Kisah Pelaut Belanda Bertolak dari Jakarta untuk Mencari Benua yang Hilang

  • Oleh : Redaksi

Senin, 01/Mar/2021 17:00 WIB
Armada pimpinan Abel Tasman meninggalkan Selandia Baru setelah pertemuan berdarah dengan orang-orang Māori - namun ia yakin telah menemukan benua selatan yang legendaris itu.(UNIVERSAL HISTORY ARCHIVE/GETTY IMAGES) Armada pimpinan Abel Tasman meninggalkan Selandia Baru setelah pertemuan berdarah dengan orang-orang Māori - namun ia yakin telah menemukan benua selatan yang legendaris itu.(UNIVERSAL HISTORY ARCHIVE/GETTY IMAGES)

Jakarta (BeritaTrans.com) - Butuh waktu 375 tahun bagi para ilmuwan untuk menemukan benua kedelapan di dunia, walaupun keberadaannya selama ini ada di depan mata. Namun, hingga kini misteri masih menyelimutinya.

Pada 1642, Abel Tasman sedang menjalankan sebuah misi. Ia adalah pelaut Belanda berpengalaman, memiliki kumis yang flamboyan, janggut lebat, dan gemar main hakim sendiri — dalam perjalanan itu, misalnya, saat mabuk ia mencoba menggantung beberapa awak kapalnya.

Baca Juga:
Kemenhub dan KKP Serah Terima Keputusan Bersama Pedoman Pengukuran Kapal Penangkap Ikan

Tasman sangat yakin tentang keberadaan sebuah benua besar di belahan Bumi bagian selatan, dan bertekad untuk menemukannya.

Pada saat itu, sebagian besar dari dunia ini masih sangat misterius bagi orang-orang Eropa. Namun mereka memiliki keyakinan tak tergoyahkan bahwa ada daratan luas di sana — yang sebelumnya dinamai Terra Australis — yang mengimbangi benua mereka di bagian utara Bumi.

Baca Juga:
Ditjen Hubla Tegaskan Komitmen Lindungi Pelaut dari Kekerasan dan Pelecehan

Keteguhan ini berakar kuat sejak zaman Romawi Kuno, namun baru sekarang lah ada yang bertekad mengujinya.

Maka, pada 14 Agustus 1642, Tasman mengawali perjalanannya dari markas perusahaannya di Jakarta, Indonesia. Dengan dua kapal, mereka menuju ke barat, lalu ke selatan, lalu ke timur, sampai mereka berakhir di Pulau Selatan, Selandia Baru.

Baca Juga:
Ditjen Hubla Bidik Isu Kesejahteraan di Peringatan Hari Pelaut Sedunia

Pertemuan pertamanya dengan suku lokal Māori tak berjalan dengan baik: pada hari kedua, beberapa orang mendayung kano dan menabrak kapal kecil yang bertugas menyampaikan pesan di antara kedua kapal Belanda.

Bentrokan ini menyebabkan empat orang Eropa tewas. Setelah itu, pasukan Eropa menembakkan meriam ke 11 kano Māori lainnya — tak jelas apa yang terjadi pada mereka.

Dan itulah akhir misi Tasman. Dengan sedikit ironi, ia kemudian menamai lokasi tersebut Teluk Moordenaers (atau Pembunuh), dan berlayar pulang beberapa pekan kemudian. Ia bahkan tak pernah menginjakkan kaki di daratan baru itu.

Meskipun Tasman yakin bahwa ia telah menemukan benua besar di selatan itu, ternyata kenyataan tak seindah yang diangankannya. Dia tak pernah kembali ke sana.

(Pada masa itu, keberadaan Australia sudah diketahui, tapi orang-orang Eropa mengira itu bukanlah benua legendaris yang mereka cari. Belakangan, saat mereka berubah pikiran, mereka menamainya Australia, yang diambil dari Terra Australis.)

Tanpa disadari Tasman, selama ini dia benar. Memang ada sebuah benua yang hilang.

abel tasman

SUMBER GAMBAR,HULTON ARCHIVE/GETTY IMAGES

Abel Tasman yang pertama kali menemukan benua besar di selatan Bumi, meski dia tak menyadari 94% dari benua itu ada di bawah laut.

