Rusia Terancam Resesi Dalam, Butuh Bertahun-tahun Pemulihan

  • Oleh : Redaksi

Kamis, 14/Apr/2022 21:16 WIB


MOSKOW (BeritaTrans.com) - Rusia diprediksi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali ekonominya, jika sanksi Barat atas invasi ke Ukraina tetap berlaku untuk waktu yang lama.

"Jika sanksi tetap pada level saat ini, akan memakan waktu sekitar dua tahun rekonstruksi, tidak kurang," kata Kepala Kamar Audit dan mantan menteri keuangan Rusia Alexei Kudrin, Rabu (13/4/2022).

"Kemudian kita harus membangun kembali selama bertahun-tahun karena apa yang kita bicarakan adalah mengganti seluruh rangkaian produk impor," katanya seperti dikutip oleh kantor berita Rusia.

Baca Juga:
Takut Kena Sanksi, Produsen Minyak China Hengkang dari Amerika, Inggris dan Kanada

Kudrin juga mengatakan, inflasi yang sudah melonjak bisa mencapai 20 persen pada akhir tahun ini.

Presiden Vladimir Putin berkata bahwa ekonomi Rusia berhasil mengatasi rentetan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang diberlakukan sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari.

Baca Juga:
Jerman Ketar-ketir Pasokan Gas Rusia Terhenti Gegara Rubel

Namun, para ekonom percaya bahwa dampak ekonomi terburuk dari sanksi masih akan datang dan memperkirakan Rusia--yang sangat bergantung pada impor peralatan manufaktur dan barang-barang konsumen--akan terjun ke jurang resesi yang dalam.

"Salah satu risiko utama hari ini adalah kontraksi ekonomi karena pembatasan logistik di satu sisi dan kurangnya likuiditas di sisi lain," kata Wakil Perdana Menteri Rusia Andrei Belousov kepada majelis tinggi parlemen Rusia, dikutip dari AFP.

Baca Juga:
Biden Minta G20 Undang Ukraina Jika Indonesia Tetap Undang Presiden Rusia Vladimir Putin

Belousov menambahkan, sektor industri dan perdagangan mengalami kontraksi 11 persen karena sanksi Rusia.

Untuk mendukung perekonomian, anggaran belanja negara dinaikkan 20 persen untuk tahun-ke-tahun pada kuartal I tahun ini, katanya.

Pemerintah Rusia belum merilis perkiraan pertumbuhan untuk 2022, tetapi Bank Dunia memperkirakan penurunan 11,2 persen dalam PDB.