ABK Diduga Dipecat Tanpa Pesangon, SAKTI Laporkan Perusahaan Pelayaran ke Ditkapel Hubla

  • Oleh : Ahmad

Selasa, 19/Janu/2021 11:50 WIB
Pengurus Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia(SAKTI). foto:istimewa/dokberitatrans.com/ahmad. Pengurus Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia(SAKTI). foto:istimewa/dokberitatrans.com/ahmad.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Perselisihan hubungan industrial kerap terjadi dalam penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap perusahaan dengan pekerja. Seperti yang dialami oleh seorang awak kapal yang telah dipekerjakan selama bertahun-tahun.
 
Adalah Dd (56) seorang pelaut kelahiran Sragen. Dengan pengabdiannya di perusahaan pelayaran, dirinya berharap ketika di PHK bisa mendapatkan hak-haknya untuk bekal usaha di darat nanti. 

Namun Dd yang sudah bekerja selama 9 tahun lebih sebagai awak kapal di PNMI di PHK karena usia pensiun, dan belum terselesaikan hak-haknya.

Baca Juga:
BPSDMP Bersama ITC Tingkatkan Bahasa Inggris Taruna Kemenhub

Dd pun kemudian mengadukan kasusnya itu kepada Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI). Dia berharap keadilan dapat berpihak kepadanya.

Baca Juga:
Ditjen Hubla Gelar Pembinaan Keprotokolan dan MC

Setelah menerima pengaduan awak kapal tersebut, Bidang Advokasi, Hukum, dan Hak Asasi Manusia SAKTI meminta kepada Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Ditkapel Ditjen Hubla Kemenhub) untuk segera memanggil PNMI dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial “perselisihan pemutusan hubungan kerja/PHK.

Berdasarkan salah satu bukti aduan dari Dd ke SAKTI, terdapat surat perincian uang pesangon yang dibuat oleh HR Coordinator, diperiksa oleh Finance, diketahui oleh Direktur SDM, dan diterima serta disetujui oleh Dd.

Baca Juga:
Cris Kuntadi Raih Gelar Professor dari Universiti Geomatika Malaysia

Dalam surat tersebut tertulis bahwa hak yang semestinya diterima oleh Dd pasca PHK tersebut meliputi Uang Pesangon (UP) sebesar Rp. 278.100.000, Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sebesar Rp. 61.800.000, Uang Penggantian Hak (UPH) sebesar Rp. 50.985.000, dan Cuti Tahunan s/d bulan Agustus 2016 sebesar Rp. 13.343.182 dengan total keseluruhan hak sebesar Rp. 404.228.182 (empat ratus empat juta dua ratus dua puluh delapan ribu seratus delapan puluh dua rupiah).

“Saya kerja mulai Maret 2009. Pada April 2018, saya menerima surat PHK karena usia pensiun dan terhitung sejak Mei 2018 serta berhak menerima uang pensiun dengan total Rp. 404.228.102, tetapi hanya rincian yang saya dapatkan karena perusahaan belum bisa membayarnya. Sambil menunggu pembayaran uang pesangon itu, saya diminta untuk bekerja di darat menjadi Maintenance Superintendent dengan sistim kerja kontrak. Tetapi hingga kontrak kerja berakhir (30/09/2020), uang pesangon saya tidak dibayar juga,” ungkap Dd saat mengadu ke Kantor SAKTI di Jakarta Utara.

Menindaklanjuti aduan tersebut, SAKTI mencoba melakukan upaya persuasif dengan menawarkan permintaan perundingan bipartit untuk menyelesaikan perselisihan secara musyawarah untuk mufakat. Tetapi berkali-kali dikirim surat, perusahaan tidak pernah merespon surat tersebut.

“Kami sudah berupaya meminta pertemuan dengan pihak perusahaan melalui surat resmi sebanyak lima kali. Ya sampai lima kali karena alamat perusahaan banyak dan tidak jelas kantor aktifnya yang di mana, sebab antara alamat di kop surat perusahaan dengan alamat yang tertera di situs Simlala-Hubla (Pusat Data) berbeda. Jadi kami kirim ke semua alamat yang ada,” kata Sesdirjen Baham Sakti, Chandra S. Panjaitan.

Menurut Chandra, SAKTI menganggap sudah tidak ada lagi itikad baik dari pihak perusahaan untuk bermusyawarah secara mufakat, maka sesuai aturan yang ada dan khususnya saol Awak Kapal, Ditkapel diharapkan dapat membantu penyelesaian perselisihan tersebut sebelum perselisihan berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Kalau masih bisa diselesaikan dengan cara yang baik dan cepat, kenapa tidak. Kalau sampai ke Pengadilan kan para pihak (pengusaha dan awak kapal) sama-sama dirugikan, baik waktu penyelesaian maupun biaya yang nantinya timbul. Disinilah peran pemerintah dalam hal ini Ditkapel dibutuhkan kehadirannya untuk membantu penyelesaian perselisihan Awak Kapal,” tegasnya.

Untuk diketahui bahwa SAKTI telah melaporkan perselisihan tersebut secara resmi kepada Ditkapel melalui Surat No. P3AK-01/TRIPARTIT/DITKAPEL-DJPL/DPP-SAKTI/I/2021 tertanggal 06 Januari 2021.

“Kami minta Ditkapel segera panggil perusahaan untuk digelar mediasi antara SAKTI sebagai penerima kuasa Awak Kapal dengan perusahaan atau kuasanya dengan difasilitasi oleh Ditkapel sebagai penengah yang netral, agar kasus ini bisa selesai dan tidak berbuntut panjang sampai merugikan para pihak yang berselisih,” pungkasnya.(ahmad/sumber:SAKTI.or.id)