Kisah Sergei Krikalev, `Warga Soviet Terakhir yang Ditinggalkan Begitu Saja` di Ruang Angkasa Saat Uni Soviet Ambruk

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 29/Des/2021 08:10 WIB
Sergei Krikalev menghabiskan 312 hari di luar angkasa. Sergei Krikalev menghabiskan 312 hari di luar angkasa.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Dari stasiun luar angkasa Rusia, MIR, Sergei Krikalev memiliki keistimewaan untuk menyaksikan Bumi dari kejauhan, planet yang begitu indah sampai-sampai ia tak dapat melihat api politik yang tengah membakar negaranya. 

Baca Juga:
NASA Kembangkan Pesawat Supersonik Dua Kali Lebih Cepat dari Concorde, Siap Diuji Akhir 2023

Pada 18 Mei 1991, Krikalev meninggalkan Bumi dengan pesawat luar angkasa Soyuz. Ia berada dalam misi sepanjang lima bulan ke stasiun ruang angkasa MIR untuk mengorbit Bumi. 

Bersamanya, adalah kosmonaut lain yang juga berasal dari Soviet, Anatoly Artsebarsky, dan astronaut Inggris, Helen Sharman. 

Baca Juga:
NASA Bersama Boeing Bikin Pesawat Ramah Lingkungan

Roket itu meluncur dari Kosmodrom Baikonur yang legendaris di Kazakhstan, tempat yang sama di mana Uni Soviet memenangi "perang bintang" dari Amerika Serikat. 

Dari sini berbagai sejarah tercipta, seperti pengiriman satelit pertama ke orbit, Sputnik; perjalanan anjing pertama ke luar angkasa, Laika; dan kedatangan manusia pertama di luar angkasa, Yuri Gagarin, pada 1961.

Baca Juga:
Pesawat Orion NASA Sudah Sampai di Bulan

Sejumlah pencapaian bersejarah Soviet di luar angkasa terjadi karena Kosmodrom Baikonur. 

Kala itu, stasiun ruang angkasa MIR juga merupakan simbol kekuatan Soviet dalam hal eksplorasi antariksa. 

Misi Krikalev sebetulnya cukup rutin, dia harus melakukan beberapa perbaikan dan pembaruan untuk sejumlah peralatan di MIR. 

Namun sementara semuanya berjalan mulus di luar angkasa, di Bumi, Uni Soviet mulai hancur berantakan. 

Dalam hitungan bulan, selama Krikalev berada di luar angkasa Bumi, Uni Soviet yang perkasa dan raksasa terpecah. 

Karena itu pula lah, misi yang pada awalnya sama sekali tidak rumit membuat Krikalev berada dalam ketidakpastian selama berbulan-bulan, melayang-layang di angkasa dua kali lebih lama dari rencana, dan menimbulkan efek yang tak dimengerti pada tubuh dan pikirannya. 

Ini menjadi kisah tragis pengembaraan Sergei Krikalev, kosmonaut yang setelah bertahan lebih dari 10 bulan mengorbit Bumi, mendarat di negara yang sudah tidak ada lagi. 

Waktu yang dihabiskannya di luar angkasa membuatnya tercatat dalam sejarah sebagai "warga negara Soviet yang terakhir". 

Paling populer 

Sergei Krikalev lahir pada 1958 di Leningrad, yang kini disebut Saint Petersburg. 

Dia lulus sebagai insinyur mesin dari Institut Mekanik Leningrad pada 1981 dan menjadi kosmonaut setelah menjalani empat tahun pelatihan. 

Pada 1988, dia melakukan perjalanan pertamanya ke stasiun luar angkasa MIR, yang mengorbit Bumi pada ketinggian 400 km di atas permukaan planet ini. 

Saat ini, Krikalev adalah direktur misi berawak Roscosmos, badan luar angkasa milik Rusia. 

Misi pada Mei 1991 itu adalah kali kedua dia melakukan perjalanan ke MIR. 

