Oleh : Fahmi
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Presiden Soeharto pernah melakukan penyamaran dengan keluar masuk desa-desa tanpa pengawalan selama berhari-hari. Kegiatan itu dilakukan untuk memastikan apakah program pembangunan di daerah berjalan sambil menyerap aspirasi.
Perjalanan ini hanya diketahui oleh kalangan terbatas dan dengan penentuan waktu yang mendadak. Bahkan Panglima ABRI saat itu pun tidak diberitahu.
Baca Juga:
Menag Nasaruddin Terima Gelar Doctor of Divinity dari Hartford International University
"Siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja dan tidak memberitahu siapa pun," kata Soeharto kepada Try Sutrisno yang waktu itu menjabat sebagai ajudan presiden seperti dikutip dari buku 'Pak Harto The Untold Story', Selasa (29/3/2022).
Try Sutrisno yang diangkat menjadi ajudan Presiden Soeharto pada 1974 hingga 1978 mengaku sempat khawatir. Sebab, Pak Harto, sapaan akrab Presiden Soeharto waktu itu ingin berkeliling ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat secara diam-diam.
Baca Juga:
Sah! Maya Watono jadi Bos InJourney, Dirut Perempuan Termuda di Perusahaan BUMN
Anggota rombongan pun sangat terbatas. Selain Try Sutrisno, ikut dalam perjalanan rahasia itu Komandan Paspampres Kolonel Munawar, Komandan Pengawal, Dokter Mardjono, dan mekanik Biyanto.
"Perjalanan itu berlangsung dua pekan, bersifat rahasia. Bahkan Panglima ABRI pun tidak diberitahu. Hanya kalangan terbatas yang boeh tahu, antara lain Ketua G-I/S Intel Hankam Mayjen TNI Benny Moerdani," tutur Try Sutrisno.
Baca Juga:
Mengenal Profil Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani Panjaitan
Perjalanan rahasia ini jauh dari kemewahan. Pak Harto dan anggota rombongan tidak pernah makan di restoran.
Untuk keperluan logistik, rombongan membawa beras dari Jakarta. Pak Harto pun kerap makan lauk sambal teri dan kering tempe yang dibekali oleh Ibu Tien.
Menginapnya juga tidak di hotel atau penginapan, tapi di rumah kepala desa atau penduduk. Benar-benar prihatin. Saat blusukan di Jawa Tengah, Pak Harto hafal lika-liku jalan di provinsi itu. Maklum, Pak Harto banyak berjuang di wilayah Yogyakarta dan Jateng, kemudian menjadi Pangdam IV Diponegoro.
"Waktu itu saya yang mengemudikan mobil. Tiba di suatu persimpangan tanpa bertanya saya jalan terus, ternyata saya salah jalan tetapi Pak Harto tidak marah dan tersenyum saja," tutur Try Sutrisno yang kelak diangkat menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Soeharto.
Meski bersifat rahasia, perjalanan penyamaran Pak Harto bocor juga. Saat blusukan di wilayah Jawa Timur, warga desa ada yang melihat sang presiden dan melaporkannya ke aparat setempat. Rombongan sempat dicurigai, apakah benar Presiden Soeharto berkunjung tanpa pengawalan.
Sebagai ajudan, Try Sutrisno kemudian menjelaskan Presiden Soeharto sedang melakukan perjalanan rahasia. Para pejabat pun geger karena tidak diberi tahu, sehingga tidak memberikan sambutan sepantasnya kepada Pak Harto.
"Saya lantas yang menjadi sasaran omelan mereka yang marah karena merasa tidak diberi kesempatan menyambut presiden sepantasnya. Padahal itu semua atas kemauan Pak Harto," tuturnya.
Seluruh hasil perjalanan penyamaran dicatat oleh Pak Harto. Hasil kunjungan rahasia itu dijadikan masukan. Secara objektif kemudian diketahui daerah-daerah yang telah berhasil dan yang masih perlu ditingkatkan. Semuanya dicek ulang di dalam rapat kabinet. Dengan begitu, tidak ada menteri yang berbohong.
Perjalanan ini berakhir di Istana Cipanas. Semua anggota rombongan kelelahan setelah dua pekan berkeliling keluar masuk desa. Pak Harto meminta anak buahnya untuk makan terlebih dahulu sebelum dirinya.
"Itulah good leadership yang saya warisi dari Pak Harto sebagai komandan pasukan. Beliau mendahulukan anak buah untuk hal-hal yang mendasar, seperti soal makan," tutur Try Sutrisno.(fhm/sumber:inews)