Perekam Suara Kokpit Sriwijaya Air Ditemukan, KNKT: Akan Ditranskrip dan Dicocokkan dengan Data FDR

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 31/Mar/2021 14:20 WIB
Perekam Data Penerbangan, yang merupakan salah satu black box atau kotak hitam Sriwijaya Air SJ 182, ditemukan di perairan Kepulauan Seribu, pada 12 Januari lalu. Foto: Reuters. Perekam Data Penerbangan, yang merupakan salah satu black box atau kotak hitam Sriwijaya Air SJ 182, ditemukan di perairan Kepulauan Seribu, pada 12 Januari lalu. Foto: Reuters.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan Perekam Suara Kokpit (Cockpit Voice Recorder/CVR) yang merupakan salah satu black box atau kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sudah ditemukan di perairan Kepulauan Seribu, pada Selasa (30/03).

"Semalam ditemukan [CVR] di tempat yang tidak jauh dari penemuan FDR," kata Menhub dalam jumpa pers di Terminal JICT Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (31/03).

Baca Juga:
AirAsia Diskusi Keselamatan Penerbangan Bareng KNKT dan INACA

Pesawat dengan nomor penerbangan SJ-182 rute Jakarta-Pontianak tersebut jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021 hingga menewaskan 62 penumpang dan awak kabin.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan CVR tersebut ditemukan di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, pada 30 Maret 2021 pukul 20.05 WIB dengan metode dredging atau pengerukan lumpur. Upaya tersebut dilakukan dengan kapal TSHD King Arthur 8.

Baca Juga:
KNKT: Sepanjang 2023, Kecelakaan Moda Penerbangan Mendominasi

CVR ini, menurut KNKT, akan dapat mengungkap diskusi pilot dan kopilot serta apa yang terjadi di kokpit.

CVR itu sekaligus melengkapi Perekam Data Penerbangan (Flight Data Recorder/FDR) yang sudah ditemukan pada 12 Januari lalu.

Baca Juga:
KNKT: Transportasi Udara Sumbang Angka Kecelakaan Tertinggi yang Diinvestigasi

Penemuan kedua kotak hitam ini diharapkan dapat mengungkap penyebab jatuhnya pesawat tersebut.

Menurut Ketua KNKT, Surjanto Tjahjono, CVR akan dibawa ke laboratorium untuk mendapatkan data. Proses ini, kata dia, memerlukan waktu tiga hari sampai satu minggu.

"Setelah itu akan kami lihat, bikin transkrip, untuk dicocokkan dengan FDR, apa yang terjadi di dalam kokpit. Sehingga kita bisa menganalisa kenapa data dari FDR seperti ini dan bagaimana situasi di kokpit? Tanpa CVR memang dalam kasus Sriwijaya Air ini akan sulit mengetahui penyebab [jatuhnya]."

Laporan penyelidikan awal KNKT pada 10 Februari menunjukkan adanya "anomali" pada tuas pengatur tenaga mesin (autothrottle).

Temuan KNKT menyebutkan tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri "bergerak mundur", sementara yang kanan "tidak bergerak alias macet".

Disebutkan bahwa sudah ada perbaikan beberapa kali terhadap tuas tersebut sebelum kecelakaan yang mematikan itu, tetapi penyebab pasti dari kecelakaan itu masih belum jelas, kata penyelidik KNKT.

Mereka menyatakan masih perlu penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah kerusakan di tuas sebelah kiri atau kanan.

Sementara, tim penyelidik KNKT tidak menemukan masalah cuaca dalam jalur penerbangan Sriwijaya Air SJ-182. Dikatakan data radar cuaca BMKG menunjukkan pesawat itu "tidak melintasi area awan signifikan".

Pada 10 Februari, Kepala sub Komite Penerbangan KNKT, Nur Cahyo Utomo, menyatakan bahwa hasil penyelidikan sementara menemukan ada dua kerusakan yang ditunda perbaikannya (Deferred Maintenance Item, DMI) sejak 25 Desember 2020.

Sriwijaya air

Sejumlah prajurit Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) Korps Marinir TNI AL mengangkut serpihan dari pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang hilang kontak saat melakukan pencarian di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Minggu (10/01). Foto: Antaranews.com.

Namun menurut Nur Cahyo, penundaan perbaikan adalah hal yang sesuai ketentuan pemberangkatan di penerbangan.

Temuan lainnya, pada 25 Desember 2020, ditemukan penunjuk kecepatan di sisi sebelah kanan rusak. Menurut KNKT, perbaikian yang dilakukan belum berhasil dan dimauskkan ke dalam daftar penundaan perbaikan kategori C.

"Sesuai MEL (Minumum Equipment List), untuk kategori C penundaan perbaikan boleh sampai dengan 10 hari," kata Nur Cahyo.

Dan pada 4 Januari 2021, demikian KNKT, "indikator diganti dan hasilnya bagus sehingga DMI ditutup."

"Setelah tanggal 5 Januari hingga kecelakaan tidak ditemukan catatan adanya DMI di buku catatan perawatan."

(jasmine/sumber: bbc.com/indonesia).