Oleh : Redaksi
Jakarta (BeritaTrans.com) - Para petugas pencarian Basarnas yang diperkuat tim penyelam dari TNI AL bisa menemukan kotak hitam pesawat Boeing 737 Max 8, empat hari setelah Lion Air JT610 itu jatuh di Teluk Karawang dalam perjalanan dari Jakarta ke Pangkal Pinang.
Salah satu kotak hitam itu ditemukan di balik lumpur dasar laut, di kedalaman sekitar 30 meter, setelah tim penyelam 'menggali-gali' lumpur itu sekitar satu meter, mengikuti sinyal yang diterima alat pemindai, kata Sertu Hendra, salah satu anggota tim penyelam Yon Taifib-Batalion Intai Amfibi.
Baca Juga:
Pencarian Tertunda, Black Box Pesawat Susi Air yang Jatuh Masih di Tengah Hutan Papua
Sehari sebelumnya, lokasi kotak hitam dideteksi oleh tim pencari.
Ini tergolong cepat, dibandingkan misalnya upaya pencarian kotak hitam pesawat EgyptAir nomor penerbangan 804 yang jatuh di Laut Tengah, Mei 2015. Saat itu butuh sekitar satu bulan pencarian sebelum kotak hitam itu ditemukan.
Baca Juga:
8 Info soal Kotak Hitam Pesawat
Saat itu setelah lokasi diketahui melalui sinyal yang bisa dideteksi, masih diperlukan beberapa hari untuk menemukan dan mengambil kotak hitam yang berada di dasar laut yang kedalamannya 3.000 meter tersebut.
Sementara itu kotak hitam pesawat Air France Air 447 rute Paris-Rio de Janeiro yang jatuh di Samudra Atlantik 1 Juni 2009, baru ditemukan hampir dua tahun kemudian, pada Mei 2011.
Baca Juga:
Black Box Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Ditemukan
SUMBER GAMBAR,DISPEN KORMAR AL
Kepala Basarnas Muhammad Syaugi menjelaskan ditemukannya bagian dari kotak hitam Lion Air JT601.
Segala sumber daya selalu dikerahkan untuk mencari dan mengambil peranti ini, kendati memakan waktu begitu lama dan biaya begitu besar, karena pada alat inilah terdapat perekam data penerbangan dan rekaman pembicaraan pilot, yang bisa menjadi dasar analisis penyebab kecelakaan.
Namun tetap saja: ada kotak hitam yang tak berhasil ditemukan. Salah satunya adalah pesawat Malaysia Airlines MH370 yang hilang sampai sekarang dan menjadi misteri yang tak kunjung terpecahkan.
Kalau kotak hitam itu bisa begitu sulit pencariannya, selain mahal, mengapa teknologi pencatatan data penerbangan itu masih juga digunakan sekarang?
Ketika pusat pengendali di bumi sudah bisa mengoperasikan wahana di permukaan Mars, puluhan juta kilometer dari Bumi, ketika telepon genggam bisa menerima informasi lalu lintas setiap menit, mengapa kita tak bisa melacak lokasi pesawat terbang komersial secara real time?
Apakah memang tak memungkinkan semua data penerbangan itu dikirim saat itu juga dari waktu ke waktu ke pusat data di darat, dalam penyimpanan data seperti, dengan contoh gampangnya, rekaman CCTV?
Apakah kotak hitam ini sudah saatnya dipensiunkan saja dan diganti dengan teknologi lain?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, simaklah sejumlah hal yang perlu Anda ketahui tentang kotak hitam itu.
Di dalam setiap pesawat ada dua peranti kotak hitam: FDR ( Flight Data Recorder) atau perekam data penerbangan dan CVR (Cockpit Voice Recorder) atau perekam percakapan pilot.
Yang ditemukan tim di perairan di Teluk Karawang adalah FDR.
FDR ini mencatat informasi 88 parameter penerbangan, mulai dari kompas, arah, ketinggian, hingga kecepatan pesawat di udara, dan sebagainya, yang bersifat teknis.
Apa yang terjadi selama penerbangan dalam kurun 25 jam terakhir akan direkam oleh alat ini.
SUMBER GAMBAR,TASS VIA GETTY IMAGES
Kotak hitam Saratov Airlines Antonov An-148 yang jatuh pada Februari 2018.