 

Pada 2017, sekelompok ahli geologi menjadi tajuk berita utama ketika mereka mengumumkan penemuan Zealandia — Te Riu-a-Māui dalam bahasa Māori.

Sebuah benua dengan luas 1,89 juta mil persegi (4,9 juta km persegi), yang berarti enam kali lebih besar dari Madagaskar.

Ensiklopedia, peta, dan mesin telusur dunia bersikukuh hanya ada tujuh benua selama ini, namun tim tersebut dengan yakin memberi tahu dunia bahwa fakta itu salah.

Ada delapan benua — dan benua yang baru ditemukan ini memecahkan banyak rekor, sebagai benua yang terkecil, tertipis, dan termuda di dunia.

Dipercaya 94% bagiannya terbenam di bawah laut, dengan sejumlah pulau, seperti Selandia Baru, yang menjorok keluar dari kedalaman samudra. Benua ini tersembunyi di depan mata kita selama ini.

"Ini adalah contoh bagaimana sesuatu yang sangat jelas, membutuhkan waktu lama untuk terungkap," ujar Andy Tulloch, ahli geologi dari Crown Research Institute GNS Science Selandia Baru, yang merupakan bagian dari tim yang menemukan Zealandia.

Tapi ini baru permulaan. Empat tahun berlalu, dan benua itu masih diselimuti teka-teki. Rahasianya terjaga dengan ketat 2km di bawah permukaan laut.

Bagaimana ia terbentuk? Apa yang dulu hidup di sana? Dan sudah berapa lama ia berada di bawah laut?

Penemuan yang melelahkan

Faktanya, Zealandia memang selalu sulit dipelajari.

Lebih dari seabad setelah Tasman menemukan Selandia Baru pada 1642, pembuat peta asal Inggris James Cook dikirim dalam perjalanan ilmiah untuk menjelajahi belahan Bumi selatan.

Perintah resminya adalah mengamati orbit Venus di antara Bumi dan Matahari, untuk menghitung seberapa jauh jarak Matahari.

kiwi

SUMBER GAMBAR,AFP/GETTY IMAGES

Mungkin karena keunikan keadaan geologi, kerabat terdekat burung kiwi yang penuh teka-teki berasal dari Madagaskar.

 

Tetapi dia juga membawa sebuah amplop tertutup, yang hanya boleh dibuka setelah tugas pertamanya selesai. Di dalam amplop terdapat misi rahasia yang memerintahkannya menemukan benua selatan — dipercaya Cook berlayar di atas benua ini, sebelum mencapai Selandia Baru.

Petunjuk nyata pertama keberadaan Zealandia dikumpulkan oleh naturalis Skotlandia, Sir James Hector, yang melakukan serangkaian pelayaran untuk guna mensurvei sejumlah pulau lepas di pantai selatan Selandia Baru pada 1895.

Setelah mempelajari keadaan geologi mereka, dia menyimpulkan bahwa Selandia Baru adalah "sisa dari barisan pegunungan yang membentuk puncak dari sebuah wilayah benua besar yang membentang jauh ke selatan dan timur, dan yang sekarang tenggelam…".

Terlepas dari terobosan awal ini, pengetahuan tentang keberadaan Zealandia masih tidak jelas, dan sangat sedikit kemajuan yang terjadi hingga tahun 1960-an.

"Semua terjadi dengan lambat di bidang ini," kata Nick Mortimer, ahli geologi di GNS Science yang memimpin studi Zealandia pada 2017 tadi.

Kemudian pada 1960-an, para ahli geologi akhirnya menyepakati definisi benua — secara garis besar, wilayah geologi dengan ketinggian tinggi, terdiri dari berbagai macam batuan dan kerak yang tebal. Benua juga harus besar.

"Tidak bisa bila ukurannya kecil," kata Mortimer. Ini memberi batasan-batasan untuk para ahli geologi — jika mereka bisa mengumpulkan semua bukti, mereka bisa membuktikan bahwa benua kedelapan adalah nyata.

