Awkarin Rencana Buat Kapal, Ini Fakta-Fakta Menarik soal Kapal Pinisi

  • Oleh : Fahmi

Senin, 30/Agu/2021 22:09 WIB
Influencer media sosial berencana membuat kapal pinisi, yang direncanakan akan mulai berlayar September 2021.(Screenshot Instagram: awkarin) Influencer media sosial berencana membuat kapal pinisi, yang direncanakan akan mulai berlayar September 2021.(Screenshot Instagram: awkarin)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Influencer media sosial Karin Novilda atau biasa dikenal sebagai Awkarin kembali menjadi perbincangan warganet setelah ia mengumumkan rencananya membuat kapal Pinisi. 

Melalui akun Instagramnya, Awkarin mengumumkan rencananya membuat kapal pinisi untuk keperluan diving di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. 

"Onto the next one. Project selanjutnya adalah bikin kapal diving bersama sahabat karib saya @rachmatjulio & @real.ayuanjani --- saking cintanya sama Bajo dan keindahannya dan obsesi kita sama diving, kita memutuskan untuk membuat kapal phinisi diving di Labuan Bajo. 

Kapal ini direncanakan mulai berlayar di bulan September 2021 jika tidak ada kendala. 

Doakan kita yaaa!
Bismilahrirahmanirrahim!"
tulis Awkarin di unggahan akun Instagramnya, 16 Agustus 2018. 

Fakta-fakta menarik kapal pinisi 

Rencana Awkarin membuat kapal pinisi itu lantas menarik perhatian warganet. 

Berikut fakta-fakta menarik seputar kapal Pinisi, yang merupakan salah satu warisan budaya Nusantara: 

1. Warisan dari Bulukumba 

Ilustrasi suasana pembuatan kapal pinisi di Kelurahan Tana Beru, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 

Dikutip pemberitaan Kompas.com, 23 September 2020, kapal pinisi pertama dibuat oleh Suku Bugis dan Suku Makassar di Bulukumba, Sulawesi Selatan. 

Kedua suku itu dikenal sebagai pelaut yang tangguh. Mereka mulai membuat kapal Pinisi sejak abad XIV. 

Hikayat pembuatan kapal Pinisi juga tercatat dalam naskah lontar La Galigo. 

Dalam naskah tersebut, diceritakan bahwa kapal Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. 

Dikisahkan bahwa Sawerigading berlayar ke China untuk melamar seorang putri. 

Namun, ketika hendak pulang, kapal sang putra mahkota itu diterjang gelombang dan terbelah menjadi tiga. 

Bangkai kapal Sawerigading kemudian terdampar di desa Ara, Tanah Lemo, dan Bira. Warga di ketiga desa itu lalu berusaha merakit kembali kapal tersebut. 

Kapal yang berhasil dirakit itu kemudian diberi nama Pinisi. 

2. Diakui sebagai warisan dunia 

Ilustrasi Kapal Pinisi di perairan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Organisasi Pendidikan Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah mengakui seni pembuatan kapal Pinisi sebagai warisan dunia. 

Melalui sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan, tahun 2017, Pinisi: Seni Pembuatan Perahu di Sulawesi Selatan resmi ditetapkan ke dalam Warisan Budaya Takbenda UNESCO. 

Mengutip laman Kemdikbud, kapal pinisi menjadi lambang dari teknik perkapalan tradisional negara kepulauan sekaligus bagian dari adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan. 

Adapun pengetahuan tentang teknologi pembuatan perahu dengan rumus dan pola penyusunan lambung ini sudah dikenal setidaknya selama 1.500 tahun. 

Pola pembuatannya sendiri didasarkan pada teknologi yang berkembang sejak 3.000 tahun, berdasarkan teknologi membangun perahu lesung menjadi perahu bercadik. 

Proses pembuatan perahu ini pun mengandung nilai-nilai yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari, seperti kerja tim, kerja keras, ketelitian, presisi, keindahan dan penghargaan terhadap alam dan lingkungan. 

Atas nilai-nilai itulah, seni pembuatan Pinisi dianggap layak dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO.


3. Proses pembuatan panjang 

Kapal Pinisi Bakti Nusa saat berkunjung di Torosiaje, Desa Suku Bajau di tengah laut. 

Diberitakan Kompas.com, 25 April 2020, proses pembuatan kapal Pinisi memakan waktu yang cukup lama. Ada tiga tahap utama dalam pembuatan kapal Pinisi. 

Tahap pertama adalah menentukan hari baik untuk mencari kayu yang akan digunakan untuk membuat kapal. 

Biasanya hari baik untuk mencari kayu utuh jatuh pada hari ke-5 dan ke-7 di bulan yang sedang berjalan. 

Adapun jenis kayu yang biasa dipakai membuat pinisi ada empat jenis, yaitu kayu besi, kayu bikti, kayu kandole atau punaga, dan kayu jati. 

Tahap kedua merupakan proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu untuk membuat kapal. 

Selanjutnya kayu atau bahan baku dirakit menjadi sebuah perahu dengan memasang lunas, papan, mendempul, dan memasang tiang layar. 

Penggabungan kayu-kayu pembuat kapal, tidak digunakan perekat seperti lem khusus kayu maupun paku, tapi menggunakan pasak kayu, sehingga membuat bagian-bagian bisa menyatu. 

Proses pada tahap pertama dan kedua itu harus melalui beberapa langkah panjang dan membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan. 

Kemudian pada tahap ketiga atau tahap terakhir, merupakan peluncuran kepal Pinisi ke laut. 

Sebelum perahu diluncurkan ke laut ada upacara maccera lopi (mensucikan perahu) yang ditandai dengan penyembelihan binatang. 

Jika kapal Pinisi berbobot kurang dari 100 ton, maka binatang yang disembelih adalah seekor kambing. Namun, jika bobot kapal mencapai lebih dari 100 ton, binatang yang disembelih adalah seekor sapi.(fhm/sumber:kompas)