CVR yang merekam seluruh pembicaraan yang dalam kokpit.
CVR tidak hanya merekam percakapan pilot dan kopilot, namun juga beragam suara yang bisa merupakan petunjuk penting, seperti suara mesin, suara alarm, bahkan suara kursi yang digeser jika awak kabin bergerak.
Perusahaan pembuat kotak hitam asal Amerika Serikat, Honeywell, mengatakan rekaman yang tercatat disetel untuk hanya berdurasi dua jam dari posisi terakhir pesawat.
"Perekam data penerbangan akan memberi tahu kita bagaimana kecelakaan terjadi," kata Greg Marshall, wakil presiden Flight Safety Foundation, organisasi nirlaba di AS yang menyediakan panduan keselamatan udara.
"Sementara itu, perekam suara di kokpit akan memberi informasi mengapa terjadi kecelakaan," jelas Marshall.
Misalnya dalam kasus Germanwings nomor penerbangan 9525 yang jatuh di kawasan Alpen Prancis pada Maret 2015.
Perekam penerbangan mengungkap bahwa kru yang mengendalikan pesawat secara sengaja menurunkan ketinggian pesawat dan menambah kecepatan sebelum menabrak pegunungan.
Rekaman suara di kokpit juga menunjukkan pilot menggedor pintu kokpit dan berteriak, "Buka pintunya!". Di latar belakang terdengar para penumpang menjerit.
Dari berbagai data ini, tim penyelidik menyimpulkan bahwa kopilot Andreas Lubitz mengunci pintu kokpit dan sengaja menabrakkan pesawat.
FDR dan CVR dipasang di bagian pesawat yang biasanya paling tahan menghadapi kecelakaan, yaitu bagian ekor.
Ukurannya kira-kira sama dengan kotak sepatu, memiliki berat sekitar 4,5 kg dengan harga sekitar $50.000 atau Rp750 juta per unit. Dan tidak berwarna hitam, melainkan oranye.
Biasanya FDR diletakkan di bagian ekor pesawat, dengan pertimbangan ketika kecelakaan, bagian pesawat ini mengalami dampak yang relatif lebih kecil dibandingkan bagian lain, sehingga diharapan kotak hitam tak mengalami kerusakan parah.
Perekam data penerbangan mendapatkan informasi melalui alat perantara yang biasa disebut unit pengumpul atau flight data acquisition unit. Unit ini menerima semua data dari sensor yang ditempatkan di badan pesawat.
Informasinya kemudian disimpan di keping-keping memori yang memiliki kapasitas simpan sangat besar, hingga beberapa terabita. Perekam suara kokpit memiliki sistem kerja yang sama.
Tetapi mengapa dua peranti yang berwarna oranye terang itu disebut kotak hitam? Mungkin karena alat ini warnanya menjadi kusam akibat terbakar ketika ditemukan.
SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES
Contoh FDR: kotak hitam perekam data penerbangan.
Kotak hitam dirancang sedemikian rupa sehingga bisa menyimpan dan menyelamatkan data penting tersebut.
Kotak pembungkusnya terbuat dari aluminium, lalu ada lapisan insulasi yang berfungsi melindungi peranti dari suhu tinggi, dan di bagian terluar ada pembungkus dari bahan titanium atau baja.
Sebelum dipasang di jet komersial, kotak hitam berulang kali diuji untuk memastikan benda itu tidak mudah rusak atau hancur.
Jarang sekali kotak hitam pesawat hancur atau tak bisa ditemukan.
Dalam sejarah penerbangan modern kasus seperti itu hanya terjadi beberapa kali.
SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES
Kotak hitam FDR FlyDubai 981 dari jenis Boeing 737-800, yang jatuh saat membatalkan lepas landas di Rostov-on-Don Airport, Rusia, 19 Maret 2016.
Yang paling terkenal adalah kasus MH370 yang lenyap dan bahkan lokasi jatuhnya tak ditemukan. Lalu kasus dua pesawat yang ditabrakkan ke gedung World Trade Center di New York pada 11 September 2001.
Kotak hitam ketiga pesawat itu hingga saat ini tidak atau belum ditemukan.
"Itu anomali investigasi," kata Sarah McComb, penyelidik di Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS.
"Yang juga sangat jarang adalah kotak hitam yang datanya tak bisa dianalisis," kata McComb.
