Oleh : Fahmi
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkapkan, implementasi penuh sistem pembayaran tol non-tunai nirsentuh atau multi lane free flow (MLFF) rencananya baru akan diimplementasikan penuh pada 2027.
Kepala Bidang Sistem Informasi Layanan Jalan Tol Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Ali Rachmadi Nasution menjelaskan, sebelum diimplementasikan secara penuh, penerapan sistem MLFF harus melalui lolos uji masa transisi terlebih dahulu yang dijadwalkan berlangsung selama 3 tahun (2024-2027).
Baca Juga:
Penerapan Sistem Bayar Tol Tanpa Sentuh Dilakukan Mulai Akhir 2024
"Secara umum tahapan menuju implementasi sistem MLFF terbagi menjadi dua tahap, yakni masa transisi [2024-2027] dan implementasi sistem full MLFF diperkirakan pada tahun 2027-2028," jelasnya kepada wartawan, dikutip Rabu (20/12/2023).
Adapun, saat ini, pengembangan sistem MLFF masih berada di tahap uji coba internal untuk kemudian disesuaikan dengan kebiasaan dan kesiapan masyarakat dalam berkendara.
Baca Juga:
Sistem Bayar Tol Tanpa Sentuh, Pengguna Wajib Daftar Aplikasi Ini!
Mempertimbangkan hal itu, BPJT memastikan bahwa proses uji coba sistem MLFF tetap akan menggunakan palang pintu. Hal itu dilakukan guna menekan potensi angka kerugian dari sejumlah kendaraan yang lolos tanpa melakukan pembayaran.
Sebelumnya, mantan Kepala BPJT periode 2019-2023, Danang Parikesit dalam bukunya "Sebuah Catatan: Antara Pelayanan Publik & Investasi" memang menjelaskan bahwa tantangan utama dari implementasi sistem MLFF, yakni tuntutan kolektabilitas 100% tarif transaksi.
Baca Juga:
MLFF Resmi Jadi Salah Satu Sistem Bayar Tol Tanpa Sentuh, Pengguna Wajib Daftar Aplikasi Ini!
Pasalnya, dalam implementasi sistem MLFF ini, pemerintah melalui Kementerian PUPR terikat perjanjian kerja sama dengan dua badan usaha yang masing-masing memiliki kriteria berlawanan.
Di satu sisi, badan usaha jalan tol (BUJT) atau operator jalan tol meminta keyakinan pemerintah bahwa penerapan sistem MLFF diharapkan tak mengganggu skema bisnis dan perolehan penerimaan jalan tol yang mereka investasikan.
Namun, di sisi lain badan usaha pelaksana proyek MLFF, yakni Roatex dalam klausul level of service agreement mengajukan proposal bahwa dalam implementasinya sistem ini diperkenankan untuk tidak bisa 100% melakukan pengumpulan pendapatan jalan tol.
Baca juga
Terlebih, Danang menjelaskan, pengumpulan tarif transaksi pada sistem MLFF nantinya akan diserah-kelolakan oleh pemerintah kepada Roatex. Hal itulah yang kemudian saat ini masih menjadi pengganjal dari penerapan sistem MLFF.
"Tantangan bagi pemerintah adalah harus membuktikan bahwa dengan menggunakan sistem transaksi MLFF ini, biaya pengumpulan transaksi akan lebih murah dari biaya yang biasanya dikeluarkan badan usaha jalan tol," tulis Danang.
Menanggapi hal itu, Corporate Communication and Community Development Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR) Lisye Octaviana mengaku hingga saat ini, pihaknya memang masih terus melakukan diskusi lanjutan demi mencari titik tengah atas persoalan kolektabilitas tersebut.
"Di tahap diskusi ada, cuma mungkin untuk menjaga kondusifitas bisnisnya itu sendiri tak bisa sampaikan di sini. Karena, sifatnya itu diskusi ada plus minusnya segala macam. [Diskusi tersebut] tak hanya Jasa Marga tapi juga BUJT lainnya itu melalui ATI juga ditanyakan masukannya dalam diskusi," jelasnya.
Lisye memastikan Jasa Marga akan tetap berkomitmen untuk memantau dan mengikuti proses pengembangan sistem MLFF ke depan. Hanya saja, dia berpesan bahwa penerapannya diharapkan tidak akan mengganggu kualitas pelayanan pada seluruh pengguna jalan tol.
"Kita berfokus supaya sistem pengoperasian tol ini tuh tetap mengedepankan kualitas pelayanan kepada pengguna jalan tol dan ini tentunya bisa dibutuhkan koordinasi dan evaluasi berkala antara Jasa Marga selaku BUJT atau nanti operator tol lainnya dengan Kementerian PUPR dan BPJT," pungkasnya.