Kemenhub Bakal Paparkan Upaya Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca di Sidang IMO MEPC ke-80

  • Oleh : Naomy

Kamis, 22/Jun/2023 18:29 WIB
Konsnyering jelang sidang IMO MEPC ke-80 Konsnyering jelang sidang IMO MEPC ke-80

 

JAKARTA (BeritaTrans.com) –  Sidang International Maritime Organization (IMO) Marine Environment Protection Committee (MEPC) ke-80 di London 3 sampai 7 Juli 2023.

Baca Juga:
Digitalisasi Pelayanan, Pelabuhan Cirebon Go Live STID dan SIMON TKBM

Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Perkapalan dan Kepelautan melaksanakan  persiapan penyusunan materi sidang di Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Dr. Hartanto, hadir diwakili Kasubdit Pencegahan Pencemaran dan Manajemen Keselamatan Kapal dan Perlindungan Lingkungan di Perairan, Stephanus Risdiyanto.

Baca Juga:
2 Kapal Phinisi Bakal Hadir di IKN

Kegiatan dihadiri 35 orang peserta yang terdiri dari perwakilan dari Kemenhub serta berbagai Kementerian dan lembaga yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan maritim.

Stephanus mengatakan, posisi Indonesia selain sebagai negara anggota IMO, juga statusnya sebagai Anggota Dewan IMO Kategori C, senantiasa memanfaatkan Forum MEPC untuk menyuarakan kepentingan Nasional mengenai aspek kemaritiman.

Baca Juga:
Hari ke-4 Sidang IMO Council 132, Indonesia Sampaikan Intervensi Kespel

“MEPC sebagai komite terbesar kedua IMO setelah Maritime Safety Committee (MSC), memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan hal-hal terkait pencegahan dan pengawasan terhadap pencemaran lingkungan maritim, khususnya yang terkait dengan adopsi atau perubahan terhadap konvensi-konvensi dan peraturan lainnya seta tindakan-tindakan yang memastikan penegakan Konvensi dan peraturan tersebut,” urai Stephanus.

Menurutnya, pada MEPC-80 yang berlangsung pada 3 – 7 Juli 2023 ini akan menjadi sidang yang sangat intens karena akan membahas 129 dokumen serta akan membahas beberapa agenda penting di antaranya: penentuan revisi strategi IMO pada penurunan emisi gas rumah kaca dari kapal (on reduction of GHG emission from ships), amandemen terhadap Ballast Water Management Convention dan Marpol Annex VI, efisiensi energi (energy efficiency).

Tindak lanjut untuk menangani sampah plastik dari kapal di perairan (Marine plastic Litter), termasuk dokumen-dokumen dari sidang-sidang MEPC sebelumnya yang memerlukan pembahasan intensif dalam pertemuan tatap muka, dengan total agenda 15 item.

Selain itu, agenda penentuan revisi strategi IMO mengenai penurunan emisi gas rumah kaca pada pembahasan di sidang-sidang sebelumnya, negara-negara maju mendorong IMO untuk mencapai visi dan tingkat ambisi yang tidak realistis, terutama yang mengharuskan industri pelayaran internasional untuk mencapai siklus hidup no emisi GRK (lifecycle zero GHG Emission) paling lambat tahun 2050, dan menetapkan titik peninjauan di tahun 2030 dan 2040. 

Selain itu, negara-negara maju juga menganjurkan untuk menetapkan batas intensitas siklus hidup GRK (lifecycle GHG) untuk bahan bakar kapal, yang akan dimplementasikan bersama dengan pungutan GRK tetap dengan kuantum yang sangat tinggi.

"Menyikapi hal tersebut, Indonesia sebagai negara berkembang menempatkan diri sebagai negara yang realistis dan menilai bahwa tingkat ambisi pengurangan GRK pada tahun 2050 sangat menantang bagi negara-negara berkembang untuk mencapainya tanpa dukungan bantuan teknis dan finansial," paparnya.

Selain itu, target penurunan emisi GRK dengan langkah-langkah yang ada dianggap terlalu ambisius dikhawatirkan dapat menyebabkan kenaikan yang signifikan dalam biaya transportasi laut dan menjadi beban bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya.

Dia menyampaikan, perairan Indonesia merupakan salah satu tersibuk di dunia yang banyak dilalui oleh kapal dari berbagai negara. 

Artinya, banyak negara yang berkepentingan dengan perairan Indonesia. 

Kondisi ini tentu memengaruhi lingkungan laut yang menjadi yurisdiksi RI, mulai dari laut teritorial sampai dengan Zona Ekonomi Eksklusif.

“Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengamanatkan setiap negara untuk menegakkan kedaulatan di wilayah perairannya dalam konteks perlindungan lingkungan maritim. Penegakan kedaulatan negara di bidang perlindungan lingkungan maritim harus menjadi perhatian setiap pemangku kepentingan tidak hanya di lingkungan Kemenhub, tetapi juga kementerian dan lembaga lainnya yang berkepentingan dengan pelestarian lingkungan laut dan segala sumber dayanya,” kata Stephanus.

Melalui konsinyering kali ini, diharapkan dapat menyusun kertas posisi Indonesia untuk semua agenda yang akan dibahas di Sidang MEPC-80 nanti, khususnya mengenai agenda pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. (omy)