KLHK: Luas Hutan Alam di Kalsel Berkurang 463.481 Hektare Sejak 1990

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 20/Janu/2021 00:03 WIB
Pemandangan kawasan hutan lembaga adat desa Pa`au di pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Foto:  Bayu Pratama S/ANTARA FOTO Pemandangan kawasan hutan lembaga adat desa Pa`au di pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

Jakarta (BeritaTrans.com) - Banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan (Kalsel) telah membuat ratusan ribu warga mengungsi dan puluhan ribu rumah terendam. Presiden Jokowi bahkan menilai banjir besar tersebut merupakan yang pertama kali sejak 50 tahun terakhir.

Banyak pihak yang menilai banjir besar merupakan akumulasi berkurangnya luas hutan di Kalsel yang beralih fungsi sebagai lahan pertambangan maupun perkebunan.

Lantas seberapa parah penurunan luas hutan di Kalsel?

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan penurunan luas hutan alam di Kalsel mencapai 62,8% selama 30 tahun terakhir atau sejak 1990.

"Kalau kita perhatikan dari tahun 1990 sampai 2019 maka penurunan luas hutan alam itu sebesar 62,8%. Yang paling besar itu terjadi antara 1990 sampai 2000 sebesar 55,5%," ujar Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Karliansyah, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (19/1).

KLHK: Luas Hutan Alam di Kalimantan Selatan Turun 463.481 Hektare Sejak 1990 (1)

Kawasan hutan yang dimanfaatkan petani Desa Tiwingan Lama, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (25/9/2018). Foto: Ema Fitriyani/kumparan

 

Dari data yang ditunjukkan Karliansyah, tercatat luas hutan alam di Kalsel menyusut sekitar 463.481 hektare dalam kurun waktu 1990-2019. Berikut datanya:

  • Tahun 1990: 737.758 hektare.

  • Tahun 2000: 328.007 hektare.

  • Tahun 2006: 294.338 hektare.

  • Tahun 2011: 288.545 hektare

  • Tahun 2015: 285.820 hektare.

  • Tahun 2019: 274.277 hektare.

Di sisi lain, pembukaan kawasan non-hutan semakin meningkat sejak tahun 1990. Dari 1.025.542 hektare di 1990 menjadi 1.495.497 hektare pada 2019.

Pembukaan lahan untuk perkebunan selama 30 tahun terakhir tersebut mencapai 219,313 hektare. Adapun pembukaan lahan bagi pertambangan kurun 1990-2019 mencapai 29.918 hektare.

KLHK: Luas Hutan Alam di Kalimantan Selatan Turun 463.481 Hektare Sejak 1990 (2)

Ilustrasi perkebunan kelapa sawit Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

 

Sementara dari total wilayah Kalsel seluas 3.721.884,85 hektare, luas hutan sekitar 24,68% dari idealnya 30%. Adapun luas lahan perkebunan di Kalsel dibandingkan total wilayah mencapai 17,53% atau 652.564 hektare. Pertambangan mencapai 2,88% dari total luas wilayah atau sebesar 107.058 hektare.

Lalu bagaimana luas areal hutan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Barito yang berguna untuk menampung air?

Karliansyah menjelaskan DAS Barito mencakup 4 provinsi di Kalimantan yakni:

  • Kalteng: 4,4 juta hektare.

  • Kalsel: 1,8 juta hektare.

  • Kaltim: 8 ribu hektare.

  • Kalbar: 590 hektare.

KLHK: Luas Hutan Alam di Kalimantan Selatan Turun 463.481 Hektare Sejak 1990 (3)

Ilustrasi Tambang. Foto: Shutter Stock

 

Karliansyah menyebut dari 1,8 juta luas DAS Barito di Kalsel, proporsi areal berhutan di sekitarnya hanya 18,2%.

"15% berupa hutan alam dan 3,2% lainnya merupakan hutan tanaman," ucapnya.

Sedangkan sisa areal DAS Barito yang tidak berhutan seluas 81,8% didominasi lahan pertanian kering campur semak 21,4%, sawah 17,8 %, dan perkebunan 13%.

Meski data tersebut menunjukkan luas area hutan alam terus menurun, KLHK menilainya bukanlah penyebab utama banjir besar di Kalsel. Ia menyatakan penyebab utama banjir yakni cuaca ekstrem.

"Penyebab banjir secara umum sekali lagi ini terjadi di alur DAS Barito khusus wilayah Kalsel akibat dari cuaca yang ekstrem," kata Karliansyah.

Dia mengatakan, curah hujan tinggi yang mengguyur Kalsel membuat debit air tak lagi mampu ditampung sungai. Sehingga air meluap ke jalan dan pemukiman warga.

KLHK: Luas Hutan Alam di Kalimantan Selatan Turun 463.481 Hektare Sejak 1990 (4)

Suasana di Pasar Terapung, Sungai Barito, Kalimantan Selatan. Foto: Ema Fitriyani/kumparan

 

"Kami mencatat misalnya kalau kita bandingkan tahun 2020 itu bulan Januari, curah hujan normal itu 394 mm yang kita catat dari data BMKG tanggal 9 sampai 13 Januari 2021 itu 461 mm selama lima hari," jelasnya.

Selama lima hari itu, kata dia, ada kenaikan debit hujan hingga 9 kali lipat dibandingkan curah hujan normal.

"Artinya 8-9 kali dari curah hujan yang normal dengan demikian volume air yang masuk ke sungai itu juga itu luar biasa. Jadi dari perhitungan itu ada sekitar 2,08 miliar meter kubik yang masuk dibandingkan kondisi normal itu hanya 238 juta meter kubik," tutupnya.

(lia/sumber:kumparan.com)