Perubahan iklim: Apakah orang-orang super kaya selama ini bebas menyebarkan polusi karbon?

  • Oleh : Redaksi

Selasa, 09/Nov/2021 10:33 WIB
Para peneliti tahun lalu menemukan bahwa jejak 1% orang terkaya di dunia adalah dua kali lebih besar dari gabungan 50% populasi global termiskin. Foto: bbcindonesia.com. Para peneliti tahun lalu menemukan bahwa jejak 1% orang terkaya di dunia adalah dua kali lebih besar dari gabungan 50% populasi global termiskin. Foto: bbcindonesia.com.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Total jejak karbon dari 1% orang-orang super kaya akan tumbuh, sementara 50% orang-orang termiskin tetap kecil, ungkap sebuah penelitian, walaupun ada komitmen yang dibuat menjelang KTT COP26.

Emisi orang-orang super kaya akan berada di jalur yang 30 kali lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk menghentikan planet dari pemanasan di atas 1,5 derajat Celcius, menurut penelitian.

Emisi dari 50% penduduk termiskin masih akan jauh di bawah kebutuhan, meskipun mereka adalah kelompok yang paling parah terpapar dampak perubahan iklim.

Penelitian itu, yang dilakukan oleh dua badan lingkungan Eropa, muncul saat para pemimpin dunia bertemu di Konferensi Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia.

"Sekelompok kecil elit tampaknya memiliki izin bebas untuk melakukan pencemaran," kata Naftoke Dabi di Oxfam, dari Institut Lingkungan Stockholm dan Institut Kebijakan Lingkungan Eropa.

"Emisi mereka yang terlalu besar memicu cuaca ekstrem di seluruh dunia dan membahayakan tujuan internasional untuk membatasi pemanasan global."

Para ilmuwan tentang iklim memperingatkan bahwa ada gas rumah kaca dalam jumlah terbatas yang dapat terus kita lepaskan ke atmosfer sebelum planet ini menghangat hingga lebih dari 1,5C dari tingkat pra-industri. 

Pada 2030, kata mereka, kita hanya perlu mengeluarkan karbon sebanyak yang dapat diserap oleh planet ini.

Bayangkan jumlah ini dibagi rata dan setiap orang dewasa di planet ini memiliki bagian, pada 2030 kita masing-masing dapat mengeluarkan 2,3 ton karbon setiap tahun.

Orang-orang super kaya - banyak di antaranya memiliki banyak rumah, jet pribadi, dan superyacht - mengeluarkan emisi jauh lebih banyak daripada yang lain. 

Sebuah studi baru-baru ini yang melacak perjalanan udara para selebriti melalui akun media sosialnya menemukan sejumlah emisi lebih dari seribu ton setiap tahun.

Tetapi kelompok 1% secara global itu bukan hanya miliarder, atau bahkan jutawan - ini termasuk siapa saja yang berpenghasilan lebih dari $172.000 (sekitar Rp2,5 miliar) per tahun.

Studi ini juga mengamati 10% orang-orang sangat kaya di dunia - siapa pun yang berpenghasilan lebih dari $55.000 (sekitar Rp790 juta) - dan menemukan emisi masih tinggi. 

10% orang-orang sangat kaya itu akan mengeluarkan karbon sembilan kali lebih banyak.

Salah satu contoh orang-orang di 10% teratas adalah Keluarga Curth, yang beranggotakan lima orang di pinggiran kota Toledo, Ohio, AS. 

Traci Curth, suaminya dan putri remajanya masing-masing mengendarai mobil.

"Di pinggiran kota tempat saya tinggal, begitulah cara semua orang jalan-jalan," kata Traci.

Kota Toledo memiliki musim panas yang terik dan musim dingin, jadi AC menyala saat alat pemanas tidak menyala. 

Keluarga itu memiliki lemari es yang diisi dengan daging dada ayam dan daging sapi cincang - mereka makan daging sekitar empat atau lima kali seminggu.

"Saya akan mengatakan itu cukup normal untuk sebagian besar keluarga Amerika," kata Traci.

Bagi guru bahasa Inggris Togonin Severin Togo di Kati, Mali, hidup sangat berbeda.

Seperti 80% orang di dunia, dia tidak punya mobil - dia bepergian untuk bekerja dengan sepeda motornya.

"Mobil dianggap identik dengan orang-orang kaya," katanya.

Dia berhenti makan daging baru-baru ini, tetapi sebelum itu dia memakannya hanya dua atau tiga kali seminggu. 

Dan - seperti 90% orang di seluruh dunia - dia tidak pernah naik pesawat.

Namun dia mengkhawatirkan emisi dari orang-orang yang membakar sampah di kotanya, di mana sistem pengelolaan sampah tidak berfungsi, serta tidak efisiennya pembakar kayu dan gas yang digunakan untuk memasak.

Laporan Oxfam menemukan bahwa 40% kelompok menengah melakukan upaya paling banyak untuk mengekang emisi.

Sementara jejak karbon mereka meningkat secara signifikan antara 1990 dan 2015, itu akan menurun, berkat perubahan yang dilakukan di tingkat pemerintah pada sektor-sektor seperti transportasi dan energi sejak perjanjian iklim Paris pada 2015.

Tetapi pemerintah perlu berbuat lebih banyak, kata Naftoke Dabi - dengan menyerukan larangan dan pemberlakuan pajak atas "barang mewah padat karbon, rumah mewah, mobil SUV atau wisata luar angkasa".

"Mereka perlu mengatasi emisi orang-orang super kaya karena mereka sangat bertanggung jawab atas krisis iklim, dan mereka yang paling miskinlah yang membayar harga tertinggi," katanya. (dn/sumber: bbcindonesia.com)