Oleh : Redaksi
Jakarta (BeritaTrans.com) - Dalam konflik yang kembali pecah dalam seminggu terakhir di Timur Tengah, militer Israel mengungkapkan bahwa Hamas dan kelompok Palestina lainnya telah menembakkan lebih dari 1.500 roket.
Namun sebagian besar roket tersebut berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel, yang dikenal sebagai Kubah Besi.
Baca Juga:
Israel-Hamas Sepakati Gencatan Senjata di Gaza
Kalangan pejabat Israel menyatakan sistem ini punya tingkat kesuksesan sekitar 90% dalam menghancurkan roket-roket musuh di udara, sebelum menjangkau wilayah-wilayah permukiman penduduk Israel yang jadi sasaran tembak.
Baca Juga:
Israel Umumkan Hancurkan Terowongan Hamas di Gaza
Kubah Besi merupakan bagian dari sistem pertahanan rudal Israel yang berbiaya miliaran dolar.
Sistem ini menggunakan radar untuk melacak roket yang ditembakkan musuh, lalu meluncurkan rudal pencegat untuk menghancurkan roket musuh tersebut di udara.
Baca Juga:
Hamas di Palestina Melawan Israel dengan Hujan Roket, Seperti Apa Sistem Persenjataannya?
Teknologi yang digunakan Kubah Besi itu bisa memilah tembakan musuh yang kemungkinan akan mencapai target dan harus dihancurkan, maupun yang meleset.
Jadi hanya roket yang mengarah ke kota atau kawasan padat penduduk yang diprioritaskan untuk dicegat, sehingga rudal pencegat bisa digunakan secara efisien.
Setiap rudal pencegat dari Kubah Besi itu berbiaya US$150.000 (sekitar Rp2,1 miliar) ungkap harian Times of Israel.
SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES
Kepingan rudal yang telah dihancurkan di Israel.
Pembuatan Kubah Besi ini berawal dari konflik tahun 2006 antara Israel versus Hizbullah, kelompok yang berbasis di selatan Lebanon.
Hizbullah saat itu menembakkan ribuan roket, menyebabkan banyak kerusakan dan menewaskan puluhan warga Israel.
Setahun kemudian, Israel mengumumkan perusahaan pertahanan milik negara, Rafael Advanced Defense Systems, untuk membuat perisai pertahanan rudal yang baru.
Proyek itu mendapat pendanaan lebih dari US$200 juta (sekitar Rp2,8 triliun) dari AS.
Setelah penelitian dan pengembangan bertahun-tahun, sistem ini diuji di medan tempur kali pertama pada 2011, saat merontokkan rudal yang ditembakkan ke kota Beersheba, Israel bagian selatan.
SUMBER GAMBAR,JACK GUEZ / GETTY IMAGES
Sistem pertahanan Kubah Besi telah menyelamatkan banyak warga Israel.
Tim medis Israel mengatakan bahwa roket-roket yang ditembakkan dari Gaza sejauh ini telah menewaskan tujuh orang, termasuk dua anak-anak.
Sedangkan jumlah korban jiwa akibat rangkaian serangan udara Israel sudah mencapai 83 jiwa, 17 di antaranya adalah anak-anak, ungkap otoritas kesehatan Palestina.
Tidak diragukan bahwa Kubah Besi telah melindungi banyak warga Israel dari rentetan serangan yang bisa menyebabkan banyak kematian, namun bukan berarti sistem ini sudah sempurna.
Analis luar negeri BBC, Jonathan Marcus, melaporkan bahwa unit pertahanan di Kota Ashkelon tampaknya tidak berfungsi karena gangguan teknis selama konflik bersenjata terkini antara Israel dan kelompok Palestina di Gaza.
Kritikus mempertanyakan apakah tingkat kesuksesan Kubah Besi sebesar 90 persen itu, dalam menghalau hujan roket dari Gaza, dapat dipertahankan bila Israel menghadapi lawan yang berbeda di lain waktu.
Yonah Jeremy Bob, editor intelijen dari harian Jerusalem Post, mengatakan bahwa Hizbullah punya kapasitas meluncurkan lebih banyak roket dalam waktu yang lebih singkat, dan ini bisa membuat Kubah Besi kewalahan menghalau tembakan-tembakan rudal itu.
Warga Israel memang patut bersyukur atas peran Kubah Besi dalam menyelamatkan nyawa mereka.
Namun Yoav Fromer, pakar politik dari Universitas Tel Aviv, menyatakan bahwa ketergantungan sistem pertahanan itu malah menahan pemerintah Israel untuk mencari solusi jangka panjang secara politis untuk mengatasi konflik.
"Ironisnya, produk sukses seperti Kubah Besi ini menunjukkan gagalnya kebijakan luar negeri, yang langsung memicu peningkatan kekerasan," kata Fromer kepada BBC.
"Bertahun-tahun lamanya kita masih terjebak dalam lingkaran yang sama dalam kekerasan tak berujung ini."
SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES
Unit Kubah Besi yang berlokasi di Kota Ashkelon di Israel selatan.
(lia/sumber:bbcindonesia.com)