Ada Jejak Tsunami 3.000 Tahun Lalu di Pantai Binuangeun

  • Oleh : Redaksi

Minggu, 07/Feb/2021 00:03 WIB
Foto: ilustrasi Foto: ilustrasi

LEBAK (BeritaTrans.com) - Pantai Binuangeun Desa Muara Kecamatan Wanasalam Kabupaten Lebak, merupakan wilayah yang memiliki sejarah pilu. Kawasan pantai yang berjarak sekitar 220 mil atau sekitar 352 km dengan perbatasan Australia, Pulau Christmas, itu memiliki jejak tsunami pada 300, 1.700 dan 3.000 tahun yang lalu.

Usai beristirahat dan menginap di pantai Bageudur Desa Sukamanah Kecamatan Malingping, Sabtu 12 Januari 2019 pagi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo, bersama rombongan diantaranya Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengungi jejak tersebut.

Baca Juga:
BMKG Ungkap Potensi M8,7 dan Tsunami 8 Meter di Selat Sunda, Ini Wilayah Paling Rentan

Bukti adanya tsunami besar di Selat Sunda ditemukan dalam bentuk batuan koral berukuran besar di bibir Pantai Binuangeun Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak. “Ada tiga buah batu koral berukuran besar didaratan sekitar pantai Binuangeun Ini. Tadinya ada di laut, tapi terangkat ke daratan oleh tsunami. Ini sekitar 3.000 tahun lalu, ada juga 1.600 tahun lalu dan ada yang dari 300 tahun lalu,” kata Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto, dalam paparannya disela-sela kunjungan.

Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo, mengatakan, adanya jejak tsunami ini  menunjukkan bahwa pemerintah daerah (Pemda), dalam hal ini Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten, serta masyarakat harus meningkatkan kesiap-siagaan dengan memperkuat upaya-upaya mitigasi.

Baca Juga:
BMKG Ungkap Pulau Jawa Memiliki Potensi Tsunami, Bisa di Atas 20 Meter

“Selain menyiapkan rute-rute evakuasi dan melakukan tata ruang yang berbasis risiko bencana juga penanaman pohon, ” ujar Doni Monardo.

Doni nenuturkan, penanaman pohon nantinya diserahkan kepada pemerintah kabupaten, termasuk melibatkan dinas kehutanan provinsi. Penanaman nantinya memperhatikan juga berapa panjang pantai, dan setiap wilayah tentu ada lapisan.

Baca Juga:
Wilayah Indonesia Terancam Tsunami Raksasa, Diperkirakan Sampai ke Jakarta, BMKG: Siapkan Skenario Terburuk

“Kita minta Bupati untuk menyusun rencana pengajuan ke BNPB. Kebutuhan apa yang dapat diusulkan nanti ke kementrian keuangan," katanya.

Melansir Kantor Berita Antara, BMKG menyatakan masih ada potensi terjadinya kembali tsunami di Selat Sunda. "Sedikitnya terdapat tiga sumber tsunami di Selat Sunda, yakni Kompleks Gunung Anak Krakatau, Zona Graben, dan Zona Megathrust," kata Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly.

Sadly menjelaskan, Kompleks Gunung Anak Krakatau terdiri dari Gunung Anak Krakatau, Pulau Sertung, Pulau Rakata dan Pulau Panjang. Gunung serta ketiga pulau tersebut tersusun dari batuan yang retak-retak secara sistemik akibat aktivitas vulkano-tektonik.

Akibatnya, kompleks tersebut rentan mengalami runtuhan lereng batuan atau longsor ke dalam laut, dan berpotensi kembali membangkitkan tsunami. Begitu pula dengan Zona Graben yang berada di sebelah Barat-Barat Daya kompleks Gunung Anak Krakatau, juga merupakan zona batuan rentan runtuhan lereng batuan (longsor) dan berpotensi memicu gelombang tsunami. Sementara itu Zona Megathrust termasuk pula sebagai wilayah yg berpotensi membangkitkan patahan naik pemicu tsunami.

"Atas dasar itulah hingga saat ini BMKG tetap memantau perkembangan kegempaan dan fluktuasi muka air laut di Selat Sunda. BMKG juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai zona bahaya dengan radius 500 meter dari bibir pantai yang elevasi ketinggiannya kurang dari lima meter,” ujarnya. (sumber:pikiranrakyat.com)