Oleh : Naomy
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Hendry Ch Bangun menegaskan, tidak ada dualisme kepemimpinan dan kepengurusan periode 2023-2028.
"Banyak anggota dan pengurus, bahkan pihak di luar PWI yang mengontak saya terkait dengan adanya info tentang kegiatan yang disebut sebagai Kongres Luar Persatuan Wartawan Indonesia (KLB PWI), di Jakarta, Ahad (18/8/2024)," ungkap Hendry, Senin (19/8/2024).
Baca Juga:
PWI Pusat dan UPJ Rintis Bangun Laboratorium Hidup Kewartawanan
Mereka bertanya soal klaim adanya Ketua Umum dan Ketua Dewan Kehormatan yang dihasilkan acara tersebut.
“Tidak ada itu kongres luar biasa. KLB itu jelas tertulis syaratnya di Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD PRT) PWI. Kalau tidak terpenuhi, ya tidak sah. Tidak terjadi peristiwa KLB,” katanya.
Baca Juga:
Pengurus PWI Pusat Alami Perubahan Personel
“Kalau sekadar kumpul-kumpul, curhat, bolehlah, yang pasti bukan kegiatan resmi yang dapat memilih pimpinan tertinggi organisasi PWI.”
Adapun syarat KLB, sebagai berikut, Pasal 28 PRT menulis jelas dan tidak bisa ditafsirkan lain: ayat (1) Kongres Luar Biasa diadakan jika diminta oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah provinsi dengan alasan ketua umum menjadi terdakwa kasus yang merendahkan harkat dan martabat profesi wartawan.
Baca Juga:
UMB-PWI Pusat Tekankan Pentingnya Verifikasi dalam Karya Akademik dan Jurnalistik
Ayat (2) Kongres Luar Biasa hanya memilih ketua umum baru dan melanjutkan periode kepengurusan. Ayat (3) Kongres Luar Biasa tidak berwenang mengubah PD, PRT, KEJ, dan KPW.
"Karena dari Pasal 28 PRT sulit dilakukan, para pemberontak yang nafsu mengkudeta Ketua Umum PWI Pusat hasil Kongres 2023 itu mencoba Pasal 10 PRT ayat (7)," ujar dia.
Di sana tertulis: Apabila Ketua Umum berhalangan tetap ditunjuk Pelaksana Tugas dalam rapat pleno pengurus pusat.
Selanjutnya Pelaksana Tugas menyiapkan Kongres Luar Biasa untuk memilih Ketua Umum dan Ketua Dewan Kehormatan baru selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan.
"Lha kapan saya berhalangan tetap. Insya Allah saya masih sehat walfiat. Masih berkantor hampir setiap hari di Sekretariat PWI Pusat di lantai 4 Gedung Dewan Pers Jalan Kebon Sirih Jakarta. Saya bahkan lebih sering naik KRL dari rumah karena murah dan cepat, berdiri, sekitar 30 menit dan disambung naik TransJakarta. Sejauh ini tidak ada masalah kesehatan," imbuh Hendry.
Ditambahkannya, ada dua persoalan di sini yang mereka lupa. Dewan Kehormatan memang berwenang menyatakan dan memutuskan sanksi atas anggotanya, tetapi sifatnya rekomendasi yang eksekusi keputusannya ada di tangan Ketua Umum PWI Pusat.
Di periode lalu itu sudah terjadi, ada Keputusan Dewan Kehormatan yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang dan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat Sasongko Tedjo, memberhentikan Zulkifli Gani Ottoh.
"Ketua Umum periode 2018-2023 Atal S Depari tidak menggubrisnya. Cuek bebek. Malahan Zulkifli yang menjabat Ketua Bidang Organisasi ditetapkan sebagai Ketua Panitia Pengarah Kongres PWI 25-26 September 2023 di Bandung," ucap dia.
"SK Dewan Kehormatan hanyalah macan ompong. Tidak berlaku, tidak terjadi apabila tidak dijalankan eksekutif, pengurus harian yang dipimpin ketua umum."
Hal itu tertulis di PRT Pasal 19 ayat (3) “Dewan Kehormatan menyampaikan putusan sanksi kepada Pengurus Pusat untuk dilaksanakan”. Di ayat (4) Apabila pengurus pusat tidak dapat melaksanakan putusan sanksi maka Keputusan itu dibawa ke rapat pleno pengurus lengkap yang diperluas.
