China Kecam AS atas Kejadian Stasiun Luar Angkasa China yang Nyaris Bertabrakan dengan SpaceX Milik Elon Musk

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 29/Des/2021 18:54 WIB


BEIJING (BeritaTrans.com0 - China pada Selasa (28/12) menuduh Amerika Serikat melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab dan tidak aman di luar angkasa terkait dua persinggungan yang terjadi di antara stasiun luar angkasa China dan satelit yang dioperasikan SpaceX milik Elon Musk.

Tiangong, stasiun ruang angkasa China yang baru, harus bermanuver untuk menghindari tabrakan dengan satu satelit Starlink pada bulan Juli dan Oktober lalu, demikian menurut catatan yang disampaikan China kepada badan antariksa PBB bulan ini. Catatan itu mengatakan insiden itu “merupakan bahaya bagi kehidupan atau keselamatan astronaut di Stasiun Luar Angkasa China.”

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian dalam konferensi pers rutin pada Selasa (28/12) mengatakan “Amerika mengabaikan kewajibannya berdasarkan perjanjian internasional, menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan dan keselamatan astronaut.”

 

Starlink, yang merupakan divisi SpaceX, mengoperasikan konstelasi hampir 2.000 satelit yang bertujuan menyediakan akses internet ke sebagian besar wilayah di bumi.

SpaceX adalah perusahaan swasta Amerika yang independen dan terpisah dari badan antariksa militer dan sipil NASA.

Tetapi dalam catatannya pada PBB, China mengatakan anggota-anggota Perjanjian Luar Angkasa – yang merupakan dasar hukum luar angkasa internasional – juga bertanggung jawab atas tindakan entitas nonpemerintah mereka.

Berbicara pada wartawan, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Ned Price menolak menanggapi secara khusus tuduhan China tersebut.

“Kami telah mendorong semua negara yang memiliki program luar angkasa untuk menjadi aktor yang bertanggung jawab, untuk menghindari tindakan yang dapat membahayakan astronaut, kosmonaut, dan pihak lainnya yang mengorbit bumi atau yang berpotensi melakukan hal itu,” ujar Price.

SpaceX belum menanggapi permohonan untuk memberi pernyataan atas hal ini.

Menurut Jonathan McDowell dari Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian, manuver mengelak untuk mengurangi risiko tabrakan di ruang angkasa menjadi lebih sering terjadi karena semakin banyak obyek memasuki orbit bumi.

“Kami benar-benar memperhatikan peningkatakan jumlah upaya mengelak dalam jarak dekat sejak Starlink mulai beroperasi,” ujarnya pada AFP.

Tabrakan apapun kemungkinan akan “menghancurkan total” stasiun luar angkasa China dan membunuh semua orang di dalamnya, tambah McDowell.

Modul inti stasiun China Tiangong, yang berarti “istana surgawi” dalam Bahsan Mandarin, memasuki orbit awal tahun ini dan diharapkan akan beroperasi penuh tahun depan.

China-Rusia Berkolaborasi

China dan Rusia telah mulai berkolaborasi dalam teknologi untuk menyaingi sistem navigasi satelit GPS AS dan Galileo Eropa, sementara kedua negara itu berupaya menjalin hubungan militer dan strategis yang lebih erat.

Awal tahun ini, China setuju untuk menerima stasiun-stasiun pemantau darat bagi sistem penentuan posisi GLONASS Rusia di wilayahnya, yang meningkatkan akurasi dan jangkauan global, tetapi dapat menimbulkan risiko keamanan. Sebagai balasannya, Rusia setuju untuk menerima stasiun darat bagi sistem BeiDou China.

Kesepakatan timbal balik ini menunjukkan berkembangnya tingkat kepercayaan dan kerja sama antara Moskow dan Beijing, kata analis Alexander Gabuev, peneliti senior dan ketua bidang Rusia dalam Program Asia-Pasifik di Carnegie Moscow Center.

“Perpecahan Rusia dengan Barat serta mendalamnya konfrontasi dan persaingan antara China dan AS sebagai dua adidaya jelas berkontribusi pada pemulihan hubungan antara Moskow dan Beijing. Ada kondisi saling melengkapi ekonomi yang alami di mana Rusia memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan China memiliki modal dan teknologi untuk mengembangkan sumber daya itu. Dan akhirnya, keduanya adalah negara otoriter, sehingga mereka tidak alergi sewaktu membicarakan pengaturan politik dalam negeri, atau peracunan (pemimpin oposisi Rusia) Alexi Navalny, atau isu-isu seperti Hong Kong atau HAM di Xinjiang,” kata Gabuev kepada VOA.

Perlu beberapa waktu agar kolaborasi sistem navigasi satelit ini dirasakan di lapangan.

“Sejauh ini, kami belum melihat hasil penting, karena di Rusia, Rusia masih semakin bergantung pada GLONASS tetapi juga pada GPS. Kami belum memiliki proyek-proyek besar terkait BeiDou,” lanjut Gabuev.

Satelit dianggap sebagai komponen krusial bagi kekuatan militer abad ke-21. Bulan lalu, Rusia menguji coba misil yang ditembakkan ke salah satu satelitnya. AS mengatakan puing-puing akibat penembakan itu mengancam astronaut di Stasiun Antariksa Internasional.

“Yang paling mengganggu adalah bahaya yang diciptakannya terhadap masyarakat internasional. Ini melemahkan stabilitas strategis,” kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin kepada wartawan pada 17 November.

Rusia, China dan AS termasuk beberapa negara yang sedang mengembangkan misil hipersonik, yang bergerak melalui lapisan atas atmosfer hingga lima kali kecepatan suara.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan AS telah gagal untuk terlibat dalam perjanjian antariksa bersama Rusia-China.

“Mereka telah mengabaikan selama bertahun-tahun prakarsa Rusia dan China untuk mempersiapkan suatu perjanjian untuk mencegah persaingan senjata di antariksa. Mereka mengabaikannya, malah bersikeras untuk membangun semacam aturan universal,” kata Lavrov. (VOA).