Usut Suap Pembelian Pesawat Airbus Garuda, KPK Panggil Eks Ketua DPD Golkar Sulbar dan Eks Anggota DPR Fraksi PKS

  • Oleh : Dirham

Rabu, 09/Nov/2022 16:00 WIB
Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri. Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil eks Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Sulawesi Barat (Sulbar) Ibnu Munzir untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Airbus PT Garuda Indonesia periode 2010-2015. 

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, selain Ibnu, penyidik juga memanggil tiga saksi lain. Mereka adalah mantan Anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tossy Aryanto. 

Baca Juga:
Kasus Suap Garuda Indonesia, Rumah Mantan Anggota DPR Chandra Tirta Digeledah KPK

“Pemeriksaan dilakukan di Kantor KPK RI,” kata Ali dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (9/11/2022). 

Kemudian, saksi lainnya merupakan mantan Direktur Operasi PT Garuda Indonesia serta satu orang dari pihak swasta, Enty Puryanto Kasdi selaku Direktur PT Indonesia Advisory Duta Solusindo. 

Sebelumnya, KPK mengatakan, telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus di PT Garuda Indonesia. Ali mengatakan, suap dalam perkara ini diduga mencapai Rp 100 miliar yang diterima anggota DPR RI. 

"Dugaan suap tersebut senilai sekitar Rp 100 miliar yang diduga diterima anggota DPR RI 2009-2014 dan pihak lainnya, termasuk pihak korporasi," kata Ali pada 4 Oktober lalu. 

Menurut Ali Fikri, perkara ini merupakan tindak lanjut hasil kerjasama KPK dengan otoritas Inggris dan Prancis. KPK menyebut modus korupsi pengadaan Airbus ini cukup kompleks. 

Sebab, perbuatan pidana dilakukan di tempat yang melewati batas negara, melibatkan korporasi, dan kerugian negara yang besar. Namun demikian, hingga saat ini, KPK belum mengumumkan identitas para tersangka. 

Ali menyatakan nama para pelaku berikut detail perbuatan dan pasal yang disangkakan bakal diumumkan saat penyidikan dirasa cukup.

“Yang berikutnya ditindaklanjuti dengan upaya paksa penangkapan maupun penahanan," ujar Ali Fikri. (ds/sumber Kompas.com)