"Krikalev mendapat tempat istimewa di budaya pop karena dia adalah salah satu kosmonaut pertama yang menggunakan radio di MIR untuk berkomunikasi dengan perangkat radio amatir di Bumi dari luar angkasa," kata Cathleen Lewis, sejarawan yang meneliti program luar angkasa di Museum Dirgantara dan Luar Angkasa Nasional Smithsonian di Washington DC, Amerika Serikat. 

Krikalev tidak pernah sendirian di MIR, tetapi dia adalah anggota kru yang paling terkenal. 

Lewis mengatakan selama misi panjangnya di MIR, Krikalev kerap mengoperasikan radio untuk berbincang dengan warga biasa yang menemukan frekuensinya dari Bumi. 

"Dengan cara itu, dia menjalin hubungan informal dengan orang-orang di seluruh dunia," ujar Lewis. 

Krikalev tidak pernah sendirian di MIR, tapi dia selalu menjadi kosmonaut paling populer. 

"Dia memang bukan satu-satunya orang di MIR, tapi hanya dia yang bicara dengan radio sepanjang waktu," tambah Lewis. 

Sejarawan itu meyakini, bahwa karena itulah, meskipun pada saat kejatuhan Uni Soviet bersama Krikalev ada kosmonaut lain yang bernama Aleksandr Volkov di MIR, Krikalev tetap diingat sebagai "warga Soviet yang terakhir". 

"Dia bukan satu-satunya kosmonaut di stasiun luar angkasa itu, tapi hanya dia yang menjadi tokoh publik," ujar Lewis.

Stasiun ruang angkasa MIR pada 1997. 

Pecahnya Uni Soviet 

Di antara tahun 1990-1991, semua republik yang bergabung dengan Republik Sosialis Bersatu Soviet (USSR) mendeklarasikan kemerdekaannya. 

Pada saat itu, Presiden Mikhail Gorbachev, dengan "Perestroika"-nya yang termasyhur mencoba memodernisasi negaranya menuju kapitalisme, mendesentralisasi kekuatan ekonomi banyak perusahaan dan mengizinkan pembuatan bisnis swasta. 

Proses ini menimbulkan banyak perlawanan dari Partai Komunis. 

Pada 19-21 Agustus 1991, sekelompok politisi dari sayap terkuat Partai Komunis mencoba melakukan kudeta terhadap Gorbachev, yang meskipun gagal, menciptakan perpecahan parah Uni Soviet. 

Ketika Gorbachev kehilangan kendali akan negaranya, Krikalev terus melayang-layang di ruang angkasa. 

Dihadapkan pada krisis politik dan ekonomi yang terus menerpa USSR yang mulai pecah, Krikalev diminta untuk tetap berada di angkasa sampai jangka waktu yang tidak ditentukan. 

"Bagi kami, ini tidak terduga, kami tidak mengerti apa yang terjadi," kenang Krikalev, seperti dicuplik dari dokumenter BBC, "The last Soviet citizen" pada 1993. 

"Dengan sedikit informasi yang mereka berikan pada kami, kami mencoba memahami sendiri gambaran besarnya." 

Menurut Lewis, Krikalev mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dari orang-orang dari Barat, sementara Uni Soviet terus mendengungkan narasi bahwa "semuanya baik-baik saja". 

"Sampai pada akhirnya semua itu hilang," ucap sejarawan itu. 

Elena Terekhina, istri Krikalev yang bekerja sebagai operator radio untuk program luar angkasa Soviet, juga berkomunikasi dengannya, namun tak memberikan detail apa yang terjadi di Bumi.

Orang-orang merayakan kudeta yang gagal pada 1991. 

"Saya mencoba untuk tak membicarakan hal-hal buruk dengannya, dan saya rasa dia pun demikian," kata Terekhina dalam dokumenter BBC yang sama. 

"Dia selalu berkata pada saya, semuanya baik-baik saja, jadi sangat sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya dia rasakan di dalam hati." 

Memenuhi tugas 

Krikalev menerima misi untuk memperpanjang masa tinggalnya di luar angkasa, namun mengaku ini bukan hal yang mudah. 

"Apakah saya akan memiliki cukup kekuatan, dapatkah saya menjalani misi yang lebih panjang? Saya pun punya keraguan," kata kosmonaut tersebut. 

