Kapal Riset China `Teror` ZEE Indonesia sampai Landas Kontinen

  • Oleh : Redaksi

Kamis, 18/Nov/2021 19:13 WIB


NATUNA (BeritaTrans.com) - Fajar kaget melihat kapal berukuran besar berlayar di sekitar tempatnya mencari ikan, perairan Laut Natuna Utara, awal Oktober lalu. Nelayan Natuna ini jelas melihat bendera yang ia sering lihat di media sebagai bendera China berkibar di kapal besar tersebut.

Kapal itu menurut Fajar mirip kapal milik Singapura yang membantu dalam pencarian kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam di Laut Bali, April lalu. Dalam pencarian itu, Singapura memang mengerahkan MV Swift Rescue untuk membantu Indonesia.  

Baca Juga:
Sertijab 2 Jabatan Strategis, Pangkoarmada I Minta Kedaulatan Laut Natuna Utara Dijaga

Namun, bedanya kapal yang dilihat Fajar di Natuna itu memiliki semacam tiang di geladak belakang.

Fajar tak tahu pasti jenis kapal besar yang berlayar dikawal Coast Guard China. Menurutnya, kapal itu terpantau berlayar perlahan dari satu lokasi ke lokasi lainnya di perairan Natuna.

Baca Juga:
IOJI: Kapal Riset China Terus Berkeliaran di Natuna Utara di Cadangan Gas Besar Indonesia

"Dia (kapal China) jalan, jalan, jalan, kalau dia jalan melintas enggak apa kan, cuma dia enggak jalan melintas, udah tuh berhenti, dia muter, keliling," ujar Fajar di Natuna usai melaut pertengahan Oktober lalu.

Fajar menyebut kapal penjaga pantai (Coast Guard) China tak pernah jauh dari kapal tersebut. Kapal ini terus mengarah mendekati daratan Pulau Natuna. Jarak lokasi kapal dengan pantai sekitar 80 mil laut.

Baca Juga:
Laut Natuna Utara Memanas, Prancis Provokasi China dengan Kapal Selam Nuklir

Ia mengaku takut untuk mendekat ke kapal yang baru dirinya lihat itu. Menurutnya, ukuran kapal China itu juga terbilang besar. Kapal besar yang dilihat Fajar itu disinyalir merupakan kapal riset China Haiyang Dizhi 10.

"Nah ini benar, betul, kapal ini," ujarnya ketika melihat foto kapal Haiyang Dizhi 10 yang CNNIndonesia.com perlihatkan.

Fajar melaut ikut kapal milik rekannya. Wilayah tangkap kapal yang ia tumpangi ini berada dekat batas ZEE Indonesia. Sekali berlayar, kapalnya menyisir perairan utara Natuna sampai 10 hari lebih.

Henri, nelayan Natuna lainnya juga melihat kapal riset Tiongkok itu mondar-mandir di perairan Natuna. Menurutnya, kapal tersebut terpantau masuk ZEE Indonesia sejak akhir Agustus 2021.

Henri merupakan seorang tekong alias kapten kapal. Ia memiliki dua ABK. Ukuran kapalnya tak sampai 10 gross tonnage (GT).

Meski kapalnya tak besar, daya jelajah Henri bisa lebih dari 800 mil laut. Ia menyusuri wilayah timur perairan Natuna, terus naik ke utara, dan kembali lagi ke Pelabuhan Teluk Baruk.

Henri heran dengan aktivitas kapal riset China itu. Kapal tersebut mondar-mandir dari satu titik ke titik lain setiap pekannya. Pergerakan kapal seperti sedang mencari sesuatu. Kapal ini juga sesekali melego jangkar.

"Pas pertama kali jumpa, apa lah dia orang ini, mondar-mandir, ke tengah ke tepi, gitu aja," katanya.

Henri masih melihat kapal riset itu sampai pekan kedua Oktober. Menurutnya, kapal riset China terlihat aman berlayar, berpindah dari satu titik ke titik lain di Laut Natuna.

Ia mengaku jarang melihat kapal-kapal TNI Angkatan Laut, Badan Keamanan Laut (Bakamla), maupun Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berpatroli sampai ke utara ZEE Indonesia.

Henri juga mengaku tak pernah dikawal saat mencari ikan. Kondisi ini berbeda dengan nelayan negara tetangga yang selalu dikawal kapal-kapal pemerintah masing-masing.

"Kalau gini kan agak sakit ya bang, sakitnya gimana? Kami memang bisa kerja, cuma sakit hati saja sama instansi terkait ini kan, mereka punya anggaran tapi enggak maksimal patroli," ujarnya.

Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) melaporkan kapal riset China, Haiyang Dizhi 10 terdeteksi masuk di Laut Natuna Utara pada 31 Agustus 2021. Selang beberapa hari, kapal Coast Guard China dengan nomor lambung 4303 masuk mengawal kapal riset ini.

Menurut IOJI kapal riset itu milik Survei Geologi Kementerian Sumber Daya Alam China. Memiliki laboratorium geologi, biologi oseanografi, serta kemampuan untuk mengambil sampel batuan dan biota dasar laut.

Kapal survei geologi laut ini memiliki panjang 75.8 meter dan lebar 15.4 meter dengan berat 3.400 ton, dengan daya jelajah sejauh 8.000 mil laut atau sekitar 14.800 kilometer (km).

Berdasarkan pengamatan lewat automatic identification system (AIS) dan citra satelit, kapal riset ini bergerak membentuk pola seperti sawah. Kapal negeri tirai bambu itu diduga kuat melaksanakan riset di ZEE Indonesia, yang tumpang tindih dengan klaim nine-dash line sepihak China.

TNI AL kemudian mengirim KRI Bontang untuk membayangi pergerakan kapal China ini selama dua hari, 15 dan 16 September. KRI Bontang bukan kapal tipe patroli, tetapi kapal tanker yang bertugas menyalurkan pasokan bagi KRI lain di tengah laut.

Kapal riset tersebut kemudian keluar wilayah RI pada 29 September 2021. Kapal ini diduga mengisi perbekalan di gugusan Pulau Karang yang dikuasai Tiongkok di Laut China Selatan. Kapal tersebut kembali masuk Laut Natuna 4 Oktober lalu.

IOJI memprediksi kapal tersebut bisa bertahan selama sebulan. Kapal diduga kembali melakukan kegiatan riset ilmiah kelautan atau bahkan pemetaan sumber daya alam non-hayati di ZEE dan Landas Kontinen Indonesia.

Ada empat alasan kapal tersebut diduga tengah melaksanakan riset ilmiah kelautan atau bahkan pemetaan sumber daya alam non-hayati di ZEE dan Landas Kontinen Indonesia. Pertama, Haiyang Dizhi 10 memiliki status dan kemampuan untuk melaksanakan survei dan riset ilmiah kelautan.

Kedua, kapal itu dioperasikan oleh Guangzhou Marine Geological Survey yang memiliki tugas dan fungsi dalam survei geologi kelautan dan telah berperan dalam berbagai kegiatan eksplorasi minyak dan gas China di Laut Cina Selatan.

Ketiga, pola lintasan kapal yang mengindikasikan adanya kegiatan riset ilmiah kelautan. Serta keempat, pengakuan Pemerintah China atas riset ilmiah kelautan yang dilakukan oleh Kapal Survei Da Yang Hao di ZEE Malaysia, yang pola lintasannya serupa dengan Kapal Haiyang Dizhi 10.

Pola grid yang dibentuk oleh Kapal Survei Haiyang Dizhi 10 di ZEE Indonesia lebih rumit dan lebih intensif daripada pola grid Kapal Survei Da Yang Hao di ZEE Malaysia.

Mengutip Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) CSIS, IOJI menjelaskan terdapat beberapa indikator atau pola lintasan kapal yang tengah melaksanakan aktivitas survei dan riset ilmiah kelautan.

Pertama, lintasan kapal yang umumnya berpola grid dan lawn-mower atau "pola cetak sawah", yang menandakan adanya survei batimetri untuk memetakan dasar laut. Kedua, kecepatan rendah dari kapal yang menandakan adanya aktivitas pengumpulan data.

Ketiga, kapal berhenti secara berkala atau mengunjungi titik koordinat yang sama berulang kali, mengindikasikan adanya aktivitas penurunan atau pemeriksaan peralatan survei.

Berdasarkan data AIS, IOJI menyatakan pola lintasan Kapal Hai Yang Di Zhi 10 sesuai dengan dua pola pertama di atas.

Peneliti IOJI Imam Prakoso mengatakan kapal riset China ini sudah selesai menjalankan misinya di Laut Natuna Utara sejak 22 Oktober lalu. Namun, Imam tak menutup kemungkinan kapal tersebut kembali masuk wilayah RI.

"Kapal ini nampaknya telah menyelesaikan misinya di LNU. Hari ini meninggalkan LNU menuju daratan China," kata Imam, 23 Oktober 2021 lalu.

Imam menyatakan aktivitas riset kapal asing di ZEE Indonesia merupakan tindakan ilegal apabila dilakukan tanpa izin dari pemerintah Indonesia. Sejauh ini BRIN tak mengetahui aktivitas kapal riset tersebut.

