Oleh : Naomy
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan alokasi anggaran layanan Buy The Service (BTS) tahun 2025, senilai Rp 177,49 miliar.
Jumlah itu tercatat turun signifikan dibandingkan dengan alokasi anggaran tahun 2024, yang mencapai Rp 437,89 miliar.
Baca Juga:
Monitoring Libur Nataru, Ditjen Hubdat Tindak Bus Tak Laik Jalan di Surabaya
Layanan BTS sendiri diketahui merupakan layanan Angkutan Perkotaan dengan Skema Pembelian Layanan, yang diluncurkan Kemenhub sejak tahun 2020.
Tujuannya guna mengakomodir tingginya kebutuhan moda transportasi publik di perkotaan, sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan.
Baca Juga:
Kemenhub Sediakan 3.500 Kursi Bus Mudik Gratis di Libur Nataru
Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Ernita Titis Dewi menyampaikan, penurunan alokasi anggaran ini dengan harapan kontribusi pemerintah daerah agar dapat mengelola BTS.
"Seperti diketahui, pada saat meluncurlan BTS, maka dilakulan teken nota kesepakatan den Pemda dan setelah lima tahun berjalan, itu Pemda kelola sendiri," ucap Titis di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Baca Juga:
Ditjen Hubdat Tindak Tegas PO Bus Tak Berizin
Pada tahun 2024, setidaknya ada 11 kota yang mendapatkan anggaran untuk melaksanakan layanan BTS.
Kota-kota itu misalnya seperti Medan, Palembang, Bandung, Surakarta, Banyumas, Yogya, Banjarmasin, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, dan Makassar.
Namun di tahun 2025 ini, Titis mengatakan bahwa hanya ada delapan kota yang akan mendapatkan subsidi angkutan umum massal perkotaan.
Di antaranya Palembang, Surakarta, Banyumas, Balikpapan, Surabaya, Makassar. Sedangkan dua kota tengah dilakukan pengkajian terkait realisasi BTS yakni di Pontianak dan Manado.
Titis berharap, Pemda bisa segera mengambil alih program BTS yang sebelumnya dibiayai oleh pemerintah pusat, agar bisa menjadi kewenangan daerah.
"Tujuan pemberian angkutan subsidi perkotaan itu pertama stimulus, kedua meningkatkan minat penggunaan angkutan umum, dan ketiga memudahkan mobilitas masyarakat angkutan perkotaan. Apabila tidak ada subsidi, maka untuk menggunakan transportasi umum biayanya akan lebih mahal," ujar Titis.
Data RPJMN 2020-2024 mencatat, total kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari kemacetan lalu lintas telah mencapai sebesar Rp77 triliun per tahunnya. Rinciannya yakni sebesar Rp65 triliun per tahun dari Jakarta, ditambah Rp12 triliun per tahun dari kemacetan yang juga terjadi di Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. (omy)