Kondisi Kapal Rohingya di Laut Lepas Aceh: Ada yang Meninggal, Banyak Anak Sakit

  • Oleh : Fahmi

Kamis, 30/Des/2021 08:56 WIB
Perahu berisi puluhan pengungsi Rohingya saat ini terombang-ambing di tengah laut dengan kondisi mesin mati.(BBC/Hidayatullah) Perahu berisi puluhan pengungsi Rohingya saat ini terombang-ambing di tengah laut dengan kondisi mesin mati.(BBC/Hidayatullah)

ACEH (BeritaTrans.com) - Perahu yang ditumpangi sekitar 120 pengungsi Rohingya di lautan lepas sekitar 124 km dari daratan Aceh yang diperkirakan nelayan yang melihat langsung, akan tenggelam dalam beberapa hari ke depan, akan ditarik ke daratan dengan alasan "kemanusiaan." 

Kondisi pengungsi itu sendiri ada yang meninggal, banyak anak yang sakit, dan juga kelaparan. 

Baca Juga:
Executive General Manager Pelindo Regional 2 Tanjung Priok Sambut Arus Balik Mudik di Pelabuhan Tanjung Priok

Pemerintah Indonesia "memutuskan, atas nama kemanusiaan, akan menampung pengungsi Rohingya yang saat ini terapung-apung di atas sebuah kapal di lautan dekat Kabupaten Bireuen, Aceh. Keputusan ini dibuat setelah mempertimbangkan kondisi darurat yang dialami pengungsi di atas kapal tersebut," kata Irjen Pol Armed Wijaya, Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Irjen Pol Armed Wijaya, selaku Ketua Satgas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (PPLN) Pusat. 

"Dari pengamatan yang dilakukan, penumpang kapal tersebut didominasi oleh perempuan dan anak-anak. Jumlah pasti dari pengungsi tersebut baru akan diketahui setelah pendataan lebih lanjut," tambah Armed. 

Baca Juga:
Kemenhub Berangkatkan Ribuan Peserta Mudik Gratis Sepeda Motor dengan Kapal Laut Voyage Kedua Jakarta- Semarang

Para pengungsi Rohingnya itu terombang-ambing selama 28 hari di lautan lepas, dalam kawasan perairan terdekat dengan Bireuen. 

Semua pengungsi, kata Armed, akan menjalani skrining kesehatan dan penerapan protokol kesehatan. 

Baca Juga:
Rute Kapal Baru Buleleng-Raas Dibuka untuk Antisipasi Lonjakan Pemudik dari Bali saat Lebaran

Otoritas keamanan kelautan setempat sempat mengharuskan mereka didorong kembali ke laut menjauhi wilayah Indonesia, sementara nelayan Aceh ingin mereka ditarik ke darat karena alasan kemanusiaan. 

Nelayan yang melihat kondisi mereka 

Sebuah perahu kayu berukuran satu lapangan bulu tangkis dipadati puluhan pengungsi Rohingya, terombang-ambing di laut lepas. Posisinya sekitar 124 kilometer dari daratan Aceh. 

Di antara para pengungsi melambaikan tangan ke arah Aditya Setiawan, nelayan asal Bireun yang menjumpai mereka beberapa waktu lalu. Para pengungsi berulang kali memukul-mukul perut memberi tanda mereka kelaparan. 

"Mereka memberikan isyarat dengan memukul perut dan menyuap nasi, kami lansung mendekat untuk memberikan nasi, mereka ada yang menangis, ada yang mengaji. Total ada 120 orang di dalam kapal itu, ada juga yang sudah meninggal," kata Aditya kepada wartawan di Aceh, Rabu (29/12). 

Lebih lanjut Adit menceritakan kondisi perahu kecil dengan muatan besar sangat rentan tenggelam di tengah cuaca angin kencang dan ombak tinggi. 

"Mereka mungkin bisa tenggelam, karena ukuran boatnya kecil dan mereka ramai, mungkin sekitar dua hari lagi bisa tenggelam, karena boatnya kecil, ombak juga tinggi, sayang kalau kita melihat kondisi mereka," jelasnya. 

