Kritik buat Tender Bus Bandara Halim Perdanakusuma

  • Oleh :

Kamis, 06/Feb/2014 10:08 WIB


DI balik suksesnya operasional Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, terdapat Perum DAMRI. Perusahaan negara itu kontan menyatakan kesiapan penuh ketika diminta Kementerian Perhubungan untuk mengoperasikan bus di bandara tersebut.Opsi tunggal terhadap DAMRI memang logis. Selain memang menjadi perusahaan yang amat berpengalaman mengoperasikan bus bandara, DAMRI juga memiliki kekuatan emanajemen profesional dan dukungan finansial, armada serta SDM berkompeten.Maka menjelang Bandara Halim dioperasikan pada 10 Januari 2014, belasan bus DAMRI segera saja sudah disiapkan. Armada itu bukan mengurangi dari pelayanan ke rute-rute Bandara Soekarno-Hatta. Dengan planning terukur pengadaan bus, maka bus-bus anyar untuk bandara bisa diadakan tepat waktu.Proses panjang pengadaan armada dan memobilisasi dukungan finansial, plus penyiapan SDM, memperlihatkan bahwa operasional bus reguler di ssatu trayek bukan persoalan gampang. Apalagi operasionalnya mesti koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan tentu saja Polri.Dengan demikian, pernyataan DAMRI untuk sanggup mengoperasikan armada di Bandara Halim Perdanakusuma sejatinya merupakan ketegasan DAMRI untuk mendukung kebijakan pemerintah, apapun risikonya, termasuk di dalamnya mesti mem-planning dan mengerahkan tenaga serta dana ekstra untuk pengerahan armada tersebut.Perusahaan yang juga mengoperasikan armada perintis di begitu banyak pelosok tanah itu akhirnya mengoperasikan 16 armada dengan rute Bandara Halim Perdanakusuma ke Soekarno-Hatta, Bogor, Gambir, Pulogadung,Rawamangun dan Pulogebang.Prestasi ini sebelumnya diperlihatkan Perum DAMRI saat soft opening Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sejauh ini bahkan bus bandara DAMrI menjadi backbone angkutan darat pemandu bandara.Sungguh menjadi persoalan serius bila tidak ada support transportasi darat bersifat massal dan terjangkau daya beli masyarakat, dalam operasional suatu bandara. Dalam konteks ini sebaiknya dipahami bahwa orang yang datang ke bandara, bukan hanya penumpang pesawat yang sebagian berkantong tebal, tetapi juga pegawai yang bekerja di bandara. Mereka tentu butuh angkutan umum yang murah, berjumlah cukup, nyaman dan aman.Adalah wajar saja bila Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN dan PT Angkasa Pura II memberikan apresiasi tinggi terhadap DAMRI. Apresiasi itu juga teramat baik berbasis kepada realita bahwa DAMRI dapat bekerja dengan memainkan fungsinya sebagai dinamisator dan stabilisator transportasi darat.TENDERApresiasi itu adalah wajar bila memberikan golden tiket kepada DAMRI untuk menjadi operator tunggal bus Bandara Halim Perdanakusuma. Hanya saja memang di era reformasi dan pasar bebas seperti tercermin dalam Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ada semacam keharusan trayek-trayek "basah" mesti ditender.Alasannya, pertama menghindarkan kesan monopoli yang diharamkan oleh UndangUndang Anti Monopoli. Kedua, dengan adanya operator majemuk maka terjadi persaingan kualitas pelayanan, yang berfokus kepada kepuasan konsumen. Dengan berbasis kedua alasan ini saja maka dapat dianggap wajar bila Kementerian Perhubungan hendak mentender operator bus Bandara Halim Perdanakusuma.Hanya saja sebelum buru-buru memberikan support terhadap rencana tender itu, maka mari kita kembali aspek historis yang ada di awal tulisan ini. Kita mesti cerdas untuk tetap menjaga harmoni masa kini dan masa depan, dengan dukungan yang terjadi pada masa lalu. Terlebih bila dikaitkan dengan fakta bahwa DAMRI membutuhkan trayek-trayek basah sebagai bagian dari skema cross subsidi terhadap operasional bus yang merugi antara lain buskota dan perintis. Jadi bisa dibilang hebat bila Kementerian Perhubungan memberikan persyaratan tender trayek basah, terutama trayek dan dan ke bandara, berupa kesediaan untuk juga mengoperasikan bus berkatagori kering bahkan paceklik semacam buskota dan perintis di daerah-daerah yang bisa secara berseloroh dianggap memiliki kawasan tempat jin buang anak.Lebih penting lagi, sebenarnya dengan adanya operator tunggal bus pemandu bandara, maka pemerintah dan pengelola bandara dapat lebih efektif lagi dalam hal kontrol atau pengawasan. Rentang kendali lebih pendek dan mudah.Coba lihat saja Bandara Soekarno-Hatta, tak ada keseragaman pelayanan bus pemandu bandara. Ini menjadi persoalan pelik dalam pengawasan. Belum lagi, Bandara Soekarno-Hatta terancam berkesan terminal bus. Semrawut dan tak elok pandang. Tak tahulah apakah Bandara Halim akan dibiarkan seperti itu dengan adanya keinginan untuk menerapkan multioperator bus pemandu bandara. (agus wahyudin)