Terbukti Langgar Batas Tangkap di Laut, Kapal Ikan Asal Pantura yang Beroperasi di Natuna Didenda Administratif

  • Oleh : Fahmi

Sabtu, 12/Mar/2022 12:51 WIB
Foto:Istimewa Foto:Istimewa

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan tindakan tegas kepada KM SS yang ditangkap oleh Polair Polres Natuna di perairan Pulau Subi pertengahan Februari lalu. Penangkapan dan penindakan tersebut merupakan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat yang resah atas beroperasinya kapal tersebut. 

Sempat diduga mengoperasikan alat tangkap Cantrang, kapal tersebut ternyata terbukti mengoperasikan alat penangkapan ikan jenis jaring tarik berkantong yang tidak dilarang oleh peraturan yang berlaku. Namun tidak berhenti hanya pada pemeriksaan alat tangkap, akhirnya ditemukan pelanggaran lain sehingga akhirnya dikenakan sanksi denda administratif sebesar Rp159 juta karena melakukan kegiatan penangkapan ikan tidak sesuai dengan daerah penangkapan yang ditetapkan. 

Baca Juga:
Kementerian-KP Galang Dukungan Internasional, Perluas Kawasan Konservasi Laut

“Ini menjawab isu yang berkembang, kami sampaikan bahwa alat tangkap yang dioperasikan adalah legal dan yang dilanggar ketentuan terkait dengan daerah penangkapan ikan”, ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin. 

Adin menjelaskan bahwa alat penangkapan ikan jaring berkantong memang diizinkan untuk beroperasi di dua WPP yaitu WPP 711 dengan ketentuan harus beroperasi di atas 30 mil laut dan WPP 712 harus beroperasi di atas 12 mil laut. Alat tangkap ini berbeda dengan cantrang karena menggunakan mata jaring berbentuk persegi dan tali selambar yang lebih pendek dibandingkan dengan cantrang. 

Baca Juga:
KKP Temui Kejagung, Minta Pendampingan Peraturan Pengelolaan Lobster?

Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh KM SS, Adin menjelaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan baik terhadap nakhoda maupun para saksi dan ahli, diketahui kapal tersebut beroperasi bukan di daerah penangkapan sebagaimana ketentuan. 

“Nakhoda mengakui melakukan penangkapan ikan bukan di atas 30 mil laut sebagaimana yang sudah ditentukan,” terang Adin. 

Baca Juga:
Kementerian-KP Raih Pengakuan Standar Internasional Anti Suap

Adin juga menyampaikan apresiasinya kepada jajaran Polair Polres Natuna yang mempercayakan penanganan kasus ini melalui pendekatan sanksi administratif. Hal ini merupakan contoh konkret bahwa aparat penegak hukum di lapangan telah bersinergi dalam mengawal penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK). 

“Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya atas sinergi yang baik dalam penanganan kasus ini,” tambah Adin. 

Bukan Kasus Pertama yang Diselesaikan dengan Sanksi Administratif 

Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Drama Panca Putra menyampaikan bahwa penyelesaian pelanggaran dengan pendekatan ultimum remedium sudah diterapkan di beberapa kasus lainnya. Drama juga menyebut bahwa KM. SS bukan yang pertama mendapatkan sanksi denda administratif atas pelanggaran yang sudah dilakukan. Drama merinci bahwa KKP telah mengenakan sanksi administrasi dengan rincian sanksi peringatan sebanyak 4 kapal perikanan, denda administratif sebanyak 14 kapal perikanan, pembekuan perizinan berusaha sebanyak 1 kapal perikanan, dan pencabutan perizinan berusaha sebanyak 4 kapal perikanan. 

“Pelaksanaan sanksi administratif merupakan penerapan UUCK. Adapun untuk denda administratif sudah dikenakan pada 14 kapal perikanan yang melakukan pelanggaran, dan total PNBP yang diperoleh negara dari sanksi tersebut sekitar Rp2,6 miliar,” jelas Drama. 

Sebagaimana diketahui, KM. SS ditangkap oleh Polair Polres Natuna pada Rabu (17/2/2022) di sekitar perairan Pulau Subi atas laporan yang diperoleh dari masyarakat setempat. Kapal yang diawaki oleh 16 orang tersebut selanjutnya diserahkan kepada Pengawas Perikanan untuk diproses lebih lanjut. Kapal ini disangkakan melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 320 ayat (3) huruf g Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko. 

Upaya peningkatan kepatuhan pelaku usaha perikanan memang terus dilakukan oleh KKP khususnya dalam mengawal program prioritas yaitu penangkapan ikan terukur. Sebelumnya, Menteri Trenggono juga memerintahkan jajaran Ditjen PSDKP untuk mengawal program prioritas tersebut dengan menindak tegas pelaku pelanggaran di lapangan.(fhm)