Mengintip Prediksi Pengaruh Pemilu pada Sektor Properti

  • Oleh : Naomy

Rabu, 29/Nov/2023 14:04 WIB
Perumahan tapak (ist) Perumahan tapak (ist)


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Seiring dengan mendekatnya pemilihan umum (Pemilu), biasanya kerap menciptakan suasana ketidakpastian di kalangan pelaku bisnis. 

Terutama dengan meluasnya berita yang menimbulkan perdebatan di antara partai politik, rencana kebijakan dan komitmen ke depan dari masing-masing calon presiden. 

Baca Juga:
Top Markotop, Hotel Meruorah Sabet Penghargaan Kategori Best Luxury dan Rising Star dari CTrip

Kekhawatiran juga muncul atas ketidakpastian menjelang pemilihan juga dapat berdampak terhadap pasar properti.

Head of Research Ferry Salanto mengatakan, hanya dalam hitungan beberapa bulan ke depan hingga perayaan demokrasi Indonesia menuju kepemimpinan baru, para investor dan pembeli properti cenderung untuk menunda keputusan bisnis. 

Baca Juga:
Menggali Faktor Esensial di Balik Hunian Eksklusif

"Meskipun hasil pemilihan tidak menentukan nasib kondisi pasar, akan tetapi pemilihan ini memengaruhi sentimen secara keseluruhan. Setelah pemilihan, diharapkan pembeli properti akan melanjutkan aktivitas dan menghidupkan kembali pasar," ungkapnya, Rabu (29/11/2023). 

Secara umum, kekhawatiran terhadap potensi ketidakstabilan politik, tidak terlalu berpengaruh terhadap sektor perkantoran. 

Baca Juga:
Perusahaan Raksasa Jepang Akuisisi Central Park Mall Jakarta, Ini Alasannya

Di kalangan pemilik atau pengembang properti perkantoran, kekhawatiran terbesar adalah apakah hasil dari pemilu akan berpengaruh pada perubahan regulasi, terutama yang terkait dengan proyek konstruksi yang sedang berlangsung atau tidak. 

"Pada umumnya pelaku bisnis cenderung untuk mengambil pendekatan ‘wait and see’, atau memastikan proyek pembangunan berjalan lancar, dan segera membuat keputusan saat sudah ada kepastian dari hasil pemilu," ucapnya. 

Para investor dan perusahaan saat ini berpacu untuk mempercepat pemyelesaian  proyek-proyek yang ada untuk mengejar target sebelum pemilu.

Bila ada pekerjaan proyek yang terkait kerja sama dengan pemerintah, lanjut dia, pelaku bisnis cenderung mengambil pendekatan ‘wait and see’.

Kekhawatiran muncul jika ada kebijakan baru dianggap tidak menarik bagi sektor bisnis yang berpotensi menurunkan minat investasi.

Sedangkan Iklim politik dapat memengaruhi keputusan strategis bagi pemain baru (retailer) di pasar ritel, terutama retailer asing, yang memiliki kekhawatiran terhadap potensi perubahan regulasi. 

"Berdasarkan temuan kami, terlihat para pengusaha ritel cenderung ingin agar proyek-proyek mereka dapat diselesaikan sebelum pemilihan umum dan pergantian kepemimpinan. Hal ini agar keberlangsungan proyek bisa menjadi lebih pasti. Dari sudut pandang retailer, inisiatif ekspansi tetap tidak terpengaruh selama mereka menilai lokasi tersebut sesuai dan menjanjikan," urai Ferry. 

Bagi sebagian besar pelaku bisnis hotel berharap bahwa pemilihan ini akan selesai dalam satu putaran, dengan demikian diharapkan pelaku industri hotel bisa lebih fokus pada pasar bisnis lain yang memberikan kontribusi pendapatan yang lebih signifikan. 

Hotel bisnis, terutama bintang empat dan lima di Jakarta, dinilai akan lebih selektif dalam mengakomodir kegiatan terkait acara politik selama pemilu 2024.

Berkaca pada kondisi beberapa tahun terakhir, pasar hunian untuk ekspatriat umumnya tidak terpengaruh secara langsung dengan adanya pemilu. 

Seperti halnya dengan pasar industrial dan ritel, kekhawatiran biasanya muncul karena adanya potensi regulasi dapat saja berubah saat pemerintahan bertransisi. 

Oleh karena itu, dampak pada pasar sewa hunian bagi pekerja asing mungkin dapat terasa setelah pemilihan umum selesai dan kebijakan baru diterapkan.

"Kami mengamati bahwa pasar apartemen pada tahun 2024 masih menghadapi tekanan akibat beberapa faktor, termasuk di antaranya faktor alamiah dari pemilihan umum menyebabkan ketidakpastian, sehingga membuat investor memilih untuk mengamati kondisi.

Tingginya tingkat suku bunga yang berkelanjutan, memungkinkan kontribusi pada potensi kenaikan suku bunga hipotek.

Penurunan jumlah investor yang memilih apartemen sebagai bentuk investasi.

Preferensi masyarakat Indonesia yang lebih memilih rumah tapak daripada apartemen. (art/omy)