Pernah di Bawah Kendali Singapura, Ini Sejarah Wilayah Udara Natuna

  • Oleh : Fahmi

Rabu, 26/Janu/2022 08:24 WIB
Gambar Perbatasan Kabupaten Natuna. (Foto:KKP) Gambar Perbatasan Kabupaten Natuna. (Foto:KKP)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Wilayah kendali informasi udara (FIR) Natuna pernah diambil alih Singapura sejak 1946. Salah satu alasannya karena Indonesia belum memiliki kompetensi dari berbagai aspek mengenai kontrol udara. 

Keputusan itu diambil melalui International Civil Aviation Organization (ICAO), saat Indonesia baru menginjak satu tahun merdeka. 

Baca Juga:
Forum ASA Shipping Dialogue Bahas Pentingnya Kolaborasi Pelayaran Regional

Selain itu, penetapan 'kavling-kavling' pelayanan navigasi udara sudah terbentuk pada 1945 saat Indonesia baru merdeka.


Pengelolaan ruang udara di Blok ABC oleh Malaysia dan Singapura sudah dilakukan sejak 1944. Kedua negara ini masih menjadi bagian dari kekuasaan Inggris kala itu. 

Baca Juga:
Jadwal Kapal Pelni KM Bukit Raya Natuna-Jakarta-Surabaya-Pontianak pada Maret 2024

Ruang udara di Batam dan Natuna adalah bagian dari FIR Blok A. Selain itu, terdapat pula Blok B dan C yang berada di atas perairan Natuna. 

Sektor A mencakup wilayah udara di atas delapan kilometer sepanjang Batam dan Singapura. Sektor B mencakup kawasan udara di atas Tanjung Pinang dan Karimun. 

Baca Juga:
Kakorlantas Polri Tinjau Pelabuhan Ketapang dan Jangkar, Dorong ASDP Hadirkan Layanan Prima selama Angkutan Nataru

Sementara itu, sektor C yang berada di wilayah udara Natuna dibagi menjadi dua. Singapura mengendalikan di atas 24.500 kaki, sedangkan Malaysia di bawah 24.500 kaki 

Salah satu implementasi penguasaan FIR oleh Singapura adalah saat penerbang TNI AU harus mengantongi izin dari menara kendali penerbangan Bandara Internasional Changi untuk bisa lepas-landas atau mendarat hingga menentukan rute, bahkan ketinggian dan kecepatan. 

Sejak 1990, upaya negosiasi Indonesia dengan Singapura untuk mengambil alih ruang kendali FIR di Perairan Natuna terus dilakukan. 

Pada Januari 2012 tercapai kesepakatan antara Indonesia dan Singapura, bahwa FIR wilayah Kepulauan Riau yang dikuasai Singapura akan dikembalikan ke Indonesia. 

Salah satu dasar hukum pengambilalihan FIR ialah UU RI No.1 Tahun 2009 soal Penerbangan. UU ini kemudian ditandatangani presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono pada Januari 2009. Pasal 5 Bab IV soal Kedaulatan Atas Wilayah Udara dalam UU tersebut. 

"Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eklsusif atas wilayah udara Republik Indonesia," bunyi pasal itu. 

Acuan hukum berikutnya tercantum pada Pasal 458 Bab XXIV Ketentuan Penutup. 

"Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian, sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 tahun sejak Undang-Undang ini berlaku," tulisnya. 

Tiga tahun kemudian, pada 2015 Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri perhubungan dan Panglima TNI untuk mempersiapkan keperluan agar Indonesia mampu mengelola sendiri ruang udara. 

Jokowi saat itu menargetkan dalam jangka waktu tiga-empat tahun lagi Kemenhub dan TNI mampu memodernisasi peralatan dan kemampuan personel. Pengelolaan ruang udara menekankan soal keselamatan, sebab FIR digunakan oleh penerbangan sipil. 

Di November 2015, disebut telah mempersiapkan semua persiapan teknis untuk mengambil FIR yang saat ini dipegang Singapura, termasuk menyerahkan roadmap atau peta jalan ke negara itu dan Malaysia. Singapura juga tak keberatan jika Indonesia mengambil alih FIR. 

Wilayah udara Kepulauan Riau kerap menjadi lintasan favorit pesawat asing, termasuk jet tempur Singapura. 

Komandan Pangkalan TNI AU Tanjungpinang, Letnan Kolonel Penerbang I Ketut Wahyu Wijaya, mengatakan pesawat tempur Singapura sering nampak berlatih di utara Pulau Bintan yang berdekatan dengan Singapura. 

Singapura mengklaim berlatih di wilayah militer atau military training area (MTA), yakni zona udara RI yang bisa digunakan Singapura untuk latihan militer. Hal ini karena, mereka tak punya ruang lapang untuk berlatih. 

Masalahnya, perjanjian MTA antara Indonesia dan Singapura habis pada 2001. Jakarta tak memperpanjang kesepakatan itu sebab merasa dirugikan. 

Namun, Singapura ngotot MTA merupakan wilayah berbahaya sehingga harus dioperasikan Angkatan Bersenjata mereka. 

Menurut Ketut, Singapura mencari celah agar bisa menerbangkan pesawat tempur mereka ke wilayah udara RI. Celah itu berasal dari hak Singapura mengatur ruang udara (FIR) Indonesia di sekitar Kepulauan Riau. 

Kemudian pada 2018, Menteri Pertahanan saat itu, Ryamizard Ryacudu mengatakan upaya pemerintah atas FIR tak bisa dilakukan secepatnya, dan baru selesai pada 2021 mendatang. 

Pada September 2019 lalu, pemerintah menyatakan sudah ada kerangka negosiasi ruang kendali udara antara Indonesia dan Singapura. Kemudian pada 7 Oktober, tim teknis dari masing-masing negara sudah bertemu. 

Lalu pada 2020, Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPB) ketika itu, Tito Karnavian mengatakan FIR masih menjadi persoalan antara Indonesia dan negara tetangga. 

"Kami harapkan (2021) tapi kan susah. Harus kita belajar dulu. Nggak gampang lho. Kalau kita pegang, terus tubruk-tubrukan pesawat, diketawain orang nanti," kata dia Mei 2018 lalu. 

Selama ini, pemerintah juga melalui Menko Kemaritiman telah membentuk tiga tim untuk mengambil alih ruang kendali udara dari Singapura. Mereka terdiri dari tim teknis mencakup Air Navigation (Airnav), Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) serta tim regulasi dari Kementerian Perhubungan, dan tim diplomasi dari Kementerian Luar Negeri buat berunding dengan Singapura. 

Hal ini, tak lepas dari mandeknya proses pengambilalihan FIR oleh pemerintah Indonesia dari negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. 

Meski demikian, RI terus berusaha mengambil alih FIR, melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. 

FIR Natuna resmi menjadi kendali Indonesia pada 25 Januari 2022 melalui perjanjian nota kesepahaman antara Jokowi dengan Perdana Menteri Malaysia, Lee Hsein Loong. 

"Selama penandatanganan FIR (ruang kendali udara) maka ruang lingkup FIR Jakarta akan melingkupi seluruh teritorial Indonesia terutama Natuna dan Riau," ujar Jokowi dalam konferensi pers daring di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (25/1).(fhm/sumber:CNN)