Oleh : Fahmi
MEDAN (BeritaTrans.com) - Sebanyak 10 nelayan tradisional asal Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), ditangkap otoritas Malaysia atas dugaan melanggar perbatasan. Keluarga berharap pemerintah membantu pemulangan nelayan sebelum proses hukum dilakukan.
Nelayan tradisional masih sering ditangkap karena kurangnya peralatan navigasi.
”Sudah dua minggu suami saya ditangkap Malaysia. Saya sangat takut nasibnya seperti nelayan lain yang harus dipenjara sampai tiga tahun,” kata Junita (21), istri salah seorang nelayan yang ditangkap, Abdullah Sani (25), Ahad (17/10/2021).
Junita dan keluarga nelayan lainnya menyampaikan hal tersebut saat berdialog di Desa Paluh Sibaji dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut, Tuahman Purba, dan pemerhati nelayan tradisional yang juga mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah Sumut, Parlindungan Purba.
Baca Juga:
Musim Nataru, Pelindo Regional 4 Prediksi Arus Penumpang Kapal Alami Kenaikan Sekitar 12,5%
Junita mengatakan, suaminya bersama sembilan nelayan lain berangkat melaut pada Kamis (30/9/2021) dengan dua kapal kayu tradisional berukuran sekitar 2 meter x 5 meter. Mereka biasanya melaut selama empat malam dan seharusnya pulang pada Senin.
”Namun, pada Minggu (3/10/2021), kami mendapat kabar mereka ditangkap oleh Malaysia,” kata Junita.
Baca Juga:
Peringati Hakordia 2024, Pelindo Regional 2 Terus Beredukasi Tolak dan Lawan Korupsi
Junita menambahkan, suaminya merupakan tulang punggung ekonomi keluarga. Setelah melaut selama empat malam, suaminya biasanya membawa uang Rp 400.000-Rp 600.000, tergantung hasil tangkapan. Selama dua minggu ini, ia dan anaknya pun menumpang di rumah keluarga agar bisa makan.
Nur Aisah (kanan) menangis saat menceritakan anaknya yang sudah dua pekan ditangkap otoritas Malaysia karena diduga melanggar perbatasan saat menangkap ikan, di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Ahad (17/10/2021).
Nelayan tradisional sering kali ditangkap Malaysia karena kurangnya peralatan navigasi dan penjagaan petugas dari Indonesia.
”Kami berharap agar mereka jangan sampai dipenjara bertahun-tahun. Mereka tulang punggung keluarga kami,” kata Junita sambil menangis.
Junita pun khawatir nasib suaminya seperti nelayan-nelayan sebelumnya yang dipenjara selama bertahun-tahun, seperti yang dialami oleh suami Juliani (29). Suami Juliani, Safaruddin (33), ditangkap otoritas Malaysia pada Februari 2020.
”Kami terakhir komunikasi pada September 2020. Sampai sekarang enggak tahu nasibnya di penjara seperti apa,” kata Juliani.
"Kami berharap agar mereka jangan sampai dipenjara bertahun-tahun. Mereka tulang punggung keluarga kami."
Menurut Juliani, suaminya bersama nelayan lain yang tertangkap menghadapi sidang sendiri di Malaysia. Keluarga pun tidak bisa memantau proses persidangan dan putusannya seperti apa. Saat berkomunikasi terakhir, Safaruddin menyebut akan bebas pada Juli 2021, tetapi keluarga belum mendapat kabar sampai sekarang.
Parlindungan mengatakan, nelayan-nelayan di Deli Serdang merupakan nelayan tradisional yang bekerja untuk menafkahi kehidupan sehari-hari keluarganya. Mereka melaut dengan kapal kayu kecil dan menangkap ikan dengan pancing.
”Karena itu, kami meminta pemerintah membantu pemulangan para nelayan tersebut sebelum mereka diproses hukum,” kata Parlindungan.
Tuahman menambahkan, mereka sudah berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar membantu pemulangan para nelayan. Mereka pun mendorong agar nelayan dipulangkan tanpa proses hukum.
Subkoordinator Strategi Operasi Direktorat Pemantauan dan Operasi Armada KKP M Ikhsan, yang berbicara melalui sambungan panggilan video kepada keluarga nelayan, mengatakan, komunikasi sudah dijalin dengan otoritas Malaysia. ”Mudah-mudahan pekan ini bisa dipulangkan,” katanya.
Menurut Ikhsan, pihaknya menyiapkan agar para nelayan bisa dipulangkan bersama dengan dua kapal yang sudah disita.(fh/sumber:kompas)