Rapat pleno diperluas itu sudah dilakukan, dihadiri Sasongko Tedjo sebagai Ketua Dewan Kehormatan secara fisik, dan juga Ketua Dewan Penasehat melalui zoom, dan disahkan bahwa sanksi atas pemberhentian Hendry Ch Bangun, dibatalkan.
Tidak ada adu argumentasi selama rapat. Beberapa hari kemudian, baru protes. Aneh saja.
"Kedua, PWI Jaya menetapkan pemberhentian saya sebagai ketua umum atas rekomendasi Dewan Kehormatan yang cacat karena ditandatangani oleh Nurcholis Basyairi yang sudah tidak lagi menjabat Sekretaris Dewan Kehormatan dalam susunan pengurus baru hasil rapat 27 Juni 2024 yang ada Akte Notarisnya dan disahkan Kemenkumham dengan nomer AHU-0000946.AH.01.08.Tahun 2024 pada 9 Juli 2024. Ini aneh bin lucu yang memperlihatkan seorang ketua provinsi dan pengurusnya dalam memahami PD PRT," bebernya.
Ditambah lagi, PWI DKI Jakarta, belum memiliki organ Dewan Kehormatan Provinsi. Keputusan diambil beberapa orang dalam peristiwa yang mereka sebut rapat, yang tentu saja cacat karena bahan disodorkan DK Pusat, bukan DK Provinsi.
Sesuai PRT Pasal 20 ayat (3), apabila Dewan Kehormatan Pusat menilai dirinya bersalah, seharusnya mereka meminta DK Provinsi DKI Jakarta untuk memeriksa.
Tentu saja dengan temuan atau bukti-bukti atau ada pihak yang mengadukan saya. DK Provinsi DKI lalu memberi rekomendasi, secara administratif meminta Pengurus PWI DKI meneruskannya ke PWI Pusat untuk diserahkan ke Dewan Kehormatan Pusat, untuk dirapatkan dan dibuat Keputusan.
Lalu Keputusan itu yang diserahkan ke Pengurus Harian PWI Pusat, untu dieksekusi oleh Ketua Umum PWI Pusat.
Kecerobohan Dewan Kehormatan PWI Pusat juga terjadi ketika menjatuhkan sanksi kepada Mohamad Ihsan, Syarif Hidayatulah, dan Sayid Iskandarsyah, karena tidak melalui klarifikasi atau konfirmasi karena mereka berhalangan hadir dan bahkan surat undangan tidak ada.
Sampai detik ini tidak ada permintaan maaf atas kekeliruan massal itu. Nama boleh hebat, tapi pemahaman aturan organisasi, tidak memadai untuk menduduki jabatan terhormat.
"Syarat saya tidak berhalangan tetap tidak terpenuhi karena masih sehat. Saya masih sah sebagai anggota PWI sehingga masih menjabat Ketua Umum PWI Pusat sesuai aturan negara dengan adanya SK Kemenkumham AHU 0000946.AH.01.08 Tahun 2024 tersebut. Dengan demikian, menggunakan Pasal 10 ayat (7) PRT untuk menggelar KLB," ucap dia.
Berikutnya lagi, syarat bahwa KLB harus didukung setidaknya 2/3 jumlah provinsi, artinya minimal diusulkan 26 provinsi—saat ini ada PWI di 38 provinsi, ditambah satu cabang khusus Solo sebagai kota berdirinya PWI pada 9 Februari 1946.
Apa yang terjadi dengan omon-omon sejumlah anggota PWI yang mengaku panitia KLB?
Sampai selesai acara syarat itu tidak terpenuhi. Di dalam rilis yang disebarluaskan media massa, disebut hanya 21 provinsi yang hadir.
"Tidak selembar daun jatuh tanpa seizinNya. Apapun yang terjadi ke depan Dia lah yang menentukan, bukan kita manusia. Saya tidak ingin mempertahankan jabatan Ketua Umum PWI Pusat untuk kepentingan pribadi dan segala cara, meskipun periode saya sesuai hasil Kongres PWI 2023 adalah sampai September 2028. Saya iklhas menerima takdirNya," tutup Hendry. (omy)