Kotak hitam terbuat dari aluminium, berbobot 10 kilogram, dan memiliki panjang 49,7 sentimeter. Lantaran bobotnya, kotak hitam tidak bisa mengambang di air dan akan langsung tenggelam ke dasar lautan.
Karenanya, ketika pesawat Air France AF 447 jatuh ke Samudera Atlantik pada 2009 lalu, tim pencari baru menemukan kotak hitam di daerah pegunungan bawah air di Samudera Atlantik, dua tahun setelah pesawat jatuh.
Pengumpulan data penerbangan dirasa perlu, pada sekitar enam dekade lalu seiring dengan populernya perjalanan udara.
"Sebelum era kotak hitam, penyebab kecelakaan hanya sebatas teori. Kita hanya bisa menduga-duga saja, sebab-sebab kecelakaan tak bisa dipastikan," kata Marshall.
"Di era sekarang, data dan informasi penerbangan sangat vital karena memungkinkan tim penyelidik mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan pesawat yang mengalami kecelakaan," urainya.
Pada masa-masa awal, perekam data penerbangan hanya bisa melacak lima parameter saja, yaitu arah kompas, ketinggian, kecepataan pesawat ketika berada di udara, waktu, dan akselerasi vertikal. Dengan data yang ada di kotak hitam, penyelidikan bisa berjalan jauh lebih cepat.
Pada 1960-an pemerintah Amerika mewajibkan rekaman suara di kokpit. Ketika itu rekaman pembicaraan kokpit memakai pita kaset.
Steve Brecken, direktur media perusahaan pembuat kotak hitam asal Amerika Serikat, Honeywell, mengatakan baterai kotak hitam sebagian besar berusia 30 hari.
Oleh karena fakta itu, tim SAR harus berpacu dengan waktu agar kotak hitam bisa ditemukan.
Baik flight data recorder maupun cockpit voice recorder memiliki Emergency Local Transmitter (ELT) atau pemancar sinyal darurat. Kalau terendam di dalam laut, fungsi ELT digantikan dengan Underwater Locator Beacon atau pinger yang memancarkan sinyal ping.
SUMBER GAMBAR,KENZO TRIBOUILLARD/AFP/GETTY IMAGES
Foto 25 Maret 2015 saat jumpa pers tentang penelitian penyebab jatuhnya pesawat Germanwings di pegunungan Alpen, diperlihatkan VCR pesawat Airbus A320 itu.
Setelah ditemukan, kotak hitam akan dianalisis oleh tim penyelidik, dalam hal ini KNKT, dan tim dari pembuat kotak hitam.
Proses analisa bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan mungkin setahun.
Analisa harus dilakukan seksama dan direkam menggunakan kamera video mengingat data dari kotak hitam itu sangat banyak, meliputi kondisi mesin pesawat, apa yang dikerjakan pilot, pertukaran informasi dari menara kontrol di darat ke pesawat, dan sebagainya.
SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES Contoh CVR, kotak hitam perekam suara kokpit.
Beberapa kalangan mengusulkan perekam yang otomatis akan terlontar dari badan pesawat ketika pesawat mengalami kecelakaan.
Juga ada usulan tentang pengiriman data penerbangan ke darat dan juga usul pemasangan video di kokpit.
"Untuk video, masih ada penentangan dari para pilot. Mereka keberatan," kata McComb.
Usulan perbaikan bisa datang dari berbagai pihak, mulai dari pakar, regulator, hingga maskapai penerbangan seperti Qatar Airways yang berencana mengirim data penerbangan pesawat mereka ke pusat pengendali di darat.
Namun yang perlu dipahami adalah badan-badan regulator perjalanan udara, badan pemerintah, dan maskapai sering kali tidak bisa langsung menerapkan perubahan kebijakan yang diusulkan.
Perubahan regulasi di dunia penerbangan adalah hal yang sangat kompleks, mahal, dan lambat.
Untuk urusan kotak hitam ini, jika nanti diputuskan ada perubahan, maka alat baru harus dipasang ke semua pesawat yang jumlahnya ribuan di seluruh dunia.
Tak mengherankan kalau kotak hitam ini, meski dari sisi teknologi sudah sangat lama, masih dipakai dan mungkin tak bisa dipensiunkan begitu saja, mungkin setidaknya hingga beberapa dekade ke depan. (sumber:bbcindonesia.com)