BPTJ Tegaskan Pentingnya Integrasi Antarmoda untuk Efektivitas LRT Jabodetabek

  • Oleh : Naomy

Jum'at, 05/Feb/2021 13:31 WIB
Peta lintasan layanan LRT Peta lintasan layanan LRT


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Integrasi antarmoda pada Light Rail Transit (LRT) Jabodebek yang direncanakan beroperasi  pertengahan tahun 2022,  akan menjadi faktor penting efektifitas moda tersebut sebagai angkutan umum massal. 

Oleh karena itu sejak 2018 Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan  telah melakukan langkah-langkah koordinasi menjembatani penyusunan konsep integrasi moda LRT Jabodebek antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) dan PT Adhi Karya yang mendapatkan penugasan pembangunan LRT Jabodebek dengan para stakeholder lainnya. 

Baca Juga:
BPTJ Akan Tambah Lintasan Skybridge Bojonggede Menuju Peron Arah Jakarta

Menurut Kepala BPTJ Polana B Pramesti di kantornya baru-baru ini,  konsep tentang bagaimana integrasi moda tersebut saat ini telah tersusun, meski masih terus membutuhkan langkah-langkah lanjut dan penyempurnaan.

"Tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan integrasi antar moda layanan LRT Jabodetabek umumnya merupakan masalah klasik dalam pengelolaan transportasi di wilayah aglomerasi," ungkapnya.

Baca Juga:
Skybrigde Segera Dioperasikan, Pintu Masuk Selatan Stasiun Bojong Gede bakal Ditutup

Banyaknya pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan transportasi, memunculkan sekat-sekat baik di dalam kebijakan maupun realitas layanan transportasi di lapangan. 

Di sinilah kata dia, langkah-langkah koordinasi untuk mensinergikan pengelolaan moda perlu dilakukan untuk mewujudkan integrasi antarmoda tersebut.

Baca Juga:
Tinjau Skybrigde Bojong Gede, Plt. Kepala BPTJ: Siap Uji Coba

Lebih lanjut Polana menguraikan, LRT Jabodebek diharapkan akan menjadi salah satu moda yang dapat diandalkan untuk mengurangi kemacetan di Jabodebek. 

"Kehadirannya sebagai angkutan umum massal berbasis rel kelak diharapkan dapat meningkatkan perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal," ujar dia.

Namun demikian agar harapan tersebut tercapai banyak hal yang harus dipersiapkan dari awal termasuk diantaranya menyangkut integrasi LRT Jabodebek ini dengan moda lainnya.  

“Masyarakat tentu akan mengandalkan LRT Jabodebek jika angkutan massal ini dapat memberikan kemudahan untuk mobilitas mereka.  Masyarakat akan diuntungkan jika misalnya waktu tempuh lebih cepat dibanding kendaraan pribadi serta terdapat kemudahan akses menuju stasiun terdekat ataupun kemudahan akses berganti moda dari stasiun pemberhentian menuju titik terakhir tujuan mereka,” urai Polana. 

Menurutnya, integrasiantar moda menjadi faktor penentu, tak hanya integrasi secara fisik namun juga secara pelayanan.

Secara keseluruhan Polana menjelaskan lintasan layanan LRT Jabodebek total memiliki panjang 44,43 km yang terbagi dalam tiga lintas pelayanan. 

Cawang-Cibubur sebagai lintas pelayanan I memiliki panjang lintasan 14,89 km dengan empat stasiun di dalamnya. 

Sementara itu lintas pelayanan II adalah Cawang - Dukuh Atas  sejauh 11.05 km dengan delapan stasiun. Lintas pelayanan terakhir (III) adalah Cawang - Bekasi Timur sejauh 18,49 km dengan enam stasiun.

"Termasuk di dalamnya stasiun integrasi antara LRT Jabodebek dengan Kereta Cepat Jakarta Bandung," katanya.

Meski hanya sepanjang 44, 43 km, implikasi pembangunan LRT ini cukup kompleks karena banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. 

Setidaknya ada dua Pemerintah Propinsi, tiga pemerintah kota/kabupaten, beberapa kelembagaan Pemerintah Pusat, BUMN, BUMD, swasta, lembaga sosial maupun masyarakat secara langsung yang harus diselaraskan kepentingannya dan didorong partisipasinya guna mendukung kelancaran pembangunan dan pengoperasian LRT Jabodebek.

Direktur Prasarana BPTJ Edy Nursalam menambahkan, sudah cukup banyak kemajuan dalam hal rencana mewujudkan integrasi antarmoda terkait dengan LRT Jabodebek khususnya menyangkut integrasi fisik (prasarana). 

Menurut Edy ada dua aspek menyangkut integrasi moda secara fisik ini yaitu integrasi pada simpul transportasi serta pengembangan Transit Oriented Development (TOD) sepanjang lintas layanan LRT Jabodebek. 

"Untuk Lintas Pelayanan II Cawang - Dukuh Atas misalnya sudah tersusun konsep integrasi antar moda pada delapan stasiun di lintasan tersebut," ucap Edy. 

Integrasi dengan moda berbasis jalan di lintas ini, dilakukan melalui penataan Halte Transjakarta dan jika dibutuhkan nantinya juga akan dilakukan penataan jaringan angkutan Transjakarta. 

Dengan difasilitasi BPTJ, konsep integrasi moda di lintasan tersebut telah disepakati antara Kementerian Perhubungan dengan Pemprov DKI Jakarta dan PT Transjakarta. 

“Selain itu di Lintas Pelayanan II ini nantinya juga terdapat integrasi antarmoda berbasis rel seperti misalnya antara Stasiun KRL Sudirman dengan Stasiun LRT Dukuh Atas,” ujar Edy.  

Dia menerangkan bahwa menyangkut pengembangan TOD di Lintas Pelayanan II Cawang -Dukuh Atas terdapat di tiga lokasi yaitu sekitar Kawasan Stasiun Dukuh Atas, Stasiun Cawang Ciliwung dan Stasiun Cawang Cikoko. 

Khusus untuk Kawasan Dukuh Atas, BPTJ telah mengeluarkan Rekomendasi Teknis sejak tahun 2018. Sementara untuk Kawasan TOD lainnya BPTJ akan terus mendorong agar pengembang memenuhi aspek transportasi di wilayah hunian maupun komersial mereka sehingga kawasan tersebut benar benar memenuhi ketentuan sebagai Kawasan TOD dari sisi transportasi.

"Direncanakan kawasan TOD Cawang Cikoko dan Cawang Ciliwung juga akan terintegrasi dengan moda Stasiun KRL Cawang,” ungkap Edy. (omy)