Namun, misi itu terhenti — menemukan benua adalah misi yang sulit dan mahal, dan Mortimer menekankan bahwa penemuan ini tidaklah mendesak.

Lalu pada 1995, ahli geofisika Amerika Bruce Luyendyk kembali menggambarkan wilayah tersebut sebagai benua dan menyarankan untuk menyebutnya Zealandia. Dari sana, Tulloch menyebutkan penemuan ini sebagai kurva eksponensial.

Di waktu bersamaan, "Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut" mulai berlaku, dan pada akhirnya memberikan motivasi serius untuk menemukan benua tersebut.

Konvensi itu menyatakan bahwa negara-negara dapat memperluas wilayah hukum mereka di luar Zona Ekonomi Eksklusif, yang mencapai 200 mil laut (370km) dari garis pantai, untuk mengklaim "landas kontinen yang diperpanjang" — dengan semua kekayaan mineral dan minyak yang terkandung di dalamnya.

Jika Selandia Baru dapat membuktikan bahwa ia adalah bagian dari benua yang lebih besar, maka negara ini dapat meningkatkan wilayahnya sebesar enam kali lipat.

Tiba-tiba ada banyak dana untuk perjalanan dan survei ke wilayah tersebut, dan bukti-bukti yang dikumpulkan berangsur-angsur bertambah. Dengan setiap sampel batu yang dikumpulkan, keberadaan Zealandia semakin terkuak.

Perkembangan terakhir datang dari data satelit, yang dapat digunakan untuk melacak variasi kecil dalam gravitasi di berbagai bagian kerak Bumi untuk memetakan dasar laut.

Dengan teknologi ini, Zealandia jelas terlihat sebagai massa berbentuk aneh dengan ukuran nyaris sebesar Australia.

zeelandia, abel tasman

SUMBER GAMBAR,GNS SCIENCE

Data satelit dapat digunakan untuk memvisualisasikan Benua Zealandia, yang tampak seperti segitiga terbalik berwarna biru pucat di sebelah timur Australia.

 

Saat keberadaan benua tersebut akhirnya dibuka pada dunia, terbuka juga lah wilayah maritim terbesar di dunia.

"Ini agak keren," ujar Mortimer. "Jika Anda memikirkannya, setiap benua di planet ini memiliki beberapa negara berbeda, tapi hanya ada tiga [negara] di Zealandia."

Selain Selandia Baru, benua ini mencakup pulai Kaledonia Baru — koloni Prancis yang terkenal dengan laguna-laguna memesona — dan wilayah kecil milik Australia, Pulau Lord Howe dan Piramida Ball. Wilayah yang terakhir disebut digambarkan oleh seorang penjelajah Abad ke-18 sebagai "tampak tidak lebih besar dari sebuah perahu".

Peregangan misterius

Zealandia pada mulanya merupakan bagian dari superkontinen kuno Gondwana, yang terbentuk sekitar 550 juta tahun lalu dan pada dasarnya menyatukan seluruh daratan di belahan Bumi bagian selatan.

Ia terletak di sudut timur, yang berbatasan dengan sejumlah wilayah lain, termasuk separuh dari Antartika Barat dan seluruh bagian timur Australia.

Sekitar 105 juta tahun lalu, "karena proses yang belum sepenuhnya kita pahami, Zealandia mulai meregang," ujar Tulloch.

Kerak benua biasanya memiliki kedalaman sekitar 40km — jauh lebih tebal dari kerak samudra, yang biasanya memiliki ketebalan di kisaran 10km.

Saat meregang, Zealandia tertarik sedemikian rupa sehingga kerak benuanya kini hanya 20km (12,4 mil) ke bawah. Lama-kelamaan, benua yang tipis itu tenggelam — meski tak sedalam lempengan lautan biasanya — dan menghilang ke bawah permukaan laut.

Meski tipis dan tenggelam, ahli geologi kini menetapkan Zealandia sebagai benua karena jenis-jenis bebatuan yang ada di sana.