Menurutnya, aktivitas kapal riset China melanggar hak berdaulat terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA seperti yang diatur dalam hukum internasional yaitu Pasal 56 ayat (1), Pasal 240, 244 dan 246 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. 

Selain itu, melanggar Pasal 7 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia. Pasal tersebut berbunyi: Barangsiapa melakukan kegiatan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari dan dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Imam meminta pemerintah, khususnya Kementerian Luar Negeri untuk mengirim nota diplomatik kepada pemerintah China terkait aktivitas kapal Haiyang Dizhi 10.

Menurutnya, Kemenlu perlu mengklarifikasi aktivitas yang telah dilakukan dan meminta hasil dari penelitian ilmiah yang telah dan tengah dilakukan oleh kapal China tersebut.

CEO IOJI Achmad Santosa mengatakan lintasan kapal riset China tersebut dekat dengan lokasi pengeboran sumur eksplorasi di Blok Tuna, yang terletak di utara ZEE Indonesia, berbatasan dengan wilayah Vietnam. Kegiatan eksplorasi ini dikerjakan oleh Premier Oil.

"Jadi kapal riset (China) lama di situ. Nah pertanyaannya, mereka ngapain di situ? Itu tugas pemerintah dong," ujarnya.

Mas Achmad menduga kapal riset ini berlayar di dekat rig Blok Tuna karena merasa perairan tersebut masih masuk klaim sepihak nine-dash line atau sembilan garis putus-putus. Garis imajiner yang diklaim China sebagai wilayah tangkapan tradisional mereka itu tersebut tak diakui UNCLOS. Selain itu, Permanent Court of Arbitration (PCA) menolak klaim sejarah China atas batas Laut China Selatan.

Indonesia, menurut Mas Achmad, sejatinya bisa mengusir kapal riset China tersebut. Indonesia memiliki hak berdaulat di wilayah ZEE sebagaimana ketentuan dalam UNCLOS 1982.

"Kita punya hak berdaulat, Blok Tuna itu kan dalam rangka hak berdaulat kita. Kalau misal kita punya hak berdaulat, kemudian diganggu, kita enggak punya hak berdaulat dong kalo gitu. Itu hak berdaulat kita, itu bagian dari kekayaan NKRI. harus ada semacam sikap," katanya.

Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksamana Madya Muhammad Ali mengatakan TNI AL sejak awal telah mendeteksi kehadiran kapal riset China Haiyang Dizhi 10 di wilayah ZEE Indonesia sampai landas kontinen. Kapal tersebut langsung dipantau pergerakannya sejak 31 Agustus lalu.

Ali menyebut terdapat dua kapal perang dari Gugus Tempur Laut, Komando Armada (Koarmada) I yang terus menghalau dan mengikuti pergerakan kapal riset tersebut.

"Serta melaksanakan pengusiran hingga keluar batas wilayah landas kontinen Indonesia," kata Ali kepada CNNIndonesia.com.

Perwira bintang tiga itu mengungkap sempat terjadi perdebatan sengit antara KRI dengan awak kapal riset China tersebut. Kapal riset ini, kata Ali, juga dikawal oleh kapal Coast Guard China.

Ia menyebut pihaknya sudah melaporkan aktivitas kapal riset ini kepada Kemenlu agar mengirim protes ke China. Menurutnya, Kemenlu RI maupun China lantas menjalin komunikasi. Kapal riset tersebut baru meninggalkan Laut Natuna Utara untuk kembali ke daratan Tiongkok pada 24 Oktober.

"Namun apa yang dia (kapal China) lakukan itu memang seperti melakukan riset," ujarnya.

Mantan Panglima Komando Armada I menyebut kapal riset ini awalnya mau mengganggu eksplorasi sumur Blok Tuna, di Laut Natuna Utara. Pihaknya terus membayangi kapal riset China ini agar tak mengganggu aktivitas pengeboran tersebut.

"Kita berhasil menghalau kapal Coast Guard China maupun survei-nya untuk kembali ke negaranya. Jadi tidak ada masalah, memang seperti itu sering terjadi," kata Ali.

Ali mengatakan aktivitas melaksanakan survei di ZEE Indonesia dilarang jika tanpa izin dari instansi terkait. Ia memastikan bakal terus memantau pergerakan kapal riset tersebut agar tak bebas berlayar berbulan-bulan di Laut Natuna Utara.

"Dipantau posisinya sudah di Guangzhou China, kita pantau terus ya melalui satelit maupun melalui radar, melalui udara, kita pantau terus. Tidak ada masalah, tidak ada keributan. Mungkin saling pengertian di laut," ujarnya.

