Oleh : Fahmi
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng multistakeholder untuk program rehabilitasi terumbu karang di empat lokasi yaitu Kepulauan Riau, NTT, Sulawesi Selatan, dan Maluku/Kepala Burung.
Program rehabilitasi tersebut meliputi upaya penyelamatan, perlindungan, pelestarian dan pemulihan terumbu karang.
Baca Juga:
8 Pelabuhan Perikanan KKP Raih Pengharagaan PUBS Kemenkes 2024
“KKP melakukan rehabilitasi terumbu karang di lokasi prioritas yaitu Kepulauan Riau, NTT, Sulawesi Selatan, dan Maluku/Kepala Burung untuk melindungi kelestarian keanekaragaman hayati laut melalui konservasi ekosistem, jenis, dan genetik. Penetapan 30% perlindungan wilayah pesisir dan laut saat ini juga sedang dilakukan untuk konservasi pada tahun 2045,” ungkap Victor pada Multistakeholder Workshop dan Pengembangan Tata Kelola Jejaring yang diselenggarakan di Jakarta pada Selasa (6/2/2024).
Victor menambahkan, selain merupakan bentuk implementasi Peraturan Presiden No.34 Tahun 2022 Tentang Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia Tahun 2021-2025, upaya yang dilakukan KKP tersebut menjadi bagian komitmen Indonesia untuk berkontribusi pada Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework, yang menargetkan 30% wilayah laut global perlu dilindungi pada tahun 2030.
Baca Juga:
Kementerian-KP Gagalkan Penyelundupan 52 Ribu BBL Senilai 7,8 Miliar
Luas terumbu karang di perairan Indonesia yang mencapai 2,5 juta ha dengan jumlah spesies mencapai 569 spesies, menurut hasil penelitian, dapat memberikan manfaat bagi wisata bahari senilai US$ 3,1 Miliar/tahun, perikanan senilai US$ 2,9 Miliar/tahun, dan perlindungan pesisir senilai US$ 639 juta/tahun.
“Terdapat banyak tantangan untuk mencapai target tersebut. Tidak hanya dari segi sumber daya finansial dan non-finansial tetapi juga memastikan bahwa perlindungan 30% memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Baca Juga:
Sensasi Wisata Sambil Belajar di SFV Eduwisata Bitung, Ayo Rencanakan Liburan!
Victor juga menerangkan dari analisis global baru-baru ini terungkap bahwa beberapa terumbu karang kurang terekspos dan rentan terhadap dampak perubahan iklim.
“Hampir 70% dari terumbu karang yang tahan iklim ini hanya ditemukan di 7 negara yakni Indonesia, Filipina, Kuba, Fiji, Tanzania, Kepulauan Solomon dan Madagaskar. Saya berharap, dengan lestarinya terumbu karang di Indonesia, akan mendukung program ekonomi biru melalui keanekaragaman hayati yang memberikan manfaat bagi masyarakat pesisir,” terangnya.
Victor juga menegaskan bahwa program rehabilitas tersebut akan dilaksanakan dengan melibatkan stakeholder terkait baik dari kalangan , baik pemerintah baik pusat maupun daerah, akademisi, LSM, pihak swasta dan masyarakat
"Dalam kegiatan perlindungan, pelestarian dan pemulihan terumbu karang dibutuhkan pelibatan berbagai pihak," jelas Victor
Sejalan dengan itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Firdaus Agung menjelaskan terumbu karang memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat khususnya perikanan, pariwisata, perlindungan pantai, meski saat ini kondisinya semakin terancam oleh dampak kegiatan manusia dan alam (perubahan iklim).
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa data hasil pemantauan menjadi informasi penting dalam kebijakan pengelolaan terumbu karang serta adaptasi terhadap perubahan iklim. Dengan kondisi geografi yang sangat luas, pemantauan harus dilakukan secara jejaring dan memanfaatkan teknologi.
Selain Kemenkomarves, Kementerian PPN/Bappenas, dan Pemerintah Provinsi NTT, pertemuan multistakeholders tersebut juga melibatkan sejumlah perguruan tinggi dan LSM antara lain IPB University, UNDIP, Universitas Tribuana Kalabahi Alor, Universitas Pattimura, Lembaga Adat Baranusa Alor NTT, Forkom Nelayan Kabola Alor NTT, USAID Kolektif, KEHATI, YAPEKA, Yayasan TERANGI, KNTI Coral Triangle Center, WWF Indonesia, dan Universitas Nusa Cendana.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Yayasan Reef Check Indonesia Derta Prabuning mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari Global Environment Facility-7 Coral Reef Rescue (GEF-7 CRR), yang dilaksanakan di beberapa negara, termasuk Indonesia.
GEF-7 CRR dilaksanakan berdasarkan studi ilmiah tim peneliti Universitas Quensland tentang area terumbu karang yang memiliki tekanan perubahan iklim lebih rendah dibanding area lainnya.
GEF-7 Coral Reef Rescue dilaksanakan selama 4 tahun, yang akan berfokus pada penguatan kapasitas dan solusi dalam memastikan kelestarian terumbu karang. Proyek GEF-7 CRR sendiri dilaksanakan di 6 negara di mana komunitas terumbu karang Tangguh terkonsentrasi di Indonesia, Fiji, Kepulauan Solomon, Filipina, Madagaskar, dan Tanzania.
“Dari beberapa negara tersebut, Indonesia memiliki luasan area terumbu karang yang dimaksud paling luas, sekitar 41% dari keseluruhan area terumbu karang yang teridentifikasi tersebut,” ujarnya.(fhm)