Kerak benua cenderung terdiri dari batuan beku, metamorf dan sedimen — seperti granit, sekis, dan batu kapur, sementara dasar laur biasanya terbuat dari batuan beku seperti basal.

zeelandia, abel tasman

SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES

Saat superbenua Gondwana terpecah, bagian-bagiannya menyebar ke seluruh dunia. Banyak dari tumbuhan purba masih hidup di Hutan Dorrigo, Australia.

 

Namun masih banyak yang belum diketahui. Asal-usul tak biasa dari benua kedelapan ini adalah hal yang paling menarik bagi ahli geologi, dan banyak informasi yang masih sedikit membingungkan.

Misalnya, masih belum jelas bagaimana Zealandia bertahan menjadi satu dengan ukuran kerak setipis itu, dan tidak hancur menjadi benua mikro-kecil.

Misteri lain adalah kapan tepatnya Zealandia tenggelam — dan apakah ia pernah, pada kenyataannya, menjadi tanah yang kering.

Bagian-bagian yang saat ini berada di atas permukaan laut adalah punggung bukit yang terbentuk saat lempeng tektonik Pasifik dan Australia saling menabrak. Tulloch berkata, pendapat para ahli terbagi, antara benua itu memang sudah selalu tenggelam kecuali sejumlah pulau kecil, atau pernah sepenuhnya berada di atas permukaan laut.

Ini juga menimbulkan pertanyaan tentang apa yang pernah hidup di sana.

Dengan iklim sejuk dan wilayah seluas 39 juta mil persegi (101 juta km persegi), Gondwana adalah rumah bagi beragam flora dan fauna, termasuk hewan-hewan darat berkaki empat pertama, juga hewan terbesar yang pernah hidup — titanosaurus — dalam jumlah banyak.

Jadi, mungkin kah bebatuan Zealandia kini penuh dengan sisa-sisa kehidupan yang terawetkan?

Perdebatan tentang dinosaurus

Fosil hewan-hewan darat jarang ditemukan di belahan Bumi selatan, tapi sisa-sisa beberapa hewan ditemukan di Selandia Baru pada 1990-an, termasuk tulang rusuk dinosaurus raksasa, dengan ekor panjang dan leher panjang (jenis sauropoda), dinosaurus herbivora berparuh (jenis hypsilophodon), dan dinosaurus bertameng (jenis ankylosauria).

Pada 2006, tulang kaki dari seekor karnivora besar, kemungkinan sejenis allosaurus, ditemukan di Kepulauan Chatham, sekitar 800km sebelah timur Pulau Selatan. Catatan penting, semua fosil ini berasal dari zaman ketika Zealandia sudah terpisah dari Gondwana.

Meski begitu, ini bukan berarti dahulu ada dinosaurus yang berkeliaran di seluruh bagian Zealandia. Pulau-pulau di mana hewan-hewan berada kemungkinan menjadi tempat perlindungan, sementara wilayah lainnya tenggelam, sama seperti sekarang.

"Ada perdebatan panjang tentang ini, tentang apakah mungkin ada hewan darat tanpa daratan yang saling terhubung — dan apakah tanpa itu, mereka jadi punah," ujar Sutherland.

Teori ini diperkuat oleh salah satu penghuni Selandia Baru yang teraneh dan paling dicintai, burung kiwi. Burung kecil dan gemuk yang tidak bisa terbang, memiliki kumis dan bulu seperti rambut. Kerabat terdekat kiwi bukanlah Moa — yang berada dalam kelompok yang sama, ratites, dan hidup di pulau yang sama sampai kepunahannya 500 tahun lalu.

Kerabat terdekat kiwi justru burung raksasa, yang mengintai di hutan Madagaskar sampai sekitar 800 tahun lalu. Penemuan ini membuat para ilmuwan percaya bahwa kedua burung itu berevolusi dari nenek moyang sama yang hidup di Gondwana.

Butuh 130 juta tahun sampai Gondwana benar-benar hancur, namun ketika itu terjadi, pecahannya menyebar ke seluruh dunia, membentuk Amerika Selatan, Afrika, Madagaskar, Antartika, Australia, Semenanjung Arab, Subkontinen India, dan Zealandia.

