SCI Nilai PMK 71/2022 Dapat Berdampak Kenaikan Biaya Logistik

  • Oleh : Naomy

Senin, 19/Jun/2023 08:10 WIB
Ilustrasi Ilustrasi


BANDUNG (BeritaTrans.com) - Suply Chain Indonesia (SCI) menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu pada 30 Maret 2022 dapat berdampak pada kenaikan biaya logistik.

Ketentuan PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu pada peraturan itu antara lain mengatur secara spesifik mengenai jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasinya terdapat biaya transportasi (freight charges) dan jasa pengiriman paket pos. 

Baca Juga:
Hadapi Kompleksitas Logistik, SCI Tingkatkan Kompetensi SDM

Berdasarkan peraturan tersebut, PPN dikenakan sebesar 10% x 11% x DPP atau 1,1% x DPP. 

Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Zaroni menyebutkan, berdasarkan peraturan itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memungut Pajak Keluaran (PK) tidak dapat melakukan kredit dengan PPN Pajak Masukan (PM), sehingga semua PM atas perolehan barang dan jasa kena pajak bagi perusahaan Penyedia Jasa Logistik (PJL) berubah menjadi biaya. 

Baca Juga:
Ancaman Krisis Pangan Makin Terasa, SCI Beri 5 Rekomendasi Ini

Ketentuan ini berpotensi berdampak pada peningkatan beban biaya, penurunan laba, dan kesulitan dalam pengaturan cash flow karena PJL membayar perolehan barang dan jasa kena pajak lebih besar atas PM yang tidak dapat dikreditkan.

"Dengan begitu berpotensi menaikkan biaya logistik secara agregat," ujar Zaroni, Senin (19/6/2023). 

Baca Juga:
Penerapan Logistik Hijau Tingkatkan Efisiensi Hingga 20 Persen

SCI memahami, Kementerian Keuangan memiliki alasan/pertimbangan tersendiri dalam penerbitan kebijakan atau ketentuan ini. 

Salah satu kemungkinannya adalah banyak perusahaan di sektor logistik atau kurir yang belum menjadi PKP, sehingga perusahaan bersangkutan tidak dapat dikenakan pajak masukan dan keluaran. 

Selain itu, kepentingan pengguna jasa logistik, terutama jasa pengguna pengiriman barang/paket pos/kurir lebih diperhatikan. 

"Pengenaan PPN sebesar 1,1% itu akan meringankan beban pembayaran, karena pengguna membayar lebih murah dibandingkan kalau dibebankan PPN sebesar 11%," tuturnya.

Bagi sektor UMKM pengguna jasa logistik/pengiriman paket, pengenaan PPN sebesar 1,1% itu akan meningkatkan daya saing produknya.

Zaroni merekomendasikan pengenaan PPN untuk jasa freight forwarding dan jasa pengiriman barang/paket pos/kurir untuk perusahaan PJL yang sudah PKP tetap menggunakan ketentuan PPN 11% X DPP, serta dapat dikreditkan dengan PM atas perolehan barang dan jasa kena pajak.

Kebijakan ini akan membuat perusahaan PJL tetap mampu bersaing melalui biaya yang lebih efisien, layanan yang lebih murah, dan cash flow yang lebih baik, sehingga berpotensi meningkatkan efisiensi biaya logistik.

"Kami juga mengusulkan pengkajian kembali peraturan tersebut oleh Ditjen Pajak dengan melibatkan para ahli/akademisi pajak, pengusaha, dan profesional logistik," pungkas Zaroni. (omy)