Krikalev dan Volkov sebenarnya bisa saja pulang ke Bumi kapan saja, namun ini berarti mereka akan meninggalkan stasiun MIR tanpa awak. 

"Ada masalah birokrasi," tukas Lewis. "Mereka tidak ingin meninggalkan stasiun itu tanpa awak, tapi mereka juga tidak punya uang untuk mengirim awak pengganti." 

Di saat bersamaan, pemerintah Rusia menjanjikan pada Kazakhstan bahwa mereka akan mengirim kosmonaut dari negara tersebut sebagai pengganti Krikalev. 

Ini adalah cara untuk menenangkan gejolak di antara kedua negara. 

Kazakhstan, di sisi lain, tidak memiliki kosmonaut dengan tingkat pengalaman seperti Krikalev, yang berarti butuh waktu untuk melatih seseorang menjadi penggantinya. 

Dan sementara itu, Krikalev masih berada di ruang angkasa, terekspos pada risiko fisik dan mental yang hingga kini masih belum diketahui efeknya. 

Menurut NASA, berada di luar angkasa dapat menimbulkan risiko yang berkaitan dengan radiasi, yang bisa saja menyebabkan kanker atau penyakit degeneratif lainnya. 

Kurangnya gravitasi dapat menyebabkan hilangnya massa otot dan tulang; dan sistem imun tubuh juga bisa mengalami perubahan. 

Sementara isolasi dapat memicu masalah-masalah psikologis, seperti perubahan perilaku atau kehilangan mood. 

Tapi Krikalev, bagaimanapun, selalu tahu bahwa tugasnya adalah untuk tetap berada di luar angkasa. 

Tanpa pengganti 

Pada Oktober, tiga kosmonaut baru tiba di stasiun luar angkasa MIR, tapi tak seorang pun dari mereka dilatih untuk menggantikan Krikalev. 

Menurut Lewis, orang-orang yang paling khawatir terhadap Krikalev justru mereka yang berada di luar Uni Soviet. Mereka berkata, "Bayangkan, seorang pria ditinggalkan begitu saja di angkasa luar." 

Bagi pemerintah Rusia, bagaimanapun, masalahnya sederhana saja. "Mereka memiliki prioritas lain, permasalahan lain." 

Ditambah lagi, pada 25 Oktober 1991, Kazakhstan mendeklarasikan kedaulatannya, yang berarti, kosmodrom tempat meluncur Krikalev tidak lagi di bawah kendali Rusia. 

Pada 25 Desember 1991, Uni Soviet sepenuhnya kolaps. 

Hari itu, Gorbachev mengumumkan pengunduran dirinya karena masalah kesehatan, mengakhiri kekaisaran yang telah terluka parah. 

Uni Soviet pecah menjadi 15 negara, dan pemerintahan yang mengirim Krikalev ke ruang angkasa tidak ada lagi. 

Leningrad, kota kelahirannya, kelak disebut Saint Petersburg. 

Kembali ke Bumi 

Sementara itu, saat hiruk-pikuk ini terjadi, di luar angkasa Krikalev menghabiskan waktunya memandangi Bumi, mendengarkan musik yang dimainkan oleh rekan-rekannya, dan tentu saja, berbicara di radio. 

Tepat tiga bulan setelahnya, pada 25 Maret 1992, Krikalev dan Volkov kembali ke Bumi. 

Jika ditotal, Krikalev menghabiskan 312 hari di luar angkasa, mengitari Bumi selama 5.000 kali. 

"Senang sekali bisa kembali ke Bumi, meskipun kami harus beradaptasi kembali dengan gravitasi, kami dapat membebaskan diri dari beban psikologi," kata Krikalev. 

"Saya tidak akan menyebut momen itu sebagai euforia, tapi yang jelas itu sangat menyenangkan." 

Dan meskipun telah menjalani semua pengalaman ini, Krikalev mengaku siap melakukan perjalanan lain. 

Pada 2000, dia adalah salah satu dari kru pertama yang melakukan perjalanan ke Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS), simbol era eksplorasi luar angkasa baru, yang meninggalkan pertarungan lawas dan membuka jalan bagi kolaborasi beberapa negara untuk membuka tabir misteri alam semesta.(sumber:BBC)