Kusnadi Mantan Nelayan, Penakluk Selat Sunda Ini Daftar Haji

  • Oleh : Taryani

Sabtu, 27/Mar/2021 11:17 WIB
Kusnadi berhenti jadi nelayan berjualan mie pangsit dan es buah di Desa Brondong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (Taryani) Kusnadi berhenti jadi nelayan berjualan mie pangsit dan es buah di Desa Brondong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (Taryani)

INDRAMAYU (BeritaTrans.com) - Kerasnya kehidupan nelayan jaman dulu sudah dialami Kusnadi, 63 selama puluhan tahun. Hanya menggunakan perahu layar kecil,  tanpa mesin,   apalagi alat bantu navigasi, Kusnadi bersama orang tuanya nekad mencari ikan ke perairan Lampung.

Mengapa harus mencari ikan ke Lampung, kata Kusnadi, karena pada tahun 70-an perairan laut Jawa seperti sudah kehabisan ikan. Penyebabnya  karena terlalu sering dijaring para nelayan.

Awalnya orang tuanya mengajak mencari ikan di perairan Pulau Sumatera. Selama puluhan tahun itu Kusnadi banyak menghabiskan waktu pergi – pulang  perairan Jawa ke perairan Sumatera melalui Selat Sunda.

Kusnadi, kondisi perairan Lampung tahun70-an masih sangat bagus di mata para nelayan. Hasil tangkapan ikan lumayan banyak. Tak heran, banyak nelayan Indramayu tertarik berminat mencari ikan di perairan Lampung.

“Selama menjadi nelayan menggunakan perahu layar kecil, sudah tak terhitung berapa kali menyeberangi Selat Sunda. Selat ini ombaknya dikenal cukup besar dan bisa membahayakan. Seringkali kapal besar, terlebih perahu kecil tenggelam digulung ombak,” ujarnya.

Meski kondisi perairan Selat Sunda cukup menyeramkan, namun kata dia saat itu tidak ada perasaan takut jadi nelayan. “Kata orang tua saya semua kehidupan itu sudah ada yang mengaturnya,” ujarnya kepada BeritaTrans.com dan Aksi.id, Sabtu (27/3/2021).

Dihubungi di kampung kelahirannya di Desa Brondong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Kusnadi mengaku saat ini sudah benar-benar meninggalkan hiruk-pikuknya kerja jadi nelayan.

Memilih kerja di darat. Berjualan mie pangsit dan es buah. Tapi justru dengan pekerjaan yang digeluti sekarang ini Kusnadi mendapatkan semacam barokah. Hasil keringat,  walaupun tak terlalu besar bisa ditabung. “Dua tahun lalu saya sudah daftar haji. Disuruh nunggu 15 tahun berangkat ke Mekah,” ujarnya kalem.

Menurut Kusnadi, perairan Lampung, terlebih Selat Sunda itu ibarat kawah Candradimuka.Tempat penggemblengan mental dan fisik para nelayan. Pengalaman itu menjadi kenangan yang tidak dilupakan. Walaupun rentang waktunya kini  sudah puluhan tahun berlalu.

Ia mengenang, dalam perjalanan pulang, pernah mengalami kejadian yang nyaris merenggut nyawa. Saat berlayar pulang bersama seorang rekan nelayan yang sama-sama menggunakan perahu layar kecil ada pemilik kapal besar, nelayan Indramayu,  ikut pulang.

Dua perahu kecil Kusnadi dan rekannya digandeng perahu besar. Kebetulan ombak laut kondisinya cukup besar. Tiga kapal yang digandeng tambang itu timbul tenggelam diterjang ombak.

Sesampai di perairan Karawang, ombak makin besar menerjang dan menenggelamkan kapal besar. “Saya panik menyelamatkan barang-barang yang bisa diselamatkan,” ujarnya. Ternyata hanya jaring ikan dari muatan kapal besar yang bisa diselamatkan. Saking paniknya tak berpikir menyelamatkan beras dan perbekalan lainnya.

“Sehari semalam perut tidak kemasukan nasi. Tenaga kami bertiga terkuras habis. Kami bertiga hampir mati,” ujarnya.

Setelah 4 hari dan 4 malam pelayaran akhirnya sampai di perairan Indramayu. Di perairan Indramayu, perahu layar kecil yang biasa digunakan mencari sesuap nasi di perairan Lampung pun kondisinya semakin rusak.

Kebocoran di sana-sini tidak bisa dipertahankan. Daripada membahayakan keselamatan di laut, perahu layar kecil itu pun akhirnya menjadi barang rongsokan. Dan sejak tahun 2000-an Kusnadi memutuskan berhenti menjadi nelayan. Menekuni jualan mie pabgsit dan es buah. (Taryani)