Cerita Sopir Angkot Saat BBM Naik, Hakim Sudrajat Cuma Dapat Rp20 Ribu Sehari

  • Oleh : Fahmi

Jum'at, 09/Sep/2022 11:31 WIB
Hakim Sudrajat pengemudi Koasi 19 A trayek Terminal Bekasi-Pondok Timur saat mengantre bantuan sembako di Taman Cut Mutia Kota Bakasi, Jawa Barat, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM berdampak pada pengeluaran dan pendapatan para pengemudi angkot. Hakim Sudrajat pengemudi Koasi 19 A trayek Terminal Bekasi-Pondok Timur saat mengantre bantuan sembako di Taman Cut Mutia Kota Bakasi, Jawa Barat, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM berdampak pada pengeluaran dan pendapatan para pengemudi angkot.

BEKASI (BeritaTrans.com) - Setiap hari bapak lima anak ini berpacu di jalanan melawan kemacetan untuk mencari rezeki dari setiap penumpang mobil angkotnya. Dia memulai aktivitas setiap hari mulai dari pukul 6.00 hingga pukul 21.00 WIB.

Dialah Hakim Sudrajat (58 Tahun), pengemudi Koasi atau Koperasi Angkutan Bekasi, 19 A dengan trayek Terminal Bekasi-Pondok Timur terpaksa harus manikkan ongkos tarif karena naiknya harga bahan bakar minyak (BBM).

Baca Juga:
Tarif Tol Gempol-Pandaan Bakal Naik Mulai Beberapa Hari Lagi!

Di tengah kenaikan BBM, dia mengungkapkan pendapatan semakin berkurang terlebih lagi banyak masyarakat kini sudah mulai meninggalkan naik angkot. 

"Ada Corona begini, sewanya yang enggak ada. Apalagi dinaikin BBM begini, malah mau pakai Aplikasi lagi, ribet sayanya," kata Hakim kepada BeritaTrans.com dan Aksi.id saat mengantre paket bantuan sembako dari Polres Metro Bekasi Kota, di Taman Cut Mutia, Kota Bakasi, Jawa Barat, Kamis (9/9/2022).

Baca Juga:
Tarif Jalan Tol Bali Mandara Segera Naik, Catat Harga Terbarunya!

Sebelum diterapkannya harga BBM terbaru oleh Pemerintah pada 3 September lalu, Hakim menjelaskan bahwa penumpang Koasinya cenderung sepi, pendapatan dan pengeluaran tidak seimbang. 

Baca Juga:
DAMRI Tambah Armada Baru Premium untuk Rute Menuju Lampung

"Kalau dulu belum naik, sewa juga enggak ada. Sekarang juga makin enggak ada, malah dinaikkin begini," keluh Hakim.

Karena BBM naik, Hakim menaikan setiap tarif per penumpang sebesar Rp1000. Hal itu bukan berdasarkan pengurus Organda atau pemerintah, namun dinaiki secara pribadi dengan memperhitungkan bahwa pengguna angkotnya adalah orang dengan kalangan bawah dan juga di tengah naikknya BBM.

"Kita naikinya bukan berdasarkan pengurus, enggak ada lagi Organda di Bekasi enggak jelas, kita naikin aja sendiri, semua sudah pada naik," kata Hakim.

Walau tarif naik sudah diumumkannya kepada penumpang melalui selebaran tarif yang dia tempel di dalam angkotnya, masih banyak juga penumpang yang tidak membayar dengan sesuai. Hakim juga memaklumi hal tersebut, karena yang naik angkot juga masih belum terbiasa dengan tarif baru itu.

Hakim bercerita mengenai penghasilan dan pengeluarannya dalam sehari untuk membawa penumpang selama dari pagi hingga malam. 

Hakim membawa Koasi milik orang lain, dia menyewanya sehari dengan sistem setoran. Adapun biaya setoran setiap hari ialah Rp80 ribu, padahal sebelum pandemi mencapai Rp100 ribu. 

"Kalau dulu normalnya (setoran) sih Rp100 ribu, sekarang semenjak Corona begini Rp80 ribu. Penumpang juga kagak ada," sebut Hakim.

Mobil rombeng itu, biasa dia tenggakkan BBM jenis Pertalite yang saat ini harganya Rp10 ribu per liter. Dengan membeli Pertalite, dalam sehari dia mampu menghabiskan Rp130 ribu sampai Rp150 ribu untuk 7 kali reat.

"Kita dulu (BBM belum naik) tiga kali reat aja sudah Rp50 ribu, sekarang makin banyak lagi," sebutnya.

Dalam sehari, Hakim mengungkapkan bisa mengumpulkan uang sebesar sekitar Rp250 ribu. Uang itu juga harus dibagi lagi untuk pengeluaran dalam sehari, yang berupa bensin, setoran dan biaya lain.

"Kita Rp150 ribu itu buat bensin, setoran Rp80 ribu. Misalnya dapat 250 ribu, ya tinggal itu, kalau mau lebih, harus kurang-kurangin lagi isi bensinnya," cerita warga Pondok Timur, Kota Bekasi tersebut. 

Dia kerap membawa uang ke rumah hanya sekitar Rp20 ribu sampai Rp50 ribu. Hal itu juga dengan mensiasati dengan mengirit pengisian BBM juga lebih giat menanti penumpang.

Tidak hanya itu, kekhawatirannya juga diceritakan tentang penggunaan aplikasi saat mengisi BBM. Dia bercerita, jika diterapkannya aturan membeli bahan bakar minyak (BBM) dengan Aplikasi, dia tidak memiliki HP yang mendukung untuk pembelian tersebut. 

"Nanti gimana ini malah pakai Aplikasi, saya enggak ada HP, palingan nanti pakai HP anak. Ribet yang ada, apalagi saya juga sudah tua, ibaratnya kelamaan," kata Hakim.

Bukan hanya masalah BBM, tetapi harga Sperpart juga sudah naik sebelum BBM naik. Dikhawatirkan kenaikan BBM juga membuat harga Sperpart seperti ban, oli dan lain sebagainya, semakin naik lagi.

Hakim dan teman-temannya sesama pengemudi Koasi berharap ada solusi terbaik dari Pemerintah, bukan hanya dengan bantuan tetapi juga kebijakan lain yang akan mensejahterakan mereka. (fahmi)