Hal ini, pada akhirnya, menunjukkan bahwa setidaknya bagian Zealandia yang kini tenggelam pernah berada di atas permukaan laut. Kecuali pada sekitar 25 juta tahun lalu, seluruh benua — juga kemungkinan seluruh Selandia Baru — diperkirakan tenggelam ke bawah air laut.

"Diperkirakan semua tumbuhan dan hewan terkolonisasi setelahnya," kata Sutherland. Jadi, apa yang terjadi?

Meski tidak mungkin mengumpulkan fosil dari dasar laut Zealandia secara langsung, para ilmuwan telah menggali kedalamannya dengan bor.

"Sebenarnya, fosil yang paling berguna dan berbeda adalah yang terbentuk di laut dangkal," ujar Sutherland.

"Karena mereka meninggalkan jejak catatan — ada banyak sekali fosil berukuran kecil yang semuanya berbeda-beda."

Pada 2017, sebuah tim melakukan survei paling menyeluruh di wilayah ini, dan mereka mengebor lebih dari 1.250 meter ke dasar laut di enam lokasi berbeda. Inti dari material yang mereka kumpukan mengandung serbuk sari dari tumbuhan darat, juga spora dan cangkang organisme yang hidup di laut dangkal yang hangat.

"Jadi Anda punya air, itu yang Anda ketahui, lalu di kedalaman 10 meter, Anda menemukan ini, ada kemungkinan ada daratan di sekitarnya," ujar Sutherland, yang menjelaskan bahwa serbuk sari dan spora mengisyaratkan kemungkinan bahwa Zealandia tidak tenggelam, seperti yang mulanya dipikirkan orang.

Sebuah puntiran, secara harafiah

Misteri lain yang masih tersisa adalah bentuk Zealandia.

"Jika Anda memperhatikan peta geologi Selandia Baru, ada dua hal yang tampak menonjol," kata Sutherland.

Salah satunya adalah Sesar Alpen, batas lempeng yang membentang di sepanjang Pulau Selatan dan, sangking besarnya, ia dapat dilihat dari luar angkasa.

zeelandia, abel tasman

SUMBER GAMBAR,GNS SCIENCE

Sabuk bebatuan berwarna merah — Median Batholith — seharusnya berjalan menuju Zealandia dalam garis diagonal, namun kenyataannya garis itu tampak seperti telah dipuntir.

 

Yang kedua, bentuk geologi Selandia Baru — juga benua Zealandia secara luas — bengkok dengan cara yang aneh.

Keduanya terbelah jadi dua dengan garis horizontal, yakni tempat di mana lempeng tektonik Pasifik dan Australia bertemu. Tepat di titik ini, tampak seperti seseorang memegang bagian bawah dan memuntirnya, sehingga sabuk bebatuan tidak hanya tak lagi sejajar, tapi membelok ke kanan.

Penjelasan mudahnya, lempengan tektonik bergerak, dan entah bagaimana membuat bentuk daratan dan bebatuan di atasnya tak beraturan. Tapi bagaimana dan kapan itu terjadi, tidak ada yang tahu pasti.

"Ada banyak teori, tapi secara umum hal ini belum diketahui," ucap Tulloch.

Sutherland menjelaskan, benua ini kemungkinan akan terus terlingkupi misteri. "Cukup sulit mendapatkan penemuan baru, ketika semuanya berada 2km di bawah permukaan laut, dan lapisan yang harus Anda ambil sampelnya berada di kedalaman 500m di bawah dasar laut."

"Ini adalah cara eksplorasi benua yang sulit dan menantang. Jadi, perjalanan dan survei ke wilayah ini akan membutuhkan banyak waktu, uang, dan tenaga."

Maka sejauh ini, benua kedelapan telah menunjukkan bahwa — nyaris 400 tahun setelah misi pencarian Tasman — masih banyak yang belum ditemukan.

(sumber:bbcindonesia.com)

Tags :