Sementara itu, Panglima Komando Armada I Laksamana Muda Arsyad Abdullah mengatakan pihaknya langsung membayangi dan memantau aktivitas kapal riset China tersebut selama 24 jam ketika masuk wilayah ZEE Indonesia sampai ke landasan kontinen.

Namun, ia belum bisa memastikan apakah kapal tersebut melakukan riset di perairan Natuna Utara selama dua bulan terakhir ini.

Menurutnya, kapal-kapal yang melaksanakan riset biasanya berkecepatan rendah. Sementara dalam pengamatan pihaknya, kecepatan kapal China itu rata-rata di atas 7 knot.

"Memang ini juga masih pertanyaan buat kita, apakah itu riset atau bukan? Atau dia hanya klaim nine dash line, yang beririsan dengan ZEE Indonesia. Apakah itu hanya bentuk dari klaim mereka? Saya belum tau pasti apakah dia melaksanakan riset atau tidak," kata Arsyad di kantornya.

Arsyad menyatakan keberadaan kapal riset China dalam dua bulan terakhir kemarin selalu diikuti pergerakannya. KRI yang melakukan pengawasan juga mengontak kapal riset tersebut.

Meskipun kapal riset ini mengklaim berada di wilayah nine-dash line, kata Arsyad, mereka jelas berada di perairan ZEE Indonesia. Namun, ia mengaku menghindari konflik dengan China karena hubungan pemerintah RI dan Negeri Panda itu terjalin baik.

Mantan Panglima Komando Lintas Laut Militer juga sudah berkali-kali melaporkan aktivitas kapal riset China tersebut kepada Kemenlu.

"Kita juga berupaya agar tidak konflik antara kita dengan China. Karena kita ketahui bersama bahwa hubungan antara pemerintah Indonesia dan China," ujarnya.

"Sehingga kita yang di lapangan berupaya tetap menjaga hubungan, namun tetap kita beritahu dan sampaikan bahwa ini adalah wilayah perairan Indonesia," katanya.

Kapal Riset China Kukuh Bertahan

Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia mengatakan pergerakan kapal riset China itu seperti melaksanakan survei. Aan menyebut juga melakukan kontak dengan kapal riset itu. Pihaknya meminta kapal pemerintah Tiongkok itu meninggalkan Laut Natuna Utara.

Namun, kata Aan, awak kapal riset itu bersikeras perairan yang mereka lewati laut internasional sehingga mengklaim boleh melaksanakan lintas damai. Ia mengatakan Kemenlu juga sudah berkomunikasi dengan pemerintah China.

"Intinya yang penting kita hadir di situ, ibaratnya hadir bahwa itu wilayah kita loh. Jadi jangan macam-macam sama wilayah kita. Jadi Bakamla hadir di sana, angkatan laut hadir di sana, kita selalu meminta dia untuk pergi dari wilayah itu," kata Aan.

Perwira AL bintang tiga itu memastikan kapal riset China sudah meninggalkan Laut Natuna Utara sejak akhir Oktober setelah beraktivitas selama dua bulan. Menurutnya, kapal riset ini bertahan dua bulan karena mereka berkukuh sedang melaksanakan lintas damai.

Namun, Aan mengingatkan pemerintah China untuk menghormati hak berdaulat Indonesia di perairan utara Natuna sekalipun tak melanggar hukum laut internasional dengan menganalogikan seseorang pemilik rumah yang selalu kedatangan orang mondar-mandir di depan rumahnya.

"Selama lewat aja kan boleh, tapi dari sisi etika dan pergaulan bagus enggak? Ya enggak bagus kan, jadi silakan dijabarkan. Dia (China) kurang cantik atau elok dalam bergaul di dunia internasional," katanya. 

"Tapi selama wira-wiri boleh saja, cuma merasa terganggu? Terganggu dong jelas. Dari sisi pergaulan pas atau tidak? Tidak pas dong, jadi seperti itu lah analoginya," ujarnya.

Aan mengaku sudah melaporkan aktivitas kapal riset China selama dua bulan kepada Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Ia menyebut Presiden Jokowi pasti sudah mendapat laporan tersebut.

"Tentunya semua sudah ambil tindakan seperti yang tadi saya sampaikan. Jadi intinya pemerintah tidak diam, tapi juga tidak terlalu berani karena memang tidak perlu diperdebatkan sampai rame juga. Kalau itu yang tadi saya bilang, dari etika saja, harusnya sama-sama saling hormati," ujarnya.

Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah belum mengetahui laporan dari TNI maupun Bakamla terkait aktivitas kapal riset China ini. "Saya tanyakan dulu ya ke rekan-rekan di Kemlu," kata Faizasyah kepada CNNIndonesia.com.

Sumber: cnnindonesia.com.