Jutaan Warga Asia Hirup Udara Paling Berbahaya di Dunia

  • Oleh : Redaksi

Selasa, 22/Mar/2022 23:03 WIB


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Dalam apa yang kemungkinan tidak mengejutkan bagi jutaan warga kota di Asia Timur dan Selatan yang kerap mengalami sesak napas, sakit tenggorokan dan mata perih, kawasan ini tahun lalu mencatat tingkat tertinggi polusi udara paling berbahaya di dunia.

“Negara-negara dan kawasan di Asia Timur, Asia Tenggara dan Asia Selatan menderita karena konsentrasi rata-rata tahunan tertinggi PM2,5 berdasarkan populasi,” kata studi yang dilansir Selasa (22/3)oleh IQAir, perusahaan berbasis di Swiss yang mengoperasikan platform informasi kualitas udara pada waktu nyata (real time).

Baca Juga:
Menteri LHK Ajak Generasi Muda Ikut Aktif Memitigasi Perubahan Iklim

PM2,5 adalah partikel udara yang berukuran diameter 2,5 mikron (sepersejuta meter) atau kurang dari itu, yang dapat memasuki paru-paru manusia dan langsung memasuki aliran darah.

“PM2,5 sebenarnya dapat membunuh lebih banyak orang daripada polutan kualitas udara lainnya,” kata Glory Dolphin Hammes, CEO IQAir untuk kawasan Amerika Utara.

Baca Juga:
Menggugah Kesadaran tentang Perubahan Iklim Melalui Seni

Berdasarkan data dari jejaring global perusahaan itu, Bangladesh adalah negara dengan polusi udara PM2,5 terburuk, sementara New Delhi di negara tetangganya, India, menempati urutan paling bawah daftar ibu kota dengan udara buruk.

Para komuter berkendara di tengah kabut pagi dan kabut asap beracun di New Delhi, India, Rabu, 17 November 2021. (AP/Manish Swarup)

Baca Juga:
Kurangi Emisi untuk Tekan Krisis Ozon agar Bumi Tetap Layak Huni

Para komuter berkendara di tengah kabut pagi dan kabut asap beracun di New Delhi, India, Rabu, 17 November 2021. (AP/Manish Swarup)

Bangladesh, Chad, Pakistan, Tajikistan dan India adalah lima negara dengan kualitas udara terburuk.

Dhaka, Bangladesh; N'Djamena, Chad; Dushanbe, Tajikistan; dan Muscat, Oman, adalah ibu kota lainnya dengan pencemaran terburuk.

Mereka yang menginginkan udara paling bersih harus menuju ke kawasan barat daya Samudera Pasifik, ke teritori Prancis Kaledonia Baru, yang kota utamanya, Noumea, juga menempati urutan teratas untuk udara paling segar di antara ibu kota lainnya.

Tempat lain dengan udara paling bersih adalah teritori AS Virgin Islands dan Puerto Rico di kawasan Karibia dan Cape Verde, di kawasan Atlantik di lepas pantai Afrika.

Beberapa bagian di kawasan berkembang dunia tidak terpantau secara memadai.

“Kami mengidentifikasi tiga kawasan yang kurang terwakili – Afrika, Timur Tengah dan Amerika Selatan,” kata Dolphin Hammes kepada VOA. Karena pemantauan sekarang memadai, “ada dua negara (Chad dan Tajikistan) yang menjadi negara paling tercemar yang tidak masuk laporan kami tahun lalu.”

Kawasan Charlotte Amalie, St. Thomas, Virgin Islands, AS, 16 Agustus 2019. (REUTERS/Marco Bello)

Kawasan Charlotte Amalie, St. Thomas, Virgin Islands, AS, 16 Agustus 2019. (REUTERS/Marco Bello)

Negara-negara maju biasanya memiliki pemantau kualitas udara yang lebih banyak daripada di negara-negara dan kawasan berkembang.

Pada tahun 2021, kadar polusi udara meningkat dari tahun sebelumnya, ketika terjadi penurunan karena penurunan terkait pandemi, yang menyebabkan lebih sedikit transportasi darat dan udara.

Penyebab lain naiknya polusi udara tahun lalu adalah meningkatnya kebakaran hutan, kata Dolphin Hammes.

“Polusi udara jelas merupakan bagian dari formula faktor iklim. Seberapa signifikan tepatnya PM2,5 sebagai bagian dari formula itu? Saya yakin itu dapat diperdebatkan,” lanjutnya.

Organisasi Kesehatan Dunia September lalu memangkas rekomendasi tahunan batas PM2,5 menjadi setengahnya, dari 10 mikrogram per meter kubik menjadi 5 mikrogram per meter kubik, seraya menyatakan bahwa pengurangan itu akan mencegah jutaan kematian.

Para ilmuwan menyambut baik pedoman baru tersebut, tetapi khawatir sejumlah negara akan mengalami kesulitan menerapkannya, mengingat banyak negara di dunia gagal memenuhi standar lama yang tidak terlalu ketat, menurut Reuters.

Polusi udara juga menyebabkan korban ekonomi yang signifikan, diyakini setara dengan tiga persen hingga empat persen produk domestik bruto dunia, menurut organisasi lingkungan hidup Greenpeace.

Laporan tahunan IQAir, yang dimulai pada 2017, didasarkan pada data kualitas udara PM2,5 dari total 6.475 kota di 117 negara, wilayah dan teritori. Data global berasal dari “puluhan ribu stasiun pemantauan kualitas udara yang dibuat berdasarkan peraturan dan berbiaya rendah yang dioperasikan pemerintah, LSM, lembaga riset, dan ilmuwan warga di seluruh dunia,” kata perusahaan itu. (VOA).