Menurutnya, sebaiknya perahu yang membawa Rohingya itu ditarik kedarat, karena jika tidak ada kemungkinan perahu mereka akan karam.

Tapi Adit tak punya keberanian mengambil tindakan sendiri membawa pengungsi ke daratan, karena dilarang oleh pihak otoritas dan takut dipenjara selama 8 tahun. 

"Sebaiknya mereka kita tolong, orangnya saja kita tolong sementara boatnya kita biarkan, sayang kita lihat, ada dari mereka yang menangis. Tapi takut dengan masalah hukum, dihukum delapan tahun penjara," tutup Aditya.

Berdasarkan catatan yang dilaporkan para nelayan yang membantu memberikan bantuan makanan seadanya kepada para pengungsi setidaknya 120 pengungsi Rohingya berada di kapal tersebut. 51 di antaranya anak-anak di bawah umur, 9 orang laki-laki dewasa dan sisanya perempuan dewasa. 

"Barusan kita komunikasi lewat radio, bahwasannya orang itu sangat lemas dan ada yang meninggal, banyak anak-anak yang sakit, yang tua-tua, saat ini kondisinya mulai melemas," kata panglima laut atau pemimpin persekutuan adat hukum adat laut untuk wilayah Kabupaten Bireuen, Badruddin Yunus. 

"Karena menurut keterangan dari nelayan, sudah 28 hari mereka terkatung-katung di laut," jelas Badruddin. 

Selanjutnya, Badruddin, sikap panglima laut maupun nelayan Kabupaten Bireuen ingin kapal yang mengangkut Rohingnya untuk sesegera mungkin dibawa ke daratan, karena kondisi mereka yang semakin melemas. 

"Nelayan kita sudah memastikan ke dalam kapal Rohingnya, kalau mesin mereka meledak, sekarang mereka berlayar menggunakan layar ala kadar," kata Badruddin. 

Otoritas ingin dorong pengungsi ke laut lepas 

Otoritas keamanan dan pengamanan teritorial laut, Danlanal Lhokseumawe, Kolonel Dian Suryansyah, sebelumnya mengatakan bahwa posisi perahu Rohingnya saat ini berada di 67 nautical mile dari daratan Aceh yang tertambat di atas rumpon. 

"Jadi sebenarnya tidak hanya untuk Aceh Bireuen saja, bukan. Karena ini masih sangat jauh dan ini masih belum masuk dalam wilayah teritorial Bireuen. Jadi masih bisa kita sebut di Lhokseumawe dan segala macamnya, karena ini masih sangat jauh," kata Kolonel Dian. 

Kolonel Dian Suryansyah, menjelaskan pihaknya akan mendorong kembali para Rohingnya jika memasuki teritori perairan Aceh, karena alasan tugas menjaga perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

"Itu salah satu bentuk tugas kita, untuk mendorong kembali keluar dari wilayah NKRI, namun tetap kita berikan bantuan apa yang mereka butuhkan," jelas Kolonel Dian Suryansyah. 

Senada, Bupati Kabupaten Bireuen, Muzakkar Agani, mengatakan bahwa belum tentu para pengungsi Rohingnya ini ingin datang ke Kabupaten Bireuen, mungkin mereka justru ingin ke Malaysia. 

"Tapi dari pengalaman yang sudah-sudah Rohingnya yang terdampar ke Bireuen, setelah dua hari mereka melarikan diri ke Malaysia. Jadi kalau memang mereka saat ini mau ke Malaysia, kita dorong saja saat ini mereka ke Malaysia. Jadi hasrat mereka tercapai, kita sisi kemanusiaan juga tercapai," kata Bupati Bireuen, Muzakkar Agani. 

Muzakkar melanjutkan, jika pada sisi kemanusian pihaknya telah memberikan sejumlah bantuan logistik, maupun bahan bakar untuk kebutuhan kapal dan jika ada yang sakit, pihaknya juga menyediakan dokter untuk melakukan pengecekan kesehatan. 

