Jepang Desak Indonesia Akhiri Larangan Ekspor Batu Bara

  • Oleh : Redaksi

Kamis, 06/Janu/2022 23:06 WIB
Sejumlah tongkang batu bara terlihat sedang mengantre di sepanjang Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, 31 Agustus 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan) Sejumlah tongkang batu bara terlihat sedang mengantre di sepanjang Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, 31 Agustus 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Duta Besar Jepang untuk Indonesia meminta Jakarta untuk mengakhiri larangan ekspor batu bara baru-baru ini. Pelarangan tersebut, katanya, memiliki "dampak serius" pada negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu.​

Indonesia mengekspor sekitar tiga perempat dari produksi batu baranya, dengan pasar terbesarnya termasuk negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi di Asia, yaitu China, Jepang, Korea Selatan dan India.

Baca Juga:
Indonesia dan Australia Sulit Penuhi Permintaan Ekspor Batu Bara ke Eropa

Namun pada 1 Januari, pemerintah melarang pengiriman bahan bakar fosil tersebut untuk menghindari pemadaman setelah produsen batu bara gagal menyisihkan 25 persen dari produksi untuk pasar domestik, seperti yang diwajibkan.Sejumlah tongkang batu bara terlihat sedang mengantre di sepanjang Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, 31 Agustus 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)​​​​​​

Kebijakan tersebut membuat harga batu bara dunia naik karena permintaan energi untuk menghadapi musim dingin di belahan bumi utara mencapai puncaknya.

Baca Juga:
PLN Angkat Bicara Kebijakan Setop Ekspor Batu Bara Sementara

"Larangan ekspor yang tiba-tiba berdampak serius pada kegiatan ekonomi Jepang serta kehidupan sehari-hari masyarakat", tulis Kanasugi Kenji dalam surat pada Selasa (4/1) kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Arifin Tasrif, yang dikonfirmasi Rabu (5/1) oleh pihak Kedutaan Jepang.

Batu bara sedang dimuat ke kapal di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, 17 Agustus 2010. (Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad)

Batu bara sedang dimuat ke kapal di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, 17 Agustus 2010. (Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad)

Jepang mengimpor sekitar dua juta ton batu bara per bulan dari Indonesia, kata surat itu, seraya menambahkan bahwa kadar batu bara yang dibeli oleh perusahaan Jepang lebih tinggi daripada yang dibakar oleh pembangkit listrik di Tanah Air. Oleh karena itu, Jepang bukan merupakan faktor di balik kelangkaan batu bara Indonesia, katanya.

"Oleh karena itu, saya ingin meminta segera pencabutan larangan ekspor batu bara ke Jepang," bunyi surat itu, sebagaimana dikutip dari kantor berita AFP.

Ada beberapa sumber alternatif yang dapat digunakan Jepang, kata surat itu, yang mendesak diakhirinya pelarangan dengan cepat untuk "untuk melanjutkan dan memelihara hubungan ekonomi yang baik" antara kedua negara.

Pemerintah telah mengatakan akan meninjau larangan pada Rabu (5/1), tetapi pertemuan yang direncanakan dengan perwakilan dari industri batu bara ditunda dan tidak ada alasan yang diberikan untuk penundaan tersebut.Kegiatan pertambangan batu bara di Kalimantan sebagai ilustrasi. (Foto: Reuters)​​​​​​

Indonesia mengharuskan produsen batu bara untuk menyisihkan 25 persen dari produksi untuk pasar domestik, tetapi membatasi harga pembelian bahan bakar sebesar $70 per metrik ton -- jauh di bawah harga pasar global.

Sejak larangan tersebut, antara 7,5 juta ton dan 13,9 juta ton batu bara telah dialihkan ke permintaan domestik -- menurut PLN dan laporan media lokal.

Dampak ke Korea Selatan

Pemerintah Korea Selatan menyampaikan dampak dari larangan ekspor batubara oleh Pemerintah Indonesia akan terbatas setidaknya untuk bulan Januari.

Mengutip dari Argusmedia.com, Kementerian Energi Korea Selatan telah mengadakan pertemuan darurat pada 3 Januari dengan lima utilitas Korea Electric Power Corporation (Kepco) milik negara serta pihak terkait lainnya untuk mengevaluasi dampak larangan ekspor batubara oleh Indonesia.

Dalam catatan pertemuan terungkap bahwa dengan tingkat persediaan batubara saat ini maka diprediksi serta masih adanya pengiriman dari negara lain maka dampak jangka pendek akan terbatas.

"Sekitar 55% dari kargo terjadwal dari Indonesia untuk bulan Januari telah dimuat atau dikirim, meskipun kedatangan pengiriman lainnya akan ditunda, kata pengumuman itu," demikian dikutip dari Argus Media, Kamis (6/1).

Asal tahu saja, bauran impor batubara Korea Selatan didominasi oleh batubara asal Australia pada tahun 2021, yang menyumbang 49%. Kemudian 20% dari Indonesia dan 11% dari Rusia.

"Mengingat larangan itu terjadi pada Januari ketika permintaan pemanas Korea Selatan memuncak, penilaian menyeluruh tentang kemungkinan dampak larangan ekspor diperlukan untuk menyiapkan langkah-langkah yang tepat," ungkap Wakil Menteri Ki-Young Park.

Ki-Young melanjutkan, masih diperlukan pantauan lanjutan untuk kenaikan harga batubara jika terjadi persaingan internasional untuk pemenuhan pasokan batubara serta dampak terhadap keseimbangan pasar listrik di China dan India.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor batubara Indonesia ke Korea Selatan per 2020 mencapai 24,83 juta ton. Adapun, nilainya mencapai US$ 1,04 miliar.

10 Negara Tujuan Ekspor

Merujuk data BPS, ekspor batubara menurut negara tujuan untuk tahun 2020 mencapai 341,54 juta ton.

Dari jumlah tersebut, India menjadi pasar penyerap terbesar mencapai 98.24 juta ton, kemudian China sebesar 62,49 juta ton, Jepang sebesar 26,96 juta ton.

Selanjutnya, Korea Selatan dengan serapan mencapai 24,83 juta ton, Taiwan sebanyak 17,60 juta ton, Malaysia sebesar 26,70 juta ton, dan Filipina sebanyak 28,06 juta ton.

Negara tujuan ekspor lainnya yakni Thailand sebesar 16,62 juta ton, kemudian Hong Kong sebanyak 3,86 juta ton serta Spanyol yang ditahun 2020 tercatat tidak mengambil batubara dar Indonesia namun di 2019 sempat menyerap sekitar 684.000 ton.

Kemudian ekspor ditujukan ke negara-negara lain dengan total mencapai 36,15 juta ton.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia optimistis ada solusi yang terbaik untuk persoalan ekspor batubara yang terjadi saat ini.

"Kami memahami, pemenuhan kebutuhan kelistrikan dalam negeri menjadi prioritas. Mudah-mudahan dengan terpenuhinya pasokan yang dibutuhkan PLN, keran ekspor bisa dibuka," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Kamis (6/1).

(VOA/kontan).