Ketika Badai Pasir Terbesar Melanda Beijing di Tengah Polusi Parah, Warga: Seperti Kiamat

  • Oleh : Redaksi

Selasa, 16/Mar/2021 11:52 WIB
Warga Beijing mengalami polusi parah. Foto: Getty Images. Warga Beijing mengalami polusi parah. Foto: Getty Images.

BEIJING (BeritaTrans.com) - Ketika ibu kota China, Beijing diliputi debu tebal akibat badai pasir terparah dalam satu dekade terakhir, jarum di alat pengukur kualitas udara menembus angka tertinggi, di tengah polusi udara yang sudah buruk.

Peringatan tentang embusan pasir dan debu dari kawasan gurun pasir di barat China itu ditetapkan sampai Selasa (16/03) pagi.

Baca Juga:
Badai Agatha Terjang Meksiko, 9 Orang Tewas dan 4 Hilang

Badai pasir itu menyebabkan melonjaknya polusi udara dengan angka di sejumlah tempat, 160 kali di atas angka yang direkomendasikan.

Ratusan penerbangan dibatalkan ketika langit Beijing berubah menjadi oranye hari Senin (15/03).

Baca Juga:
Ribuan Penerbangan Lagi Dibatalkan Akibat Serangan Badai Salju di Timur Amerika

Badai pasir ini dibawa oleh angin kencang dari Mongolia dalam.

Di Mongolia sendiri, badai pasir parah menyebabkan setidaknya enam orang meninggal dan puluhan lainnya hilang.

Baca Juga:
Badai Tropis Ganas Ancam New York, Boston, Beijing dan Tokyo

Warga naik motor di Hohhot, Mongolia dalam, daerah otonomi China.Warga naik motor di Hohhot, Mongolia dalam, daerah otonomi China. Foto: Getty Images.

Indeks kualitas udara mencatat angka "bahaya" 999 pada Senin (15/03), dan warga harus melewati udara gelap Beijing akibat badai pasir.

Badan meteorologi China mengeluarkan peringatan kedua tertinggi sebelum pukul 07:30 pagi waktu setempat dan kondisi itu tetap berjalan sampai tengah hari.

Ketika indeks kualitas udara Beijing (air quality index AQI) mencapai 999, Tokyo mencatat 42, Sydney 17 dan New York 26. Hong Kong serta Taiwan mencatat kondisi "moderat" mencapai masing-masing 66 dan 87.

WHO mencatat level aman kualitas udara berdasarkan konsentrasi partikel polusi yang disebut particulate matter (PM) yang ditemukan di udara.

Tingkatan PM2,5, partikel udara yang masuk ke paru-paru tercatat di atas 600 mikrogram di banyak kawasan di Beijing dan mencapai rata-rata 200 dalam periode 24 jam sebelum tengah hari.

Organisasi Kesehatan Dunia, WHO merekomendasikan angka rata-rata 25.

"Seperti Kiamat"

Badai yang terhembus dari padang pasir menyebabkan partikel PM 10 tercatat melebihi 8,000 mikrogram, menurut media resmi.

Media China, Global Times melaporkan paling tidak 12 provinsi di China, termasuk Beijing, terdampak badai ini dan mulai membaik Senin malam.

"Rasanya seperti kiamat," kata warga Beijing Flora Zou kepada kantor berita Reuters.

"Dalam kondisi seperti ini, saya benar-benar tidak mau berada di luar," katanya.

Badai pasir cukup biasa terjadi pada bulan-bulan seperti sekarang, namun biasanya karena hembusan angin yang melewati Gurun Gobi.

Namun warga China mengatakan mereka belum pernah menyaksikan kondisi separah ini dalam 10 tahun terakhir.

Keruskan hutan dalam skala besar juga dianggap sebagai faktor yang menyebabkan badai pasir.

China melakukan penghijauan kembali di seputar kawasan untuk membatasi pasir yang terhembus ke ibu kota.

Beijing menanam pohon-pohon untuk menangkal debu dan pasir dan mencoba membentuk koridor udara agar badai pasir dan polutan lain dapat berlalu dengan cepat.

Di media sosial, sejumlah orang membagikan tangkapan layar indeks kualitas udara yang menunjukkan angka sangat tinggi, atau melewati indeks.

Sejumlah warga di Ningxia, China barat, mengatakan mereka terbangun tengah malam dan merasa tidak bisa bernafas.

Beijing dan sekitarnya mengalami polusi tinggi dalam minggu-minggu terakhir ini. Ibu kota China ini diliputi kabut selama pertemuan parlemen nasional bulan ini.

Pejabat di Tangshan, kota pembuat baja dan sumber polusi di Beijing dan Hebei, mengatakan akhir pekan lalu, mereka akan menghukum pengusaha yang tidak melakukan langkah menangani kabut.

Langit Beijing tertutup debu dan pasir.Langit Beijing tertutup debu dan pasir. Foto: Getty Images.

Salah seorang aktivis kelompok lingkungan Greenpeace mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa parahnya polusi akhir-akhir ini karena "tingginya" aktivitas industri.

Sumber: bbc.com/indonesia