Oleh : Redaksi
Jakarta (BeritaTrans.com) - Kejaksaan Agung meningkatkan status penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) menjadi penyidikan pada Rabu (19/1).
Artinya, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menduga telah terjadi dugaan tindak pidana dalam peristiwa tersebut. Belum ada tersangka yang dijerat oleh penyidik dalam kasus ini.
Baca Juga:
Seru! Gentak Ikan Mas Babon di HUT Ke-77 RI, Forwaka Gelar Lomba Mancing Antarwartawan
"Hari ini kami naikkan menjadi penyidikan umum dan tahap pertama kami ada dalami pesawat ATR 72 600," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam konferensi pers, Rabu (19/1).
Ia menyebutkan bahwa pengusutan kasus tersebut akan dikembangkan dalam beberapa pengadaan kontrak pinjam pesawat jenis lain. Misalnya seperti ATR, Bombardir, Airbus, Boeing dan Rolls Royce.
Baca Juga:
Kejagung Cegah 9 Orang ke Luar Negeri Terkait Korupsi di Pelabuhan
Burhanuddin memastikan bahwa pengusutan kasus itu akan dilakukan hingga tuntas. Kejaksaan, kata dia, juga akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk penanganan perkara ini.
Diketahui, proses pengadaan pesawat yang diduga bermasalah itu terjadi pada era Direktur Utama Emirsyah Satar yang saat ini sedang menjalani proses hukuman terkait kasus korupsi yang ditangani oleh KPK.
Baca Juga:
Kejagung Periksa 6 Eks Petinggi Garuda di Kasus Sewa Pesawat
"Setiap penanganan kami nanti akan koordinasi dengan KPK karena KPK ada beberapa yang telah tuntas di KPK kita akan selalu koordinasi agar tidak terjadi nebis in idem," jelasnya.
Sebagai informasi, kasus tersebut berawal dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2009 hingga 2014 yang merencanakan pengadaan armada pesawat di perusahaan pelat merah itu sebanyak 64 unit.
Dana untuk proyek tersebut semula disediakan oleh pihak ketiga. Kemudian, PT Garuda Indonesia akan membayar kepada pihak lessor.
Kasus Kecurangan Kerja Sama, Garuda Damai dengan Rolls Royce
RJPP merealisasikan beberapa jenis pesawat dalam pengadaan, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600. Dimana lima diantaranya merupakan pesawat yang dibeli. Kemudian, 18 unit pesawat lain berjenis CRJ 1000. Dimana, enam diantara pesawat tersebut dibeli dan 12 lainnya disewa.
Namun demikian, diduga terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam proses pengadaan atau penyewaan pesawat tersebut. Kejagung menduga, proses tersebut menguntungkan pihak lessor.(amt/sumber:cnnindonesia com)