidak Boleh Saling Menyalahkan, Mari Dukung untuk Perbaikan
"Kondisi pendangkalan yang parah di kawasan tersebut kerap menyebabkan kapal kandas atau bahkan mengalami kerusakan serius di bagian lambung bawah," tuturnya, Ahad (13/4/2025).
“Perlu dipahami bahwa alur pelayaran merupakan bagian penting dari transportasi laut dan aktivitas ekonomi suatu daerah. Bil terjadi pendangkalan, kapal-kapal tidak akan bisa keluar-masuk pelabuhan secara lancar. Ukuran kapal pun menjadi terbatas, yang berdampak pada mahalnya biaya logistik serta ketidakefisienan distribusi barang."
Baca Juga:
Pelni Sukses Selenggarakan Tiket Gratis Kemenhub dan Mudik Gratis BUMN di Libur Lebaran
Menurutnya, kondisi tersebut juga membahayakan keselamatan kapal dan muatan, serta dapat menghambat pertumbuhan ekonomi daerah akibat terbatasnya akses pelayaran.
Di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu dan alur pelabuhan Pontianak, kata Bambang, pendangkalan telah terjadi sangat parah akibat tidak dilakukannya pengerukan dalam kurun waktu lima hingga sepuluh tahun terakhir.
Kedalaman alur saat surut hanya berkisar 2 hingga 3 meter, sehingga kapal harus menunggu air pasang untuk melintas.
“Akibatnya, pelabuhan tidak mampu menerima kapal berukuran besar. Proses distribusi logistik menjadi terhambat, dan kapal-kapal harus antre selama berjam-jam bahkan berhari-hari hanya untuk bisa lewat. Tak jarang pula terjadi tabrakan antarkapal karena memperebutkan jalur yang cukup dalam,” urainya.
Dia juga menyampaikan bahwa insiden kapal kandas kerap terjadi selama beberapa hari, menyebabkan kerusakan pada lambung kapal dan mesin yang menyedot lumpur, yang tentu sangat membahayakan operasional pelayaran.
Alumnus ITS Surabaya ini mendesak Kementerian Perhubungan sebagai regulator untuk lebih serius menangani permasalahan pendangkalan ini dan menjalankan langkah strategis.
Menurutnya, normalisasi alur pelayaran merupakan tanggung jawab Kemenhub sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2021 tentang Alur Pelayaran dan Instalasi di Perairan.
“Kemenhub harus segera melakukan pengerukan di semua alur dan perairan sekitar pelabuhan yang mengalami pendangkalan, agar lalu lintas kapal berjalan lancar. Bila tidak dilakukan, Kemenhub bisa dianggap melanggar UU Pelayaran,” tegasnya.
Dia juga memperingatkan, kegagalan menormalisasi alur pelayaran dapat berdampak pada target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang diharapkan Presiden Prabowo Subianto.
Selain itu, hal ini juga berpotensi memperburuk posisi Indonesia dalam Logistic Performance Index (LPI), yang pada tahun 2023 menempatkan Indonesia di peringkat ke-63 dari 139 negara — jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
“Saya berharap ke depan, semua pihak yang terlibat — Kementerian Perhubungan sebagai regulator, Pelindo sebagai fasilitator, serta operator pelayaran, perusahaan forwarder, dan pemilik barang — dapat duduk bersama membahas solusi normalisasi alur pelabuhan yang bermasalah,” tutup Bambang. (omy)