Greenpeace: Janji Lindungi Lautan untuk Lawan Perubahan Iklim Masih Lemah

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 03/Nov/2021 17:21 WIB
Ilustrasi laut. Foto: ist. Ilustrasi laut. Foto: ist.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Lebih dari selusin negara, termasuk AS, berjanji pada Selasa (2/11/2021) untuk meningkatkan perlindungan terhadap perairan nasional mereka.

Tetapi, para aktivis mengatakan janji itu belum cukup ambisius untuk memperbaiki perusakan lautan yang sedang berlangsung.

Baca Juga:
KTT Iklim COP26 Sepakat Menghentikan Batu Bara `Bertahap`, Kenapa Tidak `Menghapusnya`?

Janji tersebut adalah salah satu dari serangkaian komitmen yang dibuat pada KTT iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia, sebagaimana dilansir Reuters.

Dalam COP26, para pemimpin dan negosiator berkumpul untuk mempertahankan target batas kenaikan suhu global maksimal 1,5 derajat Celsius.

Baca Juga:
Greenpeace Indonesia: 3,12 Juta Hektare Sawit Berada Dalam Kawasan Hutan

Di antara sejumlah kesepakatan yang dibuat sejauh ini adalah janji untuk mengakhiri deforestasi pada 2030 dan mengurangi emisi metana sebesar 30 persen pada 2030 dibandingkan 2020.

Para ilmuwan dan aktivis telah meminta negara-negara di dunia untuk juga mencermati hubungan antara lautan dan perubahan iklim.

Mereka mengatakan, mengelola laut secara berkelanjutan dapat membantu mengatur iklim bumi dengan lebih baik.

Utusan iklim AS John Kerry mendeklarasikan bahwa Washington akan menjadi negara ke-15 yang menandatangani janji kelautan alias Ocean Pledge.

Ocean Pledge didukung oleh negara-negara yang bergantung pada kelautan termasuk Indonesia, Jepang, Kenya, Chile, dan Norwegia.

Janji tersebut menyerukan investasi yang lebih besar dalam energi terbarukan berbasis laut, dekarbonisasi industri, dan penelitian lebih lanjut.

Namun, pernyataan yang diutarakan Kerry tidak menyebutkan penghentian subsidi besar-besaran terhadap beberapa kegiatan seperti industri perikanan, pendorong utama eksploitasi laut yang berlebihan.

Greenpeace lantas menyebut deklarasi tersebut masih lemah.

“Kita perlu melihat tindakan untuk menciptakan jaringan suaka laut yang mencakup setidaknya 30 persen dari lautan kita pada tahun 2030," kata juru kampanye laut di Greenpeace Inggris, Louisa Cason.

“Kami membutuhkan daerah tanpa ekstraksi komersial, di mana alam dan populasi ikan yang bergantung pada perikanan dapat pulih dan berkembang,” imbuh Cason.

Dua pertiga dari planet bumi adalah air dan lautan menyerap panas serta karbon dioksida lalu mendistribusikannya ke seluruh planet.

Dengan konsentrasi emisi gas rumah kaca tinggi dan memanasnya suhu bumi pada tingkat yang mengkhawatirkan, ekosistem laut berjuang untuk mengimbanginya.

Kepala ilmuwan dan ahli kelautan di ESRI, Dawn Wright, mengatakan kepada Reuters bahwa memahami hubungan antara lautan dan perubahan iklimsangat penting bagi delegasi di COP26untuk dapat menyusun rencana guna mengelola lautan secara berkelanjutan. (dn/sumber: kompas.com)