Ketentuan Perdagangan Perlu Diubah demi Tambah Devisa hingga USD 100 Miliar dari Logistik

  • Oleh : Naomy

Selasa, 02/Mei/2023 10:45 WIB
Rifka Hidayat Rifka Hidayat

 

BANDUNG (BeritaTrans.com) - Perlambatan ekonomi dan ancaman resesi global memengaruhi ekonomi Indonesia, termasuk terhadap nilai ekspor dan impor pada periode Agustus 2022 s.d. Februari 2023. 

Baca Juga:
SCI Apresiasi PPLI Dukung Pengembangan UMKM

Namun demikian, nilai ekspor dan impor Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan pada Maret 2023. 

"Nilai ekspor mencapai USD 23,50 miliar atau naik 9,89 persen, sementara nilai impor mencapai USD 20,59 miliar atau naik 29,33 persen dibanding Februari 2023," jelas Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi, Selasa (2/5/2023).

Baca Juga:
Industri Transportasi Berpendingin Diproyeksikan Tumbuh 14% pada 2025

Hal itu berdasarkan analisis atas data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 17 April 2023.

Data BPS sebelumnya menunjukkan ekspor dan impor Indonesia mengalami kecenderungan peningkatan yang signifikan pada periode 2020-2022. 

Baca Juga:
Inisiatif Pelaku Usaha Tingkatkan Efisiensi Logistik hingga 35%

Pada tiga tahun tersebut, nilai ekspor Indonesia berturut-turut sebesar USD 163,19 miliar, USD 231,61 miliar, dan USD 291,98 miliar. 

Sementara, nilai impor Indonesia pada tiga tahun itu berturut-turut sebesar USD 141,57 miliar, USD 196,19 miliar, dan USD 237,45 miliar.

Setijadi menjelaskan, peningkatan ekspor dan impor itu menunjukkan peningkatan aktivitas ekonomi dan industri Indonesia. 

"Hal itu juga memengaruhi peningkatan aktivitas sektor logistik, baik domestik maupun internasional," katanya. 

Deputy Division Head of Samudera Indonesia Research Initiative (SIRI) Rifka Hidayat mengatakan, kenaikan nilai ekspor dan surplus neraca ekspor-impor tersebut semestinya memberikan tambahan kontribusi devisa bagi Indonesia dalam aspek logistik dan pengapalannya. 

Pemahaman prinsip “shipping follows the trade” masih berlaku dalam penentuan oleh siapa penunjukan kapal dan logistics arrangement-nya apakah oleh pihak eksportir dan importir Indonesia atau pihak luar negeri. 

"Hal ini tentu didahului oleh term perdagangan internasional yang disepakati antara pihak eksportir dan importir," ungkapnya.

Rifka menyatakan, fakta selama ini porsi pengapalan dan pengaturan logistik kegiatan ekspor dan impor dilakukan oleh pihak asing mengakibatkan akumulasi nilai transaksi atas biaya kegiatan tersebut dinikmati oleh pihak asing, sehingga porsi devisa tidak masuk ke Indonesia.

Jika biaya logistik antarnegara bervariasi sebesar 10%-20% dari nilai ekspor dan impor Indonesia serta dilakukan perubahan ketentuan ekspor (dari FOB menjadi CIF, CFR, dan DAP) dan ketentuan impor (dari DAP, CIF, dan CFR menjadi FOB) maka pada tahun 2022, misalnya, diproyeksikan tambahan devisa yang bisa masuk dan dinikmati oleh Indonesia sekitar USD 52,94-105,88 miliar.

Rifka menjelaskan, sejumlah upaya untuk memaksimalkan penerimaan devisa Indonesia dari sektor penyelenggaraan transportasi, pengapalan, dan logistik, yaitu sosialisasi dan pelatihan tentang international commercial term.

"Selanjutnya, meningkatkan kemampuan eksportir dan importir indonesia, mendorong kepemilikan armada kapal bagi perusahaan pelayaran nasional, serta meminimalkan kekhawatiran dan risiko melalui arbitrase lokal," tutupnya. (omy)