Ini Alasan Indonesia Harus Sepakati Laut China Selatan dengan China!

  • Oleh : Redaksi

Jum'at, 06/Agu/2021 11:42 WIB


Jakarta (BeritaTrans.com) - Bank Indonesia (BI) dengan otoritas di China telah menjalin kesepakatan bersama untuk menggunakan transaksi perdagangan dan investasi dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS).

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Donny Hutabarat kepada CNBC Indonesia. "Saat ini Indonesia telah menyepakati kerangka kerja LCS dengan Tiongkok (implementasi Agustus 2021)," ujarnya.

Kendati demikian, sampai saat ini masih ada beberapa persyaratan yang masih harus dipenuhi oleh bank-bank ACCD yang ditunjuk, sehingga pelaksanaan ini belum bisa diimplementasikan.

AACD atau Appointed Cross Currency Dealer adalah bank yang ditunjuk oleh otoritas kedua negara untuk memfasilitasi pelaksanaan LCS melalui pembukaan rekening mata uang negara mitra di negara masing-masing.

Kesepakatan LCS Indonesia dan China didukung penuh oleh semua kalangan, baik dari pemerintah, pengusaha, perbankan, hingga ekonom.

Menanggapi ini, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengungkapkan, volume transaksi perdagangan Indonesia dengan China terus meningkat, baik dari aktivitas ekspor dan impor dalam waktu 10 tahun terakhir.

China menjadi salah satu negara tujuan ekspor terbesar RI dengan pangsa yang cukup signifikan atau lebih dari 20%, begitu pun dari pangsa impor.

"Tiongkok menjadi negara nomor 1 tujuan ekspor, sekaligus negara asal impor untuk bahan baku dan penolong dari Tiongkok yang dibutuhkan oleh industri yang ada di Indonesia," jelas Kasan dalam sebuah webinar, yang dikutip Jumat (6/8/2021).

Adanya kesepakatan LCS dengan China ini dinilai tentu akan membuat Indonesia tidak lagi ketergantungan terhadap dolar AS dalam menyelesaikan transaksi perdagangan dan investasi dengan negara mitra.

Dengan demikian, diharapkan dapat mengembangkan pasar keuangan berbasis mata uang lokal dan mendorong perluasan akses pelaku usaha.

Melalui skema LC S ini juga, pelaku usaha baik eksportir dan importir bisa lebih efisien karena tidak perlu mengkonversinya ke dalam dollar AS.

"Selama ini yang terjadi oleh teman-teman dari pelaku usaha dan perbankan selama ini mungkin kadang-kadang kita ada dua konversi minimal dalam transaksi," tutur Kasan.

Ini Untungnya RI Pakai Skema LCS dengan China

Corporate Marketing Director Bank of China, Handojo Wibawanto mengatakan bahwa, hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok sudah terjalin sejalan lama dari hal segi ekonomi dan perdagangan.

"Jika kita bandingkan dengan tahun 2000, maka volume perdagangan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok naik 16 kali pada tahun 2020," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Handojo merinci, volume perdagangan bilateral antara Indonesia dan China sepanjang tahun 2020 mencapai US$ 78,5 miliar. Angka tersebut berasal dari nilai ekspor Indonesia ke China yang mencapai US$ 37,4 miliar atau setara 18% dari total ekspor Indonesia pada 2020.

Sementara itu dari sisi kinerja impor dari Tiongkok ke Indonesia sepanjang tahun lalu tercatat US$ 39,7 miliar atau kurang lebih 28% dari total Impor Indonesia tahun 2020.

"Angka ini mengalami kenaikan darintahun sebelumnya karena komoditas yang dibutuhkan oleh Tiongkok," ujarnya.

Hubungan bilateral kedua negara tak hanya dari sisi perdagangan melainkan juga sisi potret investasi China di Indonesia selalu menduduki posisi lima besar.

Bahkan pada 2020 nilai investasi dari Tiongkok di Indonesia mencapai US$ 4,8 miliar. "Sehingga dalam waktu 6 tahun saja peringkat Tiongkok sebagai investor di Indonesia mencapai peringkat dari nomor 9 ke nomor 2."

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal menilai volatilitas rupiah terhadap yuan lebih rendah dibandingkan terhadap dollar AS.

Selain itu, apabila yuan mengalami volatilitas, hal tersebut tidak akan terjadi dalam jangka pendek. Volatilitas yuan yang lebih rendah tersebut menjadi salah satu faktor pendorong penerapan mata uang lokal atau local current settlement (LCS) Indonesia-Tiongkok.

Faktor varies composition juga menjadi penentu LCS Indonesia-Tiongkok. Variasi dolar AS, kata dia tidak terlalu mengusik pergerakan nilai tukar rupiah, seperti, seperti inflasi dolar AS yang saat ini berada pada level tertinggi sejak 2008. Hal itu tidak tertangkap oleh rupiah.

"Variasi rupiah dan IHSG lebih banyak ditentukan variasi regional dan domestik. Tapi kalau kita ambil yuan Tiongkok, itu lebih kuat hubungannya dengan pergerakan dari nilai tukar rupiah dan beberapa selected macro indicators lainnya," ujar Fithra.

Oleh karena itu, Fithra sepakat bahwa LCS Indonesia dan China akan membawa keuntungan besar untuk kedua negara, karena intensitas perdagangan ke depan akan mengarah ke ASEAN.

"Ini kan kita memangkas ongkos transaksi tidak usah mutar-mutar terlalu jauh, orang kita dagang dengan Tiongkok kenapa pakai dolar AS. Jadi dalam konteks bilateral trade atau bahkan kita bicara regional trade, ini akan jauh lebih sahih apabila kita menggunakan LCS ini," ujarnya.

 (lia/sumber:cnbcindonesia.com)