"Menurut informasi dia mau ke Malaysia, dia tidak ada makanan, kita support makanan, itu saja, kita tidak berandai - andai," kata Muzakkar. 

Gelombang untuk ditarik ke darat 

Namun, sejumlah pihak menolak langkah mendorong pengungsi Rohingya ke laut lepas. 

Badan PBB untuk Urusan Pengungsi, UNHCR menyampaikan kekhawatiran tentang keselamatan para pengungsi di tengah kondisi perahu dengan mesin rusak dan cuaca buruk. 

"UNHCR sangat mengkhawatirkan keselamatan dan nyawa para pengungsi yang berada di kapal. Untuk mencegah kehilangan nyawa, UNHCR mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mengizinkan kapal tersebut menepi dengan selamat," kata Mitra Suryono, Associate Communications Officer UNHCR dalam keterangan tertulis. 

Berdasarkan catatan dari UNHCR langkah penyelamatan seperti ini pernah dilakukan beberapa kali pemerintah Indonesia. 

"Yang terakhir pada bulan Juni 2021, ketika 81 orang pengungsi Rohingya diselamatkan dari perairan di Aceh Timur," tambah Mitra. 

Apa yang menjadi dasar penyelamatan pengungsi? 

Sejumlah etnis Rohingya menunggu di ruangan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan identifikasi di tempat penampungan sementara di bekas kantor Imigrasi Punteuet, Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (26/06).(ANTARA FOTO/RAHMAD) 

Sementara itu, Nasruddin dari lembaga kemanusiaan, Geutanyoe Foundation mengakui Indonesia sampai saat ini belum meratifikasi Konvensi 1951 yang memuat hak-hak pengungsi. Dengan demikian, persoalan ini tak diatur banyak dalam regulasi khusus. 

Akan tetapi, pemerintah telah mengeluarkan regulasi penanganan pengungsi melalui Peraturan Presiden No. 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. 

"Supaya ini memang apa yang sudah menjadi perpres sudah menjadi aturan, itu dilaksanakan," kata Nasruddin yang ikut memantau perkembangan para pengungsi Rohingya ini. 

Salah satu klausul dalam Perpres ini menyebutkan; pengungsi yang ditemukan dalam keadaan darurat segera dilakukan tindakan memindahkan ke kapal penolong jika kapal akan tenggelam, membawa ke daratan terdekat, memberi bantuan medis, menyerahkannya ke Rumah Detensi Imigrasi. 

Dalam klausul lainnya disebutkan, pengungsi di tempat penampungan diberikan fasilitas kebutuhan dasar berupa air bersih, kebutuhan makanan, minum dan pakaian, pelayanan kesehatan dan kebersihan serta fasilitas ibadah. 

"Kalau pemerintah Indonesia, tentu ini akan berdampak besar terhadap sisi kemanusiaannya. Tapi setidaknya ini kan persoalan-persoalan misal terjadi kecelakaan di laut, kasian juga anak-anak. Ini kita prioritaskan sisi kemanusiaannya," tambah Nasruddin. 

Hal senada disampaikan anggota DPR dari partai oposisi, Nasir Jamil. Ia meminta pemerintah Indonesia mengeyampingkan persoalan aturan tentang kewilayahan dan keimigrasian, serta menekankan rasa kemanusiaan. 

Pengungsi Rohingya, yang kebanyakan tidak mengenakan masker, berkumpul di sebuah pasar di kamp pengungsian Kutupalong, Ukhia, Bangladesh, 24 Maret 2020.(SUZAUDDIN RUBEL/Getty) 

"Saya sendiri sudah menyampaikan kepada pihak yang punya otoritas agar mereka didaratkan. Agar mereka diberi izin untuk tinggal, sebentar, karena banyak anak-anak dan juga perempuan di dalamnya," kata Nasir Jamil. (